Kabar Gembira! Dosen Bisa Lebih Kreatif Tanpa Beban Administrasi

Oleh: Ulul Albab
Akademisi Universitas Dr. Soetomo
Ketua ICMI Jawa Timur

DUNIA pendidikan tinggi Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, kita ingin menjaga kualitas dan standar pendidikan. Namun, di sisi lain, terlalu banyak aturan yang justru menjadi belenggu, mengikat kreativitas, dan meredam potensi besar yang bisa dimiliki oleh perguruan tinggi kita.

Inilah yang menjadi kesadaran mendalam bagi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang dengan tegas mengusulkan revisi terhadap sejumlah aturan yang selama ini dianggap menghambat kebebasan akademik dan inovasi.

Mengubah Paradigma Pendidikan Tinggi

Menteri Satryo bukan sekadar berbicara, ia mengambil langkah konkret. Dalam pengumumannya, Menteri Satryo memaparkan empat aturan utama yang menjadi fokus revisi.

Keempat aturan ini tidak hanya sekadar perubahan regulasi biasa, tetapi lebih pada mewujudkan kebebasan yang selama ini terbatasi oleh prosedur administratif yang berbelit. Dan inilah yang menjadi pertanyaan besar: apakah perguruan tinggi kita selama ini benar-benar bebas untuk berkreasi dan berinovasi?

1. Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024: Beban Administrasi yang Melelahkan Dosen

Peraturan ini menyentuh hal-hal yang sangat mendasar: status, profesi, dan penghasilan dosen. Tidak sedikit dosen yang merasa terhambat oleh indikator kinerja utama (IKU) yang rumit dan kadang tak mencerminkan kualitas nyata dari kinerja mereka. Satryo dengan berani mengatakan bahwa peraturan ini mungkin akan dihapuskan. Kenapa?

Karena dosen seharusnya fokus pada dua hal yang paling krusial: mengajar dan melakukan penelitian. Semua urusan administratif yang rumit hanya memperburuk keadaan, menghabiskan waktu yang seharusnya digunakan untuk berkarya. Itulah alasan kuat mengapa peraturan ini perlu direvisi.

2. Permendikbud Ristek Nomor 53 Tahun 2023: Penjaminan Mutu atau Sekadar Birokrasi?

Berikutnya adalah masalah besar yang menyangkut penjaminan mutu pendidikan tinggi. Kita semua tahu, kualitas pendidikan itu penting. Namun, jika standar penjaminan mutu hanya mengarah pada prosedur birokratis yang kaku, maka yang terjadi adalah perguruan tinggi terhambat dalam berkreasi.

Menteri Satryo ingin mendengarkan masukan dari seluruh jajaran pendidikan tinggi untuk merancang aturan yang lebih fleksibel dan dinamis, yang tidak hanya mempertahankan mutu tetapi juga memberikan ruang bagi perguruan tinggi untuk berkembang sesuai kebutuhan zaman.

3. Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017: Otonomi Pemimpin Perguruan Tinggi

Revisi ini menyentuh urusan internal perguruan tinggi: pengangkatan dan pemberhentian pemimpin. Selama ini, banyak perguruan tinggi negeri yang terkendala oleh prosedur birokrasi yang terlalu rumit dalam memilih rektor. Padahal, setiap perguruan tinggi membutuhkan pemimpin yang tepat untuk membawa mereka menuju perubahan.

Menteri Satryo menegaskan pentingnya memberi otonomi yang lebih besar bagi perguruan tinggi dalam memilih pemimpinnya—tanpa dibelenggu oleh prosedur administratif yang berlarut-larut. Perguruan tinggi harus memiliki kebebasan untuk menentukan arah strategis mereka, tanpa tekanan dari sistem yang terlampau birokratis.

