Khofifah Indar Parawansa: Kepemimpinan, Kesalehan dan Ketegasan

Khofifah Indar Parawansa. Foto: Ayojatim/Ali Masduki
Khofifah Indar Parawansa. Foto: Ayojatim/Ali Masduki

DI TENGAH dinamika politik Indonesia yang keras dan kerap maskulin, nama Khofifah Indar Parawansa mencuat sebagai teladan kepemimpinan perempuan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam prinsip dan akhlak.

Sebagai Gubernur Jawa Timur, Khofifah telah membuktikan bahwa perempuan tidak hanya mampu memimpin wilayah dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia, tetapi juga tetap menjaga identitasnya sebagai muslimah, aktivis, dan ibu bangsa. Ia adalah potret lengkap seorang pemimpin perempuan masa kini: tegas, religius, visioner, dan membumi.

Dari Aktivisme Mahasiswa ke Kursi Menteri

Perjalanan panjang Khofifah dimulai sejak muda. Ia aktif dalam organisasi mahasiswa, terutama di lingkungan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Kepeduliannya terhadap isu perempuan dan anak membuatnya tampil menonjol sebagai aktivis perempuan muslimah sejak 1980-an.

Namanya makin dikenal ketika menjadi anggota DPR RI di usia muda, dan kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999–2001) di era Presiden Abdurrahman Wahid, lalu Menteri Sosial (2014–2018) di era Presiden Jokowi.

Selama menjabat, ia tak hanya sibuk dalam diplomasi elite, tapi juga terjun langsung ke masyarakat, memeluk anak-anak terlantar, menangis bersama korban bencana, dan membangun kebijakan sosial berbasis empati.

Gaya Kepemimpinan Inklusif dan Spiritual

Sebagai gubernur, Khofifah dikenal dengan gaya kepemimpinan yang inklusif dan responsif. Ia mengedepankan pendekatan dialogis, tidak segan menjangkau komunitas akar rumput, santri, dan kelompok minoritas.

Ia mengembangkan program Jatim Cettar (Cepat, Efektif, Tanggap, Transparan, Akuntabel, dan Responsif), yang membawa inovasi birokrasi tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Khofifah juga aktif membina komunitas pengajian, menjembatani antara aspirasi keumatan dan kebijakan publik. Ia menjadikan agama bukan sebagai alat politik identitas, melainkan sebagai fondasi moral dalam memimpin.

Muslimah yang Tak Takut Memimpin

Dalam banyak pidatonya, Khofifah sering menolak anggapan bahwa perempuan tidak cocok memimpin. “Kepemimpinan bukan soal jenis kelamin, tapi soal kapasitas dan integritas,” tegasnya dalam berbagai kesempatan.

Ia juga menolak dikotomi antara peran domestik dan publik. “Perempuan bisa tetap menjadi ibu yang hangat di rumah, sekaligus pemimpin yang kokoh di luar rumah, jika dikelola dengan niat ibadah dan komitmen untuk memberi manfaat,” ujarnya.

Kartini dan Khofifah: Perempuan yang Mencetak Jejak, Bukan Mengikuti

Kartini dahulu menulis bahwa ia ingin menjadi cahaya bagi bangsanya. Khofifah, dalam versi kontemporer, menjadi cahaya itu melalui tindakan nyata, memimpin dengan nurani, mengabdi dengan empati, dan menorehkan prestasi tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam yang ia yakini.

Khofifah telah membuktikan bahwa perempuan tak perlu menjadi laki-laki untuk memimpin. Ia memimpin dengan caranya sendiri: tegas namun lembut, rasional namun penuh hati, progresif tapi tetap bersahaja.

ICMI dan Agenda Perempuan Pemimpin

Bagi ICMI, Khofifah adalah simbol perempuan muslimah yang utuh: menguasai keilmuan, hadir dalam kebijakan publik, dan tetap memelihara nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam struktur organisasi ICMI Jawa Timur ia duduk sebagai dewan penasehat, yang tidak sekedar simbolis dan formalitas.

Saat pelantikan dan pengukuhan pengurus ICMI Jawa Timur ia, atas nama Gubernur dan juga dewan penasehat, memberi sambutan dengan memaparkan pentingnya peran ICMI Jatim sebagai mitra Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam banyak hal.

Keseriusannya dalam ikut mengembangkan ICMI Jatim dibuktikannya dengan menfasilitasi pelantikan dan pengukuhan pengurus ICMI Jatim di Gedung negara Grahadi, dengan fasilitas akomodasi dan konsumsi yang tidak membebani organisasi ICMI.

Perempuan seperti Khofifah adalah bukti bahwa Islam bukan hanya memberi ruang, tetapi menyediakan jalan lebar bagi perempuan untuk tampil sebagai pemimpin peradaban.

Menyiapkan Generasi Kartini Baru

Hari Kartini adalah momen untuk mengingat bahwa emansipasi sejati bukan soal tampil ke publik semata, tetapi tentang pengakuan terhadap kapasitas perempuan dalam membangun bangsa.

Dengan keteladanan Khofifah Indar Parawansa, kita bisa melihat bahwa muslimah Indonesia tak hanya calon ibu rumah tangga, tapi juga ibu bangsa: pengasuh umat, penopang negara, dan pemimpin masa depan.

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur
Akademisi Unitomo

Editor : Alim Perdana