Reformasi Pendaftaran Haji Khusus, Sinergi Bukan Sentralisasi

Oleh: Ulul Albab
Ketua Bidang Litbang DPP AMPHURI

USULAN Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengalihkan pendaftaran haji khusus dari Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) ke Kemenag memantik diskusi yang penting dan mendasar.

Langkah ini, menurut Dirjen PHU Hilman Latief, bertujuan untuk membenahi sistem pendaftaran dan distribusi kuota yang dinilai tidak efektif, khususnya terhadap PIHK yang tidak lagi aktif namun masih memegang pendaftaran jemaah.

Sungguh, niat untuk melakukan reformasi adalah langkah mulia. Namun, perlu diingat, reformasi tidak selalu harus berbentuk sentralisasi.

Di sinilah kita perlu menimbang ulang kebijakan tersebut agar reformasi yang dimaksud benar-benar memperkuat sistem yang sudah ada, tanpa mematikan ekosistem yang selama ini telah bekerja cukup baik dengan segala tantangannya.

Realitas Lapangan dan Peran PIHK

PIHK sebagai entitas legal telah menjadi ujung tombak pelayanan haji khusus selama lebih dari dua dekade. Mereka tidak hanya mendaftarkan jemaah, tetapi juga membangun relasi emosional, edukatif, dan logistik yang sangat intens.

Dalam konteks ini, pendaftaran bukanlah sekadar input data administratif, tetapi awal dari pelayanan terpadu yang memerlukan pemahaman spiritual, manajerial, dan operasional yang kompleks.

Mengalihkan proses pendaftaran langsung ke Kemenag tanpa keterlibatan awal PIHK berisiko memutus rantai komunikasi, mereduksi tanggung jawab profesional PIHK, dan berpotensi menurunkan kualitas pengalaman jemaah.

Apalagi jika sistem pengalihan tersebut tidak disiapkan dengan baik dan tidak berbasis pada kajian dampak yang komprehensif.

Belajar dari Negara Lain

Beberapa negara dengan kuota besar seperti Pakistan dan Malaysia justru memperkuat peran lembaga swasta (haji operator) dalam penyelenggaraan haji khusus.

Di Malaysia, Lembaga Tabung Haji memang mengelola haji reguler secara terpusat, namun membuka ruang kompetitif dan kolaboratif bagi penyelenggara swasta untuk program haji plus dan umrah secara sehat. Prinsip dasar yang dipegang adalah sinergi dan akuntabilitas, bukan pemusatan sepihak.

Data dan Transparansi: Masalahnya di Mana?

Jika masalahnya adalah banyak PIHK yang tidak aktif, solusinya bukan menggeser mandat seluruh PIHK, tetapi memperkuat sistem evaluasi, verifikasi, dan pencabutan izin PIHK yang terbukti tidak lagi layak beroperasi.
Kemenag telah memiliki sistem SISKOHAT-Khusus yang bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi sistem monitoring real-time terhadap aktivitas PIHK dan jemaah. Alih-alih mengganti sistem, bukankah lebih bijak jika kita memperkuat tata kelolanya?

Dalam laporan pengawasan haji khusus tahun 1445 H misalnya, ditemukan bahwa dari 300-an PIHK, sebagian besar masih aktif dan memberikan pelayanan yang baik. Yang dibutuhkan saat ini adalah peningkatan integrasi data dan penguatan pengawasan berbasis digital, bukan mengeliminasi peran PIHK dalam proses awal.

Sinergi adalah Jalan Tengah

Sebagai asosiasi resmi penyelenggara haji dan umrah, AMPHURI memandang bahwa perbaikan sistem sangat diperlukan. Kami menyambut baik penguatan sistem informasi, validasi kuota, integrasi dengan platform e-Hajj, hingga pendataan berbasis biometrik.

Namun reformasi ideal tidak bisa dibangun hanya dengan perspektif regulator. Butuh partisipasi pelaku lapangan dan suara jemaah sebagai pemilik utama layanan.

Karena itu, langkah yang paling bijak adalah membangun joint platform antara Kemenag dan PIHK untuk proses pendaftaran—dimana data jemaah langsung terkoneksi, tervalidasi, dan diawasi oleh pemerintah, namun tetap dijalankan oleh PIHK sebagai pelayan utama.

Ini bukan hanya solusi teknis, tetapi bentuk sinergi antara negara dan masyarakat dalam kerangka pelayanan haji yang modern dan bermartabat.

Penutup

Reformasi pendaftaran haji khusus adalah keniscayaan. Namun hendaknya diarahkan untuk memperkuat kualitas layanan, meningkatkan kepercayaan publik, dan memastikan keberlanjutan bisnis haji yang sehat.

Mari kita jaga ruh kebersamaan ini: pemerintah sebagai regulator yang kuat, PIHK sebagai operator yang profesional, dan jemaah sebagai pihak yang dilayani secara amanah dan bermartabat.

Reformasi, ya. Tapi jangan sampai mengorbankan harmoni yang sudah terbangun. Sinergi lebih utama daripada sentralisasi.

Editor : Amal Jaelani