SURABAYA - Tim dosen Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya berhasil meraih Hibah Penelitian Fundamental Reguler Tahun Pendanaan 2025 dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).
Penelitian ini fokus pada isu aktual bertajuk “Formulasi Perlindungan Hukum Atas Risiko Penggunaan PayLater Bagi Remaja.”
Ketua tim, Dr. Sri Astutik, S.H., M.H., menjelaskan tujuan penelitian adalah merumuskan perlindungan hukum yang tepat bagi remaja pengguna layanan PayLater yang dinilai sebagai kelompok rentan.
“Remaja sering kali belum memahami risiko bunga, denda, maupun penyalahgunaan data pribadi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Tim Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan siswa SMA pengguna PayLater.
Penelitian melibatkan remaja berusia 15–28 tahun di Surabaya, Malang, dan Madiun dengan metode kuesioner, wawancara, netnografi, serta Focus Group Discussion (FGD).
Hasil survei menunjukkan 90,5 persen remaja mengetahui layanan PayLater, namun sebagian besar belum memahami aturan hukum dan risiko finansial. Mayoritas transaksi digunakan untuk kebutuhan konsumtif dengan nominal di bawah Rp100 ribu, sementara literasi mengenai bunga dan denda masih rendah.
Fenomena ini diperparah oleh promosi digital agresif dan regulasi yang belum mampu membatasi akses remaja. Analisis juga menemukan permasalahan serius seperti intimidasi penagihan, risiko kebocoran data pribadi, hingga jebakan utang berlapis yang meningkatkan kredit macet.
Dalam FGD, sejumlah pihak merekomendasikan perlunya regulasi khusus, peningkatan edukasi literasi keuangan, serta pengawasan ketat. Iwan Dewanto dari PT Indonada Multi Finance menilai aturan OJK yang membatasi usia minimal 18 tahun dan penghasilan Rp3 juta belum cukup.
“Diperlukan sistem scoring dan verifikasi yang lebih ketat agar remaja tidak terjebak utang konsumtif,” tegasnya.
Tim Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan mahasiswa pengguna PayLater.
Pakar hukum Unitomo, Dr. Dudik Jaja Sidarta, menambahkan perlindungan hukum bagi konsumen PayLater masih lemah karena konsumen berhadapan dengan sistem digital. Sementara itu, Faham Prasetyo, S.T. menyoroti bunga tinggi hingga 3,5 persen per bulan akibat verifikasi data yang minim.
Senada dengan itu, H. Edy Rudyanto, S.H., M.H. dari Yayasan Advokasi Lembaga Perlindungan Konsumen menegaskan pentingnya membaca kontrak dengan cermat sebelum menggunakan layanan PayLater.
“Banyak kasus gagal bayar dan penagihan tidak etis, meski aturan jelas melarang penyebaran data pribadi,” ujarnya.
Di akhir laporan, Dr. Sri Astutik menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, penyedia layanan, sekolah, dan keluarga dalam mendukung literasi hukum serta finansial remaja. Ia berharap hasil penelitian ini menjadi masukan nyata bagi regulator dan penyedia layanan dalam memperkuat perlindungan hukum.
Editor : Amal Jaelani