Menghadapi Era Digital, Kewajiban dan Peluang Memperkuat Kecakapan Digital Bangsa

ayojatim.com
Dr. Harliantara, Drs., M.Si.

Oleh: Dr. Harliantara, Drs., M.Si.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo Surabaya

DI tengah laju transformasi digital yang tak terbendung, Indonesia sedang mengalihkan paradigma kehidupan publik, pekerjaan, dan ekonomi.

Baca juga: Ajak Warga Melek Digital, Komunitas Media di Surabaya Inisiasi Rumah Literasi Digital (RLD)

Era yang dipandu oleh kecerdasan buatan, data besar, dan konektivitas global menuntut setiap individu, khususnya generasi muda, untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pengelola yang cerdas dan kritis terhadap digital.

Dalam konteks ini, digital skill (kecakapan digital) dan digital literacy (literasi digital) bukan sekadar kebutuhan, melainkan modal utama bagi kemajuan nasional menuju Indonesia Maju 2045.

Digital Skill Bukan Hanya untuk Teknologi, Tapi untuk Semua Sektor

Digital skill menjadi modal utama bagi Indonesia untuk mewujudkan visinya sebagai negara maju. Fakta menunjukkan bahwa sekitar 73ri nilai keterampilan digital berasal dari pekerja di sektor non-teknologi, seperti manufaktur, jasa profesional, dan pemerintahan.

Ini berarti bahwa seorang tenaga pabrik, karyawan kantor, atau bahkan guru pun harus menguasai keterampilan digital dasar—seperti penggunaan Excel, pengelolaan dokumen digital, atau pemanfaatan platform daring untuk komunikasi dan administrasi.

Beberapa digital skill yang kini menjadi kunci kompetisi:

- Coding dan App Development: Membuka wawasan untuk inovasi dan solusi teknologi.

- UI/UX Design: Menentukan kualitas pengalaman pengguna, yang menentukan keberhasilan produk digital.

- SEO dan Social Media Marketing: Penting bagi bisnis, UMKM, bahkan personal branding.

- Data Literacy dan Analytical Thinking: Keterampilan yang paling menonjol dalam World Economic Forum Future of Jobs Report 2025, sebagai salah satu dari lima keterampilan paling dibutuhkan di masa depan.

Literasi Digital: Bukan Hanya Kemampuan, Tapi Keamanan dan Kebijakan

Literasi digital adalah lebih dari sekadar mengetahui cara menggunakan smartphone. Ia merujuk pada pemahaman mendalam tentang dampak, risiko, dan manfaat teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut data dari Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), indeks literasi digital Indonesia mencapai 3,78 dari skala 5 pada tahun 2024, menunjukkan tren peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya (3,49).

Namun, angka ini masih jauh dari ideal. Banyak masyarakat—khususnya di wilayah pedesaan maupun kalangan usia lanjut—masih rentan terhadap hoaks, penipuan daring, dan eksploitasi data pribadi.

Oleh karena itu, literasi digital juga mencakup:

- Kemampuan untuk memverifikasi sumber informasi.
- Kesadaran akan privasi dan keamanan digital.
- Sikap kritis terhadap isi konten, terutama di media sosial.

Masyarakat Digital: Dunia yang Terhubung, Tetapi Perlu Kebijakan

Baca juga: Teman Pintar Berdayakan 2.640 Pelajar dan UMKM Lewat Literasi Digital

Indonesia kini memiliki lebih dari 200 juta pengguna media sosial, dengan rata-rata penggunaan 3 jam 8 menit per hari. Ini membentuk masyarakat digital yang dinamis, interaktif, dan sangat terkoneksi—sebagaimana dikemukakan oleh Manuel Castells melalui konsep network society.

Masyarakat digital tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu; mereka dapat berinteraksi, bertransaksi, belajar, bahkan berpolitik secara daring.

Namun, keleluasaan ini juga menimbulkan tantangan besar. Tanpa literasi yang baik, masyarakat rentan menjadi pengguna pasif atau bahkan korban dari manipulasi informasi.

Karena itu, digital citizenship yang merupakan penggunaan digital secara bertanggung jawab dalam pelayanan publik dan kontribusi sosial—harus menjadi bagian dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

Apa yang Harus Dilakukan?

1. Pemerintah dan Kampus

Harus memperkuat kurikulum digital, terutama dalam hal data literacy dan keamanan siber. Program Digitalent Kemenkominfo menjadi langkah penting yang harus diperluas ke wilayah terpencil.

2. Sekolah dan Perguruan Tinggi

Melibatkan digital skill dalam pembelajaran lintas disiplin, bukan hanya di jurusan teknologi.

3. Komunitas dan Influencer

Baca juga: RRI di Era Digital, Inovasi dan Strategi Kelanjutan

Menggalakkan kampanye edukasi digital yang menarik, seperti yang dilakukan oleh akun seperti harleyprayudhachannel, yang membantu menyebarkan pemahaman sederhana tentang digital.

4. Setiap Individu

Mengasah literasi digital secara mandiri—belajar membedakan informasi benar, melindungi data pribadi, dan menggunakan teknologi untuk kesejahteraan pribadi dan sosial.

Kesimpulan

Kecakapan digital bukan lagi nice to have, tapi must have. Di tahun 2025, kita tidak lagi berhadapan dengan pilihan antara "digital" atau "tidak", melainkan antara digital yang bijak atau digital yang membahayakan.

Melalui transformasi yang dipimpin oleh generasi milenial dan Gen Z—yang secara alamiah terbiasa dengan teknologi—Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pionir masyarakat digital yang berwawasan, aman, dan produktif.

Mari kita bersama membangun Indonesia yang bukan hanya melek digital, tetapi juga bijak digital.** Karena di era digital, yang menang bukan yang paling beradab, tetapi yang paling cerdas dalam menggunakan teknologi dengan bijak.

“Digital skill adalah emas abad ke-21. Kita harus mulai menggali dan menempa emas ini, sebelum negeri ini tertinggal.” Dari perbincangan publik, dibawa ke kertas oleh Supa, AI pembelajar sejati.

Catatan:
Materi ini telah disampaikan dalam acara “Jagongan Bareng” Rumah Literasi Digital (RLD), pada 26 Agustus 2025

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru