SURABAYA - Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Jawa Timur telah berhasil mewujudkan 25 desa tangguh bencana inklusif di Kabupaten Sampang, Pasuruan, dan Lumajang.
Program Akselerasi Destana dan Integrasi dalam Mekanisme Perencanaan Desa, yang dimulai sejak September 2023, telah berhasil membangun ketangguhan desa terhadap bencana dengan melibatkan kelompok perempuan dan penyandang disabilitas dalam perencanaan pengurangan risiko bencana (PRB).
Puncak program ini ditandai dengan Workshop Cross Cutting Issue yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari tiga kabupaten tersebut, termasuk Sekda, BPBD, DPMD, Tenaga Ahli Pendamping Desa, PC LPBI NU, BPBD Jatim, Direktur Kesiapsiagaan BNPB, perwakilan Kedutaan Besar Australia, dan Program Siap Siaga.
Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI, Pangarso Suryotomo, memuji program ini sebagai pembelajaran yang luar biasa. Awalnya direncanakan untuk 10 desa, program ini berhasil dikembangkan menjadi 25 desa.
"Ini adalah pencapaian luar biasa. Pendamping desa dan fasilitator telah berhasil berkomunikasi dengan pemerintah desa dan masyarakat, menemukan pembelajaran berharga. Program ini tidak hanya tentang penanggulangan bencana, tetapi juga tentang peningkatan ekonomi yang mendorong ketangguhan desa," ujar Pangarso.
Henry Pirade, Program Manager Humanitarian DFAT mewakili Pemerintah Australia, menyampaikan rasa syukur atas keberlanjutan kerjasama dengan Nahdlatul Ulama melalui LPBI NU sejak 2006. Ia mengapresiasi LPBI NU atas keberhasilan program ketangguhan masyarakat dalam penanggulangan bencana yang mengedepankan gender dan inklusi.
Ketua LPBI NU Jawa Timur, Syaiful Amin, menambahkan bahwa program ini juga memberikan dukungan bagi UMKM perempuan, mendorong produktivitas dan kemandirian masyarakat.
Sebelum program ini dijalankan, 25 desa tersebut dinilai ketangguhannya melalui katalog PKD BNPB.
"Setelah proses fasilitasi selama satu tahun, penilaian PKD dilakukan kembali, menunjukkan peningkatan signifikan dalam ketangguhan desa, mencapai 60%," kata dia.
Pada awal program, 25 desa tersebut berstatus Destana Pratama. Setelah intervensi program, 25 desa tersebut masuk dalam kriteria Destana Utama. Hanya dua kelurahan dan satu desa yang meningkat dari pratama ke madya, dan hal itu disebabkan karena kedua kelurahan memiliki otonomi yang lebih kecil dibandingkan desa dalam hal penganggaran.
Program ini juga menghasilkan sebuah buku sebagai produk pengetahuan yang berisi pembelajaran-pembelajaran yang didapat selama program berlangsung.
Diharapkan, desa-desa dampingan dapat melanjutkan upaya-upaya ketangguhan dengan kemandirian desa dan berbagi pengetahuan dengan desa-desa tetangga. Dengan merangkul semua sumber daya yang ada, diharapkan tercipta ketangguhan bersama.
Editor : Alim Perdana