4. Draf Kepmen/Permen Kemdikti Saintek: Menyederhanakan Proses Administratif Pendidikan Luar Negeri

Menyetarakan ijazah luar negeri dan melanjutkan pendidikan ke luar negeri seharusnya tidak dipersulit dengan prosedur administratif yang tak berujung. Proses administrasi yang rumit hanya memperpanjang waktu, menghambat proses akademik, dan mempersulit mahasiswa atau dosen yang ingin melanjutkan pendidikan mereka.

Revisi aturan ini bertujuan untuk menyederhanakan proses administrasi yang selama ini menghambat mahasiswa dan dosen untuk melanjutkan pendidikan atau menyetarakan ijazah luar negeri mereka. Jika ini berhasil diterapkan, akan semakin banyak kesempatan bagi kolaborasi internasional dan pengembangan kualitas pendidikan Indonesia.

Kebebasan Akademik: Kunci untuk Inovasi

Menteri Satryo menegaskan sesuatu yang sangat penting: untuk berinovasi, kebebasan adalah kunci utama. Perguruan tinggi tidak akan bisa berkembang jika hanya terkungkung dalam regulasi yang mengekang. Ia menyatakan dengan jelas: "Bebaskan mereka untuk berpikir dan berkarya. Jangan diatur." Kebebasan berpikir dan berinovasi inilah yang akan menggerakkan roda dunia akademik kita.

Saat ini, inovasi bukanlah hal yang bisa dicapai hanya dengan mengikuti aturan yang kaku. Inovasi lahir dari kebebasan, dari ruang yang memungkinkan para dosen, mahasiswa, dan peneliti untuk bekerja dengan penuh gairah dan semangat. Pemerintah harus memfasilitasi itu, bukan membatasi dengan aturan yang malah menghalangi proses kreatif.

Meningkatkan Kolaborasi dan Mendorong Keterlibatan Nyata

Selain itu, revisi ini juga bertujuan untuk mendorong kolaborasi yang lebih baik antara perguruan tinggi, industri, dan masyarakat. Dunia akademik tidak bisa berjalan sendiri. Ia harus berkolaborasi dengan dunia industri untuk memecahkan masalah nyata yang dihadapi bangsa—masalah kemiskinan, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan lain sebagainya.

Perguruan tinggi harus menjadi motor penggerak inovasi yang berkontribusi langsung pada perubahan sosial. Dan untuk itu, kerjasama antar lembaga sangat dibutuhkan. Revisi ini bukan hanya tentang perubahan aturan administratif, tetapi tentang bagaimana kita dapat membawa pendidikan tinggi lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan dunia industri.

Menyongsong Era Baru Pendidikan Tinggi

Apa yang dilakukan Satryo dan timnya dalam revisi ini adalah langkah besar. Ini bukan sekadar perubahan regulasi administratif, tetapi lebih kepada transformasi dunia pendidikan tinggi Indonesia.

Dengan mengurangi birokrasi, memberikan lebih banyak kebebasan bagi perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa, serta mendorong kolaborasi dengan industri, langkah ini dapat membuka pintu bagi lahirnya inovasi yang berdampak besar pada pembangunan bangsa.

Apakah ini akan mengubah wajah pendidikan tinggi Indonesia? Saya rasa jawabannya ada pada kita semua. Kita yang harus mengawal dan memastikan bahwa perubahan ini benar-benar menciptakan lingkungan yang lebih dinamis, kreatif, dan produktif. Agar dunia akademik kita tidak lagi terjebak dalam prosedur birokratis yang menghambat, melainkan berkembang menjadi kekuatan yang memberi dampak nyata bagi kemajuan bangsa.

Kini saatnya pendidikan tinggi Indonesia melangkah maju. Dengan lebih banyak kebebasan, lebih sedikit aturan yang membelenggu, kita berharap dunia akademik kita bisa lebih berkontribusi pada kemajuan inovasi dan pembangunan bangsa. Sebuah langkah kecil yang bisa menjadi langkah besar bagi Indonesia.

 

Editor : Alim Perdana