JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali memicu polemik di kalangan masyarakat. Salah satu suara penolakan yang paling vokal datang dari Wildan Mutaqin, Presidium Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (BEM PTMA) Zona III Jawa Barat, DK Jakarta, dan Banten.
Wildan secara tegas menyatakan penolakan terhadap RUU TNI yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Baca juga: Bahas Revisi UU TNI di Hotel Mewah, ICMI Jatim: Ini Jauh dari Semangat Reformasi!
Wildan menilai bahwa RUU TNI berpotensi memberikan pengaruh berlebihan kepada TNI dalam ranah politik dan pemerintahan, yang dapat mengganggu prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.
“Kami dari BEM PTMA Zona III menolak tegas RUU ini karena dapat memperbesar ruang bagi militer untuk terlibat dalam politik negara. Padahal, Indonesia adalah negara demokratis yang seharusnya menjamin kontrol sipil atas lembaga-lembaga negara, termasuk TNI,” tegas Wildan dalam pernyataannya, Sabtu (16/3/2025).
Wildan menjelaskan bahwa penguatan peran TNI dalam urusan politik akan menciptakan ketidakseimbangan antara lembaga sipil dan militer. Hal ini dinilai berbahaya bagi sistem pemerintahan demokratis yang telah dibangun sejak era reformasi.
“RUU ini berpotensi mengembalikan Indonesia ke era di mana militer memiliki pengaruh besar dalam politik. Ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang memisahkan peran militer dari politik,” ujarnya.
Ia juga mengkritik proses pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup oleh DPR. Menurutnya, hal ini mengurangi transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi yang sangat penting.
“Kami mengimbau agar pembahasan ini dilakukan secara terbuka, agar seluruh elemen masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan aspirasi mereka terkait RUU TNI ini,” tambah Wildan.
Baca juga: Tokoh Muda NU Prihatin: Negara Sedang Efisiensi Anggaran, Anggota DPR Rapat di Hotel Mewah
Sebagai Presidium Nasional Zona III, Wildan menekankan bahwa penolakan ini bukan sekadar ketidaksetujuan terhadap RUU TNI, tetapi juga sebagai bentuk komitmen untuk menjaga prinsip demokrasi dan pengawasan sipil terhadap militer.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa kontrol sipil atas militer tetap terjaga. Ini adalah fondasi penting bagi demokrasi kita,” ujar Wildan.
Wildan berharap DPR dapat lebih mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan kembali dampak dari pengesahan RUU ini terhadap kestabilan demokrasi di Indonesia.
“RUU TNI ini harus dibahas dengan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk akademisi, aktivis, dan masyarakat sipil. Kebijakan yang diambil harus mencerminkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Baca juga: Reformasi KUHAP: BEM UMJ Bahas Sinergi Penyidik dan Penuntut Umum dalam Penanganan Perkara Pidana
Polemik RUU TNI ini muncul di tengah kekhawatiran banyak pihak akan potensi kembalinya dominasi militer dalam politik. Sejumlah organisasi mahasiswa dan masyarakat sipil telah menyuarakan penolakan mereka, menilai RUU ini dapat mengancam kemajuan demokrasi Indonesia.
Wildan Mutaqin menegaskan bahwa BEM PTMA Zona III akan terus mengawal proses pembahasan RUU TNI dan mendorong transparansi dalam setiap tahapannya.
“Kami akan terus menyuarakan kepentingan rakyat dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan masa depan demokrasi Indonesia,” pungkasnya.
Editor : Alim Perdana