Bansos dan Amanah yang Terlupakan atau Kesengajaan yang Ketahuan?

Oleh: Dr. Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur, Akademisi Unitomo Surabaya

TEMUAN PPATK tentang pembekuan jutaan rekening bansos dengan nilai saldo mencapai Rp 2 triliun lebih, hanya dari satu bank Himbara, seharusnya bukan sekadar jadi berita.

Temuan ini harus menjadi peringatan keras bagi penyelenggara kebijakan sosial kita. Karena pertanyaannya kini bukan hanya tentang teknis: siapa menerima, berapa jumlahnya, dan lewat rekening mana.

Tapi lebih dalam lagi: apakah benar kita masih menjunjung amanah sosial sebagai landasan kebijakan negara?

Laporan PPATK menunjukkan ada 3 indikasi kuat yang perlu didalami, yaitu:

Pertama; Rekening bansos dengan saldo besar, tapi tidak pernah dipakai.

Kedua; Rekening yang dormant selama 5 tahun tapi masih menerima transfer rutin.

Ketiga; Bahkan ada dana bansos yang mengalir ke transaksi judi online.

Semua itu membuka dua kemungkinan yang sama-sama serius: apakah ini semata kelalaian sistemik? Ataukah ini adalah praktik penyimpangan yang selama ini tersembunyi dan kini mulai terbongkar?

Bansos: Dari Simpati ke Efek Ilusi

Bantuan sosial seharusnya menjadi simbol kehadiran negara untuk yang paling lemah, paling terdampak, dan paling tidak berdaya.

Namun ketika jutaan rekening yang tak layak justru menjadi “penerima rutin”, sementara sebagian rakyat tetap antre, tidak kebagian, bahkan tidak tahu cara mendaftar, maka yang beginian ini layak kita sebut apa? Mungkin lebih tepat kita sebut sebagai “kita sedang menciptakan efek ilusi keadilan.”

Tentu kita tidak menuduh semua bansos gagal. Namun dari angka Rp 2 triliun yang "mengendap" dan tidak tersalurkan sebagaimana mestinya, kita harus berani terus terang menyebut bahwa sistem kita rapuh, tertinggal, dan terlalu banyak celah.

Langkah Gus Ipul: Strategis dan Perlu Diinstitusionalisasi

Kerja sama Kementerian Sosial dan PPATK, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), adalah langkah awal yang patut diapresiasi.

Menyerahkan data ke PPATK untuk dianalisis secara independen adalah bentuk keterbukaan kebijakan, sesuatu yang selama ini langka dalam manajemen bantuan sosial.

Namun kerja sama ini harus ditarik ke level yang lebih sistemik. Keterbukaan dan audit publik harus menjadi standar operasional, bukan sekadar proyek kolaboratif tahunan. Kemensos harus memastikan bahwa:

Pertama; Verifikasi data melibatkan aktor lokal dan sipil.

Kedua; Dashboard penyaluran bansos bersifat transparan dan bisa diakses publik, dan

Ketiga; Sistemnya adaptif terhadap dinamika sosial-ekonomi masyarakat.

Akar Masalah: Tata Kelola yang Buta Konteks dan Lemah Etika

Saya melihat bahwa masalah ini tidak cukup diselesaikan dengan pendekatan data dan teknologi semata. Karena ini juga soal etika birokrasi dan mentalitas kebijakan. Dan ijinkan saya memberi catatan khusus seperti ini:

- Selama bansos dianggap proyek rutin yang dibagi merata tanpa pembaruan data kontekstual, maka selamanya akan ada rekening pasif yang terus menerima transfer.

- Selama tidak ada akuntabilitas sosial, maka sistem bansos akan rawan dimanfaatkan sebagai alat politik, bukan sebagai sarana keadilan.

- Dan selama tidak ada sanksi etik bagi pejabat atau operator yang lalai, maka kesalahan akan terus berulang, hanya berganti nama dan program.

Saatnya Kita Berbenah dengan Ilmu dan Amanah

Sebagai Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, saya mengajak seluruh unsur cendekiawan Muslim dan masyarakat sipil untuk tidak tinggal diam. Kita perlu mendorong:

1. Audit kebijakan yang independen, dengan partisipasi akademisi dan ormas,

2. Desain ulang sistem bansos berbasis nilai dan keadilan sosial, bukan semata anggaran,

3. Pendidikan publik tentang hak dan kewajiban bansos, agar rakyat tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek kontrol sosial.

Kita juga mendorong Presiden Prabowo untuk menjadikan momentum ini sebagai pintu masuk reformasi besar-besaran dalam tata kelola bansos. Tidak hanya menghilangkan kebocoran, tapi membangun sistem sosial yang manusiawi dan bermartabat.

Penutup: Amanah Bansos adalah Cermin Kepribadian Negara

Pertanyaan “apakah ini kelalaian atau kesengajaan?” mungkin tidak akan mudah dijawab oleh satu pihak.

Tapi yang pasti, bansos yang tidak tepat sasaran adalah pengkhianatan terhadap keadilan sosial. Dan selama kita membiarkannya terjadi tanpa koreksi serius, maka kita semua turut bersalah.

Semoga dari kasus ini, kita tidak sekadar mengurus rekening yang diblokir, tapi juga membangun kembali kepercayaan publik, martabat kebijakan, dan amanah sosial sebagai jantung negara.

Catatan Redaksi: Penulis adalah Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, Ketua Litbang DPP AMPHURI, dan akademisi di bidang kebijakan publik dan reformasi sosial.

Editor : Alim Perdana