Oleh: Dr. Dra. Zulaika, M.Si
Pakar Komunikasi Jatim
DI tengah arus digital yang terus mengalir deras, Indonesia sedang memasuki era baru dalam literasi digital. Tidak lagi cukup hanya dengan “melek internet” atau bisa mengakses media sosial.
Kita kini berada di ambang peralihan dari era konsumsi digital pasif menjadi masa dimana kemampuan digital tidak hanya soal apa yang bisa kita lihat, tapi juga apa yang bisa kita hasilkan, lindungi, dan atur secara bijak.
Transformasi ini bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis nasional. Setelah fase kampanye umum seperti Siberkreasi dan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang fokus pada anti-hoaks dan etika media sosial, kini literasi digital punya arah yang jauh lebih kompleks, inklusif, dan berdampak langsung pada ekonomi dan keamanan nasional.
1. Literasi AI: Jantung Baru dari Era Digital
Mulai tahun 2024–2025, pemerintah melalui Kemenkominfo secara aktif mengintegrasikan AI literacy dalam program GNLD.
Artinya, masyarakat tidak lagi hanya diajari untuk tidak klik link mencurigakan, tetapi juga memahami bagaimana algoritma bekerja, apa itu bias algoritma, dan bahaya deepfake yang kini dapat dibuat dengan begitu mudah.
Ini bukan soal takut pada AI, tapi soal mengendalikannya secara bijak. Literasi AI menjadi fondasi agar kita bukan lagi korban informasi palsu berbasis AI, tapi bisa memanfaatkannya untuk kerja, kreativitas, dan inovasi.
2. Dari “Jangan Salah Pakai Internet” ke “Bisa Produktif dan Aman di Ekonomi Digital”
Geserannya jelas: literasi digital kini berpindah dari orientasi menjauhi bahaya menuju mengoptimalkan peluang. Tidak lagi cukup hanya tahu cara mengirim email, tapi harus mampu menjalankan UMKM go digital, mengelola konten di platform global, atau bekerja remote dari rumah.
Bahkan, pekerjaan kreatif seperti content creator dan freelancer dianggap sebagai bagian dari ekonomi digital nasional. Masyarakat didorong bukan hanya sebagai pengguna, tapi juga sebagai produsen nilai digital yang kompetitif.
3. Keamanan Siber & Keuangan Digital: Perlindungan yang Harus Ditanamkan Sejak Dini
Lonjakan kasus penipuan digital, investasi bodong, dan pinjol ilegal memaksa literasi digital menyentuh aspek yang lebih krusial—keamanan data pribadi dan literasi keuangan digital.
Kini publik diimbau untuk “Cek Legalitas, Cek Logis, Cek Lapak” sebelum berinvestasi, sekaligus memahami pentingnya enkripsi, password management, dan privasi di platform digital.
Regulasi seperti UU PDP dan revisi UU ITE telah menjadi dasar hukum yang menegaskan bahwa perlindungan data tidak lagi opsional, tapi hak dasar.
4. Inklusivitas & Akses Digital untuk Semua
Salah satu terobosan paling mulia adalah penekanan pada literasi digital inklusif. Mulai 2025, fokus tidak hanya pada kota besar, tetapi juga pada kelompok rentan: penyandang disabilitas, lansia, anak-anak, dan masyarakat di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Aplikasi layanan publik wajib dilengkapi fitur text-to-speech, subtitle otomatis, dan navigasi ramah disabilitas. Ini bukan sekadar keadilan digital—ini adalah fondasi bagi Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan.
5. Wartawan: Dari “Pembawa Berita” Jadi “Pendidik dan Guardian Literasi”
Peran jurnalis pun berubah drastis. Era digital 2025 membutuhkan wartawan yang bukan hanya jurnalis, tapi juga fact-checker, edukator digital, analis data, dan penjaga keamanan digital.
Di tengah banjir hoaks dan konten AI-generated, jurnalis harus mampu:
- Memverifikasi berita palsu dan deepfake,
- Menggunakan AI secara etis untuk riset dan personalisasi berita,
- Melindungi data narasumber dari serangan siber,
- Menjaga independensi di tengah tekanan clickbait dan algoritma media sosial.
- Wartawan bukan lagi hanya “pembuat konten”, tapi kurator informasi, edukator, dan penjaga demokrasi digital. Mereka adalah garda depan dalam melawan informasi yang memecah belah.
Tantangan & Peluang: Indonesia di Persimpangan
Meski prospeknya cerah, tantangan besar masih menghadang: overload informasi, ketimpangan keterampilan digital antar daerah, dan etika AI yang belum sepenuhnya jelas. Tapi justru di sinilah peluang.
Indonesia memiliki kekuatan besar: populasi muda, keberagaman budaya, dan semangat berinovasi yang tinggi. Dengan literasi digital yang kuat, kita punya potensi menjadi pemimpin digital regional di Asia Tenggara.
Kesimpulan: Literasi Digital adalah Siasat Kemajuan
Literasi digital era baru bukan lagi soal “apakah kamu bisa online?” tapi: “Apakah kamu bisa memahami, mengendalikan, menjaga, dan mencipta dalam dunia digital?”
Dari pengguna pasif menuju inovator AI, dari konsumen hoaks menjadi kritikus informasi, dari sekadar melek digital menjadi pionir ekonomi digital—Indonesia sedang menapaki transformasi yang menentukan masa depan bangsa.
Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Perubahan dimulai dari individu, dari sekolah, dari pemerintah, dan dari setiap warta jurnalis yang berkomitmen pada kebenaran.
Ini bukan hanya era digital. Ini era literasi yang penuh tanggung jawab. Dan kita semua adalah bagian dari sejarahnya.
Catatan:
Materi ini telah disampaikan dalam acara “Jagongan Bareng” Rumah Literasi Digital (RLD), pada 26 Agustus 2025
Editor : Alim Perdana