Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
“Halal itu bukan soal stiker. Label halal adalah bentuk kejujuran, tanggung jawab moral, dan penghormatan terhadap hak berkeyakinan, dan perlindungan negara kepada umat Islam.”
ADA yang menarik sekaligus mengagetkan kita dari Konferesi pers BPJPH dan BPOM di Gedung BPJPH, Jakarta Timur, Senin (21/4/2025). Kenapa? Karena setelah diteliti dengan seksama, ada 7 Produk Makanan Sudah Berlabel Halal, tapi Ternyata Mengandung Unsur Babi. Padahal produk-produk tersebut sudah terlanjur beredar di pasar. Sangat mungkin juga sudah dikonsumsi oleh umat Muslim.
Tentu saja ini bukan dari hasil sembarang klaim, tetapi dari temuan gabungan dua lembaga negara yang sah: BPJPH dan BPOM. Dan kita sudah pasti menyadari bahwa hal ini bukan sekedar hanya soal pangan, tetapi lebih dalam dari itu, yaitu tentang soal kepercayaan publik, kredibilitas sistem, dan martabat umat.
Artikel ini saya tulis tidak semata-mata lahir dari keprihatinan yang mendalam terhadap temuan terkini mengenai produk berlabel halal namun mengandung unsur babi.
Artikel ini saya tulis sebagai wujud keterpanggilan moral dari ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) untuk turut serta melindungi umat dari produk yang merusak nilai kehalalan, sekaligus mendukung langkah tegas pemerintah dalam menindak produsen yang sengaja menyalahgunakan label halal untuk keuntungan semu.
Kami percaya, menjaga integritas sistem halal adalah bagian dari menjaga martabat bangsa. Maka suara ini bukan sekadar seruan, tetapi ajakan kolaborasi antara umat, negara, dan masyarakat sipil untuk memperkuat jaminan kehalalan produk secara menyeluruh.
Temuan Fakta Lapangan
Dalam rilis resmi BPJPH tanggal 21 April 2025, disebutkan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan DNA dan/atau peptida spesifik porcine (babi) ditemukan pada 9 batch dari 7 produk yang telah bersertifikat dan berlabel halal.
Berikut ini daftar produk yang dinyatakan mengandung unsur babi:
1. Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (rasa leci, jeruk, stroberi, anggur)
2. Corniche Apple Teddy Marshmallow
3. ChompChomp Car Mallow
4. ChompChomp Flower Mallow
5. ChompChomp Mini Marshmallow
6. Hakiki Gelatin
7. Larbee-TYL Marshmallow isi selai vanila
Memang sanksi administratif berupa penarikan dari pasar telah dijatuhkan. Namun, yang lebih penting dari penarikan fisik adalah pemulihan kepercayaan umat yang sudah terluka. Dan juga yang pealing penting adalah menindak dengan tegas pelaku di balik itu untuk memberi efek jera.
Ini Soal Serius, Harus Ditangani Serius
Mengapa hal ini merupakan soal yang serius? Karena produk halal bukan sekadar produk konsumen. Produk halal itu menyangkut keyakinan, akidah, dan ibadah umat. Bagi umat Islam, makanan adalah bentuk ibadah.
Ketika makanan haram masuk ke tubuh tanpa sepengetahuan, apalagi karena kelalaian atau manipulasi label, maka pelanggaran itu bukan hanya administratif, tapi etis dan spiritual.
Harus disadari bahwa peristiwa ini menimbulkan keretakan kepercayaan publik terhadap sistem jaminan halal. Jika produk yang sudah bersertifikat halal pun bisa mengandung babi, apa yang bisa dipercaya lagi?
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam sistem jaminan produk halal di Indonesia, setidaknya ada empat pihak yang memegang peran kunci, yaitu: (1). Produsen (yang wajib jujur dalam menyampaikan data bahan dan proses). (2). Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) (yang bertugas melakukan audit bahan, proses, dan fasilitas). (3). BPJPH (yang menerbitkan sertifikat halal setelah menerima rekomendasi dari LPH). (4). BPOM (yang melakukan pengawasan keamanan dan kandungan produk).
Dari pihak-pihak tersebut dapat ditelusuri siapa sumber atas kejadian ini. Jika ada unsur babi dalam produk halal, maka sudah dapat dipastikan ada titik kelalaian atau kecurangan yang lolos dari sistem.
Ini harus diusut tuntas, agar tidak menjadi preseden buruk dan membuat konsumen kehilangan kepercayaan. Bahkan merugikan secara syar’i. Dan ini berarti pelanggaran berat atas perlindungan dan jaminan keamanan kepada konsumen muslim dari produk tidak halal.
Umat Perlu Diedukasi Lebih Kritis
Kasus ini juga menjadi panggilan bagi umat untuk lebih cerdas dan kritis: Jangan hanya percaya label, tetapi cari informasi apakah produk tersebut terdaftar resmi di situs BPJPH. Laporkan jika menemukan produk yang mencurigakan.
Dukung gerakan edukasi halal yang masif, bukan hanya di masjid, tapi juga di kampus, komunitas, dan digital space.
Halal itu bukan sekadar hak umat Islam. Ia adalah tanda kualitas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial dari produsen kepada semua konsumen.
Penutup: Dedikasi untuk Umat dan Bangsa
Kasus ini adalah alarm keras bagi kita semua, bahwa membangun sistem halal yang kredibel butuh lebih dari sekadar soal regulasi dan ketentuan yang mengikat. Kita butuh etika, akuntabilitas, dan integritas kolektif yang dijunjung tinggi.
Sekali lagi, tulisan ini kami dedikasikan sebagai bentuk keterpanggilan moral ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) untuk hadir membantu pemerintah, masyarakat, dan industri dalam memastikan bahwa setiap produk yang dikonsumsi umat benar-benar sesuai nilai yang diyakini, bukan sekadar tercetak di kemasan.
Negara ini besar bukan hanya karena penduduknya banyak, tapi karena kepercayaannya terjaga. Dan kepercayaan umat, jangan pernah dikhianati. Karena hal itu akan dikenang umat sepanjang masa, dan tentu kelak akan ada konsekwensi logisnya bagi para produsen juga bagi negara.
Editor : Alim Perdana