Wacana pembentukan Kementerian Haji dan Umrah kembali mengemuka ke ruang publik, menyusul pernyataan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, bahwa mayoritas suara di DPR dan ormas Islam mendukung ide tersebut.
Namun yang lebih penting dari wacana ini adalah konteks institusional yang telah lebih dahulu dibentuk, yaitu, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) yang sudah dibentuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden No. 14 Tahun 2025.
Pembentukan BP Haji tersebut menjadi fondasi awal dan batu loncatan strategis menuju tata kelola haji yang lebih mandiri, terintegrasi, dan profesional. Badan ini diamanatkan untuk menjalankan fungsi setingkat kementerian, yang secara khusus menangani urusan haji dan umrah, terpisah dari struktur Kementerian Agama yang selama ini menjadi pemegang otoritas utama urusan haji.
Namun, kini gelombang aspirasi publik, tekanan politik dari DPR, serta desakan dari ormas Islam tampaknya ingin melangkah lebih jauh. Bukan lagi hanya “badan setingkat kementerian”, tetapi menjadi kementerian penuh, dengan nomenklatur yang jelas, anggaran tersendiri, dan tanggung jawab yang lebih permanen dalam struktur kabinet nasional.
Mengapa Perubahan Ini Bisa Terjadi Secara Cepat?
Inilah pertanyaan yang mungkin berkembang diantara kita yang selama ini memang menaruh perhatian pada rencana tata kelola haji. Saya mencoba mengindentifikasi penyebanya secara positif. Menurut pemahaman saya, paling sedikit ada tiga faktor krusial yang dapat menjelaskan mengapa transisi dari BP Haji menuju Kementerian Haji dan Umrah bisa terjadi dalam waktu dekat.
Pertama, terkait dengan faktor “Preseden Kelembagaan Sudah Terbentuk”
Penjelasannya adalah, dengan BP Haji yang sudah dibentuk resmi melalui Keppres, maka sesungguhnya landasan struktural dan birokratis sudah tersedia. Artinya, proses transformasi ke kementerian tinggal menyangkut perubahan nomenklatur, penguatan struktur, dan reposisi dalam sistem pemerintahan, bukan membangun dari nol.
Kedua; terkait factor “Legitimasi Politik Presiden Prabowo”
Bahwa sejak tahun 2014, bahkan dalam tiga kali kesempatan kontestasi pilpres, Prabowo Subianto secara konsisten menyuarakan gagasan adanya institusi khusus untuk penyelenggaraan haji. Kini, ketika beliau menjadi presiden, konsistensi visi itu menemukan momentumnya, dan perubahan struktur kelembagaan ini dapat diwujudkan dengan payung politik dan administratif yang kuat.
Ketiga; terkait factor “Aspirasi Masyarakat dan Parlemen yang Sejalan”.
Tentang hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bahwa, sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam beberapa kesempatan, terakhir bisa kita ketahui dalam diskusi program 'Ngobrol Seru' by IDN Times, yang dimuat oleh IDN Times (6/8/2025).
Dahnil mengungkapkan bahwa mayoritas fraksi di Komisi VIII DPR serta berbagai ormas Islam telah menyuarakan dukungan terhadap pembentukan kementerian ini.
Ini memperlihatkan bahwa inisiatif pemerintah didukung oleh legitimasi sosial dan politik, dua faktor penting dalam reformasi kebijakan publik.
Kaitan Strategis antara BP Haji dan Kementerian Haji
Dalam kerangka ini, BP Haji bukan entitas yang dibatalkan, tetapi justru merupakan embrio kelembagaan dari Kementerian Haji dan Umrah. Bahkan bisa dikatakan, BP Haji adalah fase “interim” yang disiapkan untuk memastikan transisi kelembagaan berjalan secara tertata dan tidak “abrupt” (tiba-tiba, mendadak, tanpa transisi yang mulus).
Jika nanti Kementerian Haji resmi dibentuk, maka struktur BP Haji kemungkinan akan dilebur, diintegrasikan, atau dialihfungsi ke dalam kementerian tersebut, dengan fungsi yang lebih luas dan otoritas yang lebih kuat. Filing akademik saya mengatakan begitu.
Hal ini juga mencerminkan pendekatan bertahap (gradualistic approach) dalam reformasi tata kelola haji, yakni tidak langsung membentuk kementerian dari awal (yang bisa menimbulkan resistensi birokrasi), tetapi melalui tahap badan khusus terlebih dahulu, yang kemudian berevolusi menjadi kementerian.
Dampak terhadap RUU Revisi UU No. 8 Tahun 2019
Wacana ini membawa implikasi langsung terhadap proses Revisi UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dalam draft RUU yang telah diajukan sebelumnya, nomenklatur Badan Penyelenggara Haji telah dimasukkan secara resmi sebagai lembaga baru.
Jika kini arah politik dan aspirasi publik lebih condong kepada pembentukan kementerian, maka besar kemungkinan draft RUU tersebut akan disesuaikan kembali, baik melalui revisi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) maupun melalui amandemen dalam pembahasan tingkat panitia kerja (Panja) atau baleg.
Apa Harapan Kita untuk Masa Depan
Karena saya menjadi bagian dari pengurus AMPHURI, maka saya akan mengusulkan agar AMPHURI mendukung penuh semua inisiatif yang bertujuan meningkatkan kualitas layanan, transparansi, dan efisiensi penyelenggaraan haji.
Namun, melalui AMPHURI, kami menyampaikan beberapa catatan penting untuk pemerintah dan DPR-RI, yaitu, Kementerian Haji dan Umrah harus dibangun dengan prinsip tata kelola yang modern, inklusif, dan berbasis pelayanan jamaah (jamaah-centered governance).
Proses transisi dari BP Haji ke kementerian harus dikawal oleh naskah akademik yang matang, analisis kelembagaan yang objektif, dan konsultasi publik yang luas, termasuk dengan asosiasi dan stakeholder industri haji.
Hubungan sinergis dengan BPKH, Kemenag, Kemenlu, dan mitra Arab Saudi harus dikelola dengan pendekatan kolaboratif, bukan sektoral atau parsial.
Pendidikan dan pelatihan SDM perhajian harus menjadi prioritas utama, agar tidak terjadi “kementerian baru, tapi dengan pola kerja lama”.
Sepertinya tak ada pilihan lain yang lebih positif selain berkesimpulan bahwa, Transformasi BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah adalah langkah besar yang penuh harapan, meskipun juga pastinya penuh tantangan. Tetapi, momentum ini tidak boleh dilewatkan.
Indonesia, sebagai negara dengan kuota jamaah haji terbesar di dunia, layak memiliki institusi yang berdiri khusus untuk mengurus ibadah haji dan umrah, secara profesional, transparan, dan melayani umat dengan penuh amanah.
Saya mengusulkan agar AMPHURI siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam mengawal proses ini, demi pelayanan yang lebih baik kepada jamaah, dan kemajuan tata kelola haji Indonesia yang membanggakan di mata dunia.
Bagaimana dengan anda?
Penulis: Ulul Albab
Ketua Litbang DPP AMPHURI
Ketua ICMI Jawa Timur
Editor : Amal Jaelani