Jatim Terancam Kisruh, Saatnya Menjaga Waras Bersama

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur

ADA kabar: 3 September akan ada demo besar di Surabaya. Judulnya mencekam: “Jawa Timur Menggugat”. Yang menggugat siapa, yang digugat siapa—belum tentu semua peserta tahu. Tapi yang jelas, isu ini sudah bikin suhu politik Jawa Timur agak naik beberapa derajat.

Pendukung Khofifah katanya siap pasang badan. Tak mau kalah, kelompok lain sudah siapkan spanduk, toa, dan tentu... narasi heroik. Begitulah politik: kadang lebih seru dari sinetron Ramadhan.

Tapi mari kita tarik napas panjang dulu. Apakah Jawa Timur memang sedang baik-baik saja? Jujur, tidak. Kita punya PR besar: dari ketimpangan ekonomi, banjir di musim hujan, sampai banjir janji di musim kampanye. Jadi, kalau ada warga yang menggugat, itu tanda bahwa demokrasi kita masih hidup.

Namun, kalau gugatannya justru melahirkan kisruh, itu tanda lain: kita belum cukup dewasa.
Sebagai Ketua ICMI Jawa Timur, saya tentu tidak ingin hanya duduk manis menonton. ICMI bukan LSM jalanan, bukan juga partai politik.

Tapi ICMI punya tanggung jawab moral: menjaga akal sehat publik.
Kalau semua pihak sibuk saling serang, siapa yang akan bicara soal solusi? Kalau energi habis untuk berteriak di jalan, siapa yang masih punya tenaga untuk berpikir jernih?

Demo boleh. Itu hak. Tapi mari jangan lupa: kebesaran Jawa Timur bukan lahir dari teriakan, melainkan dari gotong royong. Dari pesantren yang mendidik dengan sabar. Dari pasar tradisional yang hidup karena kerja keras. Dari desa-desa yang bertahan karena solidaritas.

Maka, pada 3 September nanti, siapa pun yang turun ke jalan, ingatlah: jangan sampai Jawa Timur hanya mewariskan kisruh pada generasi berikutnya. Kita butuh keberanian bukan hanya untuk berteriak, tapi juga untuk mendengar. Kita butuh kekuatan bukan hanya untuk mengerahkan massa, tapi juga untuk mengendalikan ego.

Saya yakin, Jawa Timur bisa dewasa. Kita bisa marah tanpa merusak. Kita bisa berbeda tanpa bermusuhan. Kalau tidak, maka benar kata orang bijak: yang kita gugat sebenarnya bukan pemerintah, tap kebijaksanaan kita sendiri dalam menyuarakan aspirasi.

 

Editor : Alim Perdana