Bisakah Indonesia Lepas dari Bayang-Bayang Konflik Masa Lalu?

Sejarah Indonesia diwarnai berbagai konflik, dari DI/TII dan Permesta hingga tragedi G30S/PKI. Foto/Arsip Nasional
Sejarah Indonesia diwarnai berbagai konflik, dari DI/TII dan Permesta hingga tragedi G30S/PKI. Foto/Arsip Nasional

JAKARTA - Sejarah Indonesia diwarnai berbagai konflik, dari DI/TII dan Permesta hingga tragedi G30S/PKI. Konflik-konflik ini tak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga meninggalkan luka sosial yang mendalam, diwariskan antar generasi. Hal ini menjadi perhatian Bambang Soesatyo (Bamsoet), anggota Komisi III DPR RI dan dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan).

Dalam kuliah daringnya di Program Studi Damai dan Resolusi Konflik Unhan (11/12/2024), Bamsoet menekankan betapa pentingnya memahami sejarah untuk membangun masa depan yang lebih baik. Ia menyoroti dampak buruk pewarisan konflik. Menurutnya setiap peristiwa tersebut menanamkan rasa kebencian dan ketidakpercayaan antar elemen masyarakat yang berlanjut hingga generasi berikutnya.

"Anak cucu dari keturunan pelaku sejarah yang sama sekali tidak tahu menahu atau tidak terlibat dalam peristiwa sejarah, harus ikut menanggung dosa warisan atau dosa turunan dari nenek moyang mereka. Hal ini jelas tidak boleh terus terjadi," tegasnya.

Bamsoet, yang juga menjabat sebagai Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20, mengajak generasi muda untuk berperan aktif dalam rekonsiliasi. Meskipun tak merasakan langsung dampak konflik, mereka dapat membangun jembatan dengan membuka dialog, memahami perspektif satu sama lain, dan mengakui bahwa perbedaan adalah bagian dari identitas bangsa.

"Rekonsiliasi bukan berarti melupakan. Sebaliknya, penting untuk mengenali apa yang terjadi di masa lalu dan mengambil hikmahnya sebagai pembelajaran," tegasnya.

Menurut Bamsoet, institusi pendidikan memiliki peran krusial dalam proses rekonsiliasi. Institusi pendidikan harus menjadi tempat di mana sejarah dikaji secara kritis dan mendalam, disertai dengan diskusi yang cerdas tentang akibat dari konflik serta nilai-nilai kebersamaan yang perlu ditanamkan.

"Dengan cara ini, generasi muda dapat menghindari kesalahan yang sama dan mewarisi semangat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa," tegasnya.

Indonesia, dengan keberagaman suku, budaya, agama, dan ideologi, harus mampu menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sumber perpecahan. Bamsoet, yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, mengajak semua pihak untuk berkomitmen pada semangat rekonsiliasi.

"Sejarah adalah milik bersama dan semua elemen bangsa memiliki hak untuk memperbaiki serta memajukan bangsa ini. Memahami sejarah adalah kunci untuk merajut kembali persatuan yang terputus. Melalui kesepahaman untuk berhenti mewariskan konflik, kita akan memberi kesempatan kepada generasi penerus untuk memaafkan, tanpa melupakan, dengan tetap menjadikan sejarah sebagai pelajaran berharga," pungkasnya.

Editor : Alim Perdana