SURABAYA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berinovasi dalam pengembangan teknologi sektor keuangan. Hal ini ditandai dengan diluncurkannya aplikasi Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (Sprint) untuk Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD).
Aplikasi Sprint dikembangkan untuk mempercepat dan mempermudah proses permohonan masuk ke dalam Regulatory Sandbox dan pendaftaran penyelenggara ITSK. Kehadiran aplikasi ini diharapkan dapat memberikan berbagai keuntungan yang signifikan bagi perkembangan industri aset kripto di Indonesia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI), Yudhono Rawis, memberikan pandangannya terkait hadirnya aplikasi SPRINT. Menurutnya, Sprint merupakan langkah maju yang sangat diperlukan untuk mendorong perkembangan industri aset kripto di Indonesia.
"Aplikasi Sprint menunjukkan komitmen OJK dalam mendukung pertumbuhan sektor aset kripto. Proses perizinan yang lebih cepat dan transparan akan sangat membantu pelaku industri dalam mempercepat inovasi dan ekspansi bisnis. Dengan proses perizinan yang lebih mudah, perusahaan dapat lebih fokus pada pengembangan produk dan layanan yang inovatif. Kami sangat mengapresiasi langkah ini dan berharap OJK terus mengembangkan kebijakan yang mendukung perkembangan teknologi keuangan di Indonesia," kata Yudho.
CEO Tokocrypto ini menambahkan, Sprint membuka peluang bagi pengembangan produk dan layanan inovatif yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Pelaku bisnis perdagangan aset kripto hingga developer proyek kripto lokal bisa memanfaatkan aplikasi ini untuk mempercepat proses perizinan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
Dengan akses yang lebih mudah dan cepat ke regulatory sandbox, mereka dapat menguji dan mengembangkan teknologi baru secara lebih efisien, serta menghadirkan solusi keuangan digital yang lebih aman dan andal bagi konsumen.
"Kehadiran aplikasi akan memberikan kesempatan bagi para inovator untuk berkolaborasi dengan regulator, sehingga tercipta ekosistem yang lebih dinamis dan mendukung pertumbuhan industri. Selain itu, dengan adanya pengawasan yang lebih baik dan sistematis dari OJK melalui Sprint, risiko-risiko yang mungkin timbul dalam industri ini dapat diminimalisir," ungkapnya.
Pelaku industri percaya bahwa inisiatif ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi ekosistem keuangan digital di Indonesia.
SPRINT akan menjadi katalisator penting bagi perkembangan teknologi keuangan, tidak hanya untuk aset kripto tetapi juga untuk berbagai inovasi digital lainnya.
Dengan infrastruktur regulasi yang lebih solid dan proses yang lebih streamlined, dapat meningkatkan potensi industri kripto di masa depan.
Di sisi lain, harga Bitcoin belum mendapatkan momentum kenaikan setelah Bitcoin halving pada 20 April lalu dan hanya diperdagangkan dikisaran US65.000 atau sekitar Rp1,06 miliar.
Dalam perkembangannya, Bitcoin gagal membangun momentum kenaikan meskipun terdapat ETF Bitcoin dan Ethereum.
Peluncuran ETF Bitcoin spot di AS dan negara lain membawa perubahan paradigma dalam ekosistem investasi Bitcoin. Namun, sentimen pasar masih lebih terfokus pada peristiwa makroekonomi.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan persetujuan ETF Bitcoin spot dan kemudian ETF Ethereum spot merupakan faktor bullish yang cukup untuk memicu reli harga Bitcoin, bahkan peluang kenaikan pasar kripto yang lebih luas. Namun, penundaan dalam pencatatan ETF ETH spot berdampak pada sentimen bullish.
Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto mencapai US$2,77 triliun pada bulan Maret 2024, sejak itu investor telah kehilangan lebih dari US$400 miliar karena kapitalisasi pasar anjlok menjadi US$2,33 triliun di pertengahan Juni.
"Alasannya adalah menurunnya kepercayaan terhadap pasar kripto karena penundaan penurunan suku bunga oleh The Fed. Terlebih dengan tidak adanya tiga kali penurunan suku bunga The Fed pada awal tahun ini, diperkirakan reli harga BTC akan melambat sampai akhir tahun," kata Fyqieh.
Pasar bullish Bitcoin telah mereda karena kekhawatiran makroekonomi sehingga membuat investor institusi menjauh. Arus masuk ke ETF Bitcoin telah negatif selama empat hari berturut-turut sejak 17 Juni, dan menyebabkan sentimen negatif di pasar kripto.
Ketidakpastian investor tentang sikap The Fed dan tren aliran ETF BTC spot AS memengaruhi permintaan pembeli terhadap Bitcoin.
Sementara iru, dominasi Bitcoin turun tajam sebesar 0,93% menjadi 54,31%, yang berarti investor tampaknya tertarik pada altcoin. Secara signifikan, Ethereum mengungguli pasar kripto yang lebih luas. Pada hari Rabu (19/6), total kapitalisasi pasar kripto naik 0,49% menjadi US$2,315 triliun.
Investor bereaksi terhadap berita SEC mengakhiri penyelidikannya terhadap Ethereum. Pengumuman tersebut kemungkinan akan memfasilitasi peluncuran pasar ETF ETH spot di AS dalam waktu dekat. Perkembangan positif saat ini dapat menyebabkan peningkatan permintaan dan berpotensi mendorong harga lebih tinggi.
"Potensi kenaikan ini dapat dilihat dari arus masuk ETF yang diantisipasi tidak hanya akan berdampak pada harga Ethereum, namun juga mempercepat pertumbuhan, adopsi, dan likuiditas yang tersedia untuk protokol DeFi yang dibangun dalam ekosistem ETH," jelas Fyqieh.
Hal tersebut memberikan gambaran awal tentang bagaimana posisi investor terhadap efek arus masuk dana ETF ETH nanti. Ketika Ethereum memperkuat posisinya, permintaan akan staking dan pengembangan dApps yang memungkinkan interaksi di berbagai blockchain ETH kemungkinan akan meningkat.
Secara historis ETF Bitcoin yang diluncurkan pada Januari 2024 telah menarik kepemilikan BTC senilai lebih dari US$58 miliar dalam 6 bulan pertama perdagangan.
Jika ETF Ethereum menarik setengah dari daya tarik tersebut, seperti yang diperkirakan, investor dapat mengantisipasi aliran masuk modal lebih dari US$20 miliar ke pasar ETH dalam beberapa bulan mendatang.
ETF Ethereum dapat menjadi katalis untuk harga tertinggi baru ETH disekitar US$5.000-US$6.000 dalam jangka pendek, karena berpotensi menarik basis investor yang lebih luas dan meningkatkan legitimasi pasar.
Editor : Alim Perdana