Saya Bukan Ulama, Bukan Politisi, Tapi Ingin Hidup Saya Bermanfaat

Oleh: Ulul Albab

KADANG, orang menilai keberhasilan itu dari gelar yang disandang, atau jabatan yang dipegang. Tapi hidup mengajarkan saya hal yang lain, yaitu: bahwa semua itu hanya sementara, yang abadi adalah jejak kebaikan yang tertinggal setelah kita tiada.

Saya pernah menjadi santri, dosen, pemimpin kampus, aktivis organisasi, hingga penggerak usaha perjalanan ibadah. Namun di atas semua itu, saya hanyalah seorang hamba yang ingin hidupnya berarti di hadapan Allah dan bermanfaat bagi sesama.

Saya bukan ulama, bukan pula politisi. Saya hanyalah seorang hamba Allah yang diberi nama Ulul Albab oleh orang tua saya, dengan harapan kelak menjadi pribadi yang senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apa pun, dan selalu merenungi ciptaan-Nya di langit dan bumi, seraya berucap: “Robbanaa Maa Kholaqta Hadzaa Baathila, Subhanaka Waqinaa ‘Adzaaban-Naar”.

Sejak kecil, saya dididik di lingkungan pesantren. Dari tingkat dasar (ibtidaiyah) hingga menengah atas (Aliyah), hidup saya ditempa oleh suasana yang sederhana, penuh disiplin, dan sarat nilai-nilai Ikhlas di dunia pesantren (PP Qomaruddin).

Pesantren mengajarkan saya menjaga hati, menghargai ilmu, dan menempatkan amal sebagai puncak dari semua pengetahuan.

Setelah menamatkan pesantren, saya melanjutkan pendidikan umum di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

Dunia kampus membuka cakrawala baru. Di sini saya mulai memahami bahwa pengelolaan urusan publik adalah kunci membangun masyarakat yang adil. Alhamdulillah, saya pernah mendapatkan amanah sebagai Mahasiswa Teladan Universitas Brawijaya.

Bagi saya, penghargaan itu bukan sekadar kebanggaan, tetapi pengingat bahwa kerja keras dan niat yang tulus selalu berbuah hasil.

Perjalanan akademik saya lanjutkan ke Universitas Gadjah Mada untuk meraih gelar magister, lalu kembali ke Universitas Brawijaya untuk meraih gelar doktor di bidang Administrasi Publik.

Gelar bukan tujuan utama saya, melainkan bekal untuk memahami lebih dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan publik, dan pelayanan kepada umat.

Allah memberi saya kesempatan mengabdi di dunia pendidikan tinggi. Saya memulai dari dosen biasa, lalu dipercaya memegang berbagai Amanah, mulai dari Sekretaris Lembaga Penelitian, Ketua Lembaga
Penelitian, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Wakil Rektor Bidang Akademik, hingga Rektor sebuah perguruan tinggi ternama di Surabaya selama dua periode. Semua jabatan itu saya pandang sebagai titipan yang kelak harus saya pertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Selain di kampus, saya juga aktif di berbagai organisasi. Saya pernah memimpin Majelis Sinergi Kalam Jawa Timur (Masika: kumpulan cendekiawan muda di bawah organisasi ICMI), menjadi Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, dan menjadi pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat provinsi.

Di bidang usaha, saya mengelola layanan perjalanan ibadah umrah dan haji, dan kini dipercaya sebagai Ketua Litbang DPP AMPHURI yang menaungi ratusan penyelenggara perjalanan ibadah di Indonesia.

Menulis adalah bagian tak terpisahkan dari hidup saya. Sejak mahasiswa, saya terbiasa menulis opini di media. Hingga kini, saya berusaha menulis setiap hari — meski kadang di sela jadwal yang padat.

Menulis bagi saya adalah cara berbagi gagasan, menjaga nalar publik, dan berdialog dengan zaman.
Hidup telah mengajarkan saya satu hal penting, yaitu: ukuran keberhasilan bukanlah berapa banyak yang kita miliki, tetapi berapa banyak yang bisa kita berikan.

Saya bukan ulama, bukan politisi, tetapi saya ingin hidup saya bermanfaat. Kalau setiap orang berusaha memberi manfaat sesuai bidangnya, insyaAllah dunia akan menjadi tempat yang lebih baik.

Saya menuliskan perjalanan ini bukan untuk meninggikan diri, melainkan untuk mengajak siapa pun — terutama anak-anak muda — agar yakin bahwa jalan kebaikan selalu terbuka.

Tidak semua orang harus menjadi tokoh besar untuk memberi pengaruh. Cukup lakukan yang terbaik dari tempat kita berdiri, dengan kejujuran, kerja keras, dan hati yang tulus.

Jika kebetulan sahabat membaca tulisan ini, anggaplah kita sedang bersilaturahmi—seolah berjabat tangan dari hati ke hati.

Semoga pertemuan melalui kata-kata ini menjadi wasilah untuk merontokkan dosa-dosa kita, memperpanjang usia dalam keberkahan, dan menambah luasnya rizki yang halal dan bermanfaat. Karena bagi saya, setiap interaksi, bahkan lewat tulisan, adalah bentuk dari ukhuwah yang insyaAllah akan terus mengalirkan kebaikan.

Editor : Alim Perdana