Kontribusi Industri Umroh Indonesia pada Perekonomian dan UMKM di Indonesia

Oleh: Ulul Albab
Kabid Litbang DPP Amphuri

KETIKA berbicara tentang industri umroh, banyak yang hanya melihatnya sebagai layanan perjalanan ibadah semata. Padahal, di balik jutaan jamaah yang berangkat setiap tahun, terdapat perputaran ekonomi yang luar biasa besar dan memberi dampak langsung maupun tidak langsung pada perekonomian nasional serta penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Data Kementerian Agama mencatat bahwa jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) terus meningkat. Pada 2023, Kemenag melaporkan terdapat lebih dari 2.000 PPIU resmi yang beroperasi di Indonesia, dengan total jamaah mencapai hampir satu juta orang per tahun (Kementerian Agama RI, 2023).

Jika rata-rata biaya umroh per jamaah berada pada kisaran Rp25 juta hingga Rp30 juta, maka perputaran dana yang dihasilkan industri ini bisa mencapai Rp25 triliun hingga Rp30 triliun per tahun. Angka tersebut bukanlah nominal kecil; ia setara dengan kontribusi sektor strategis lain dalam perekonomian nasional.

Efek Berganda bagi Perekonomian

Tidak semua dana jamaah mengalir keluar negeri untuk tiket pesawat, visa, dan akomodasi di Arab Saudi. Sebagian besar justru berputar di dalam negeri sebelum jamaah berangkat. Biaya persiapan, administrasi, perlengkapan, transportasi domestik, dan konsumsi menciptakan multiplier effect yang signifikan.

Hal ini diperkuat oleh hasil kajian Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa sektor jasa perjalanan religi, termasuk umroh, menyerap tenaga kerja cukup besar di tingkat lokal, mulai dari pegawai biro perjalanan, pemandu, hingga penyedia jasa transportasi (BPS, 2022).

Lebih jauh, keberadaan PPIU juga memperkuat rantai pasok domestik. PPIU di berbagai daerah biasanya bekerja sama dengan usaha transportasi lokal untuk mengantar jamaah ke bandara, menyewa hotel transit, hingga melibatkan tenaga kerja lepas sebagai pembimbing manasik. Artinya, dana yang dikeluarkan jamaah ikut menopang aktivitas ekonomi daerah.

UMKM sebagai Mitra Strategis

Salah satu aspek yang sering diabaikan adalah peran UMKM dalam industri umroh. Jamaah umroh hampir selalu membeli perlengkapan baru sebelum berangkat: busana muslim, mukena, peci, sajadah, koper, hingga obat-obatan herbal.

Semua produk tersebut mayoritas dipasok oleh UMKM lokal (Kementerian Koperasi dan UKM, 2022). Bahkan, banyak PPIU yang membuat “paket perlengkapan umroh” dengan menggandeng konveksi kecil atau koperasi pesantren.

Selain itu, kegiatan manasik umroh yang diadakan di daerah membuka peluang besar bagi UMKM katering, penyedia tenda, hingga penyewa gedung. Di beberapa kota, kegiatan manasik bahkan menjadi pasar rutin bagi pedagang kecil untuk memasarkan produk makanan khas daerah.

Di titik ini, industri umroh membuktikan diri sebagai ekosistem ekonomi yang tak hanya menguntungkan biro perjalanan, tetapi juga menghidupi ribuan pelaku usaha kecil.

Tidak kalah penting, setelah pulang dari Tanah Suci, jamaah biasanya membawa oleh-oleh untuk keluarga besar dan tetangga. Tradisi ini kemudian mendorong tumbuhnya UMKM lokal yang menjual produk-produk pengganti oleh-oleh Arab, misalnya kurma, madu nusantara, hingga air zamzam yang sudah disertifikasi halal. Fenomena ini menunjukkan bagaimana pasar umroh turut mendorong inovasi produk UMKM.

Tantangan Integrasi UMKM

Meski peluangnya besar, tidak semua UMKM bisa langsung masuk ke ekosistem industri umroh. Banyak pelaku usaha kecil terkendala standar kualitas, sertifikasi halal, dan packaging produk. Kementerian Perindustrian dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sudah berusaha mendorong percepatan sertifikasi halal bagi UMKM, tetapi kesenjangan masih terlihat (BPJPH, 2022).

Selain itu, persaingan antar-PPIU yang sangat ketat seringkali membuat mereka menekan biaya sehingga kurang memprioritaskan keterlibatan UMKM lokal. Beberapa PPIU bahkan memilih memasok perlengkapan jamaah dari produsen besar dengan alasan harga lebih murah dan kualitas lebih terjamin.

Di sisi lain, akses pembiayaan dan digitalisasi masih menjadi masalah klasik bagi UMKM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa hanya sekitar 20 persen UMKM yang memiliki akses pembiayaan formal (OJK, 2022). Padahal, tanpa dukungan modal, sulit bagi UMKM untuk memenuhi pesanan dalam jumlah besar dari PPIU.

Potensi Sinergi: Dari Regulasi hingga Platform Digital

Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu langkah strategis agar industri umroh benar-benar bisa menjadi motor penggerak UMKM.

Pertama, pemerintah dapat merancang regulasi yang mewajibkan keterlibatan UMKM dalam rantai pasok industri umroh. Misalnya, setiap PPIU diwajibkan menyediakan minimal 30 persen perlengkapan jamaah dari produk UMKM bersertifikat halal.

Kedua, digitalisasi perlu dipercepat. Pengembangan marketplace khusus “Ekosistem Umroh” bisa menjadi wadah yang mempertemukan PPIU dengan UMKM. Platform semacam ini akan memudahkan proses pemesanan, meningkatkan transparansi, sekaligus memperluas jangkauan pasar produk lokal.

Ketiga, lembaga keuangan syariah perlu meluncurkan produk pembiayaan mikro khusus bagi UMKM pemasok industri umroh. Skema invoice financing atau modal kerja syariah dapat membantu UMKM memutar produksi tanpa terganjal keterbatasan modal.

Mengubah Ritual menjadi Penggerak Ekonomi

Industri umroh Indonesia adalah ekosistem ekonomi yang menyerap tenaga kerja, menghidupkan UMKM, dan menggerakkan konsumsi domestik. Dalam konteks ini, umroh juga instrumen ekonomi. Dengan lebih dari satu juta jamaah per tahun dan perputaran dana mencapai puluhan triliun rupiah, potensi industri ini luar biasa besar.

Pertanyaannya adalah bagaimana memastikan dana tersebut tidak hanya mengalir keluar negeri, tetapi juga memberi manfaat luas bagi masyarakat Indonesia, terutama pelaku UMKM.

Jika dikelola secara tepat, industri umroh bisa menjadi sumbu pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional. Maka, siapa bilang industri umroh tidak berkontribusi pada perekonomian dan UMKM di Indonesia? Faktanya, kontribusinya nyata.

Tinggal bagaimana semua pemangku kepentingan, yaitu: pemerintah (kemenag, Kementerian haji dan umroh, PPIU, UMKM, lembaga keuangan, dan masyarakat) bersinergi menjadikannya motor penggerak ekonomi umat.

 

Editor : Alim Perdana