Hari Pahlawan bukan hanya tentang cerita kemenangan. Ia bukan sekadar deretan nama pahlawan yang kita hafal di buku sejarah, atau upacara bendera yang berlangsung khidmat setiap 10 November.
Hari Pahlawan juga adalah kisah tentang nyawa yang dipertaruhkan, darah yang tumpah, air mata yang mengalir, dan tanah yang pernah porak poranda demi sebuah kata: merdeka.
Kita sering merayakan kemenangan, tetapi jarang mengingat luka. Kita menggelar perayaan, namun lupa bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini lahir dari penderitaan yang tak bisa terbayarkan.
Mereka yang berlumur peluh dan darah itu tak pernah meminta disanjung. Mereka hanya ingin tanah ini tetap berdiri, dan rakyatnya hidup dengan martabat.
Namun, ada kecenderungan baru dalam memperingati Hari Pahlawan, yang selalu menjadi panggung pesta, itu saja yang penting. Seolah hal itu menjadi "shahih" untuk menghormati jasa-jasa para pahlawan nasional, tanpa mengingat, mengenang, bagaimana mereka "korban" perjalanan sejarah bangsa ini.
Panggung gemerlap, hiburan berlebihan, dan kemeriahan yang justru mempertebal jurang sosial, mereka yang bisa berpesta dan mereka yang hanya menjadi penonton. Seolah perjuangan telah selesai, dan kita tinggal menikmatinya.
Padahal, semestinya Hari Pahlawan menjadi ruang kontemplasi. Menjadi jeda untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah kita benar-benar telah menjaga apa yang telah mereka perjuangkan?
Apakah keadilan sudah merata? Apakah martabat rakyat sudah terjamin? Apakah kita sudah bersikap sebagai anak bangsa yang tahu diri?
Karena pahlawan bukan hanya mereka yang gugur di medan perang. Pahlawan juga mereka yang hari ini berjuang dalam diam: petani yang setia mengolah tanah, guru yang mendidik tanpa syarat, tenaga kesehatan yang menjaga nyawa di tengah kerasnya hidup, orang tua yang bekerja siang dan malam demi masa depan anak-anaknya.
Maka, di Hari Pahlawan 2025 ini, mari kita merendah sejenak. Mari meletakkan ego, meninggalkan kesombongan, dan memaknai kembali kata “perjuangan”.
Kemerdekaan bukan sesuatu yang selesai.
Kemerdekaan harus dirawat, diperjuangkan ulang, dan dijaga dari ketidakadilan yang terus berganti wajah.
Untuk semua para pahlawan yang telah gugur, yang namanya tercatat dan yang tak pernah disebut.
Selamat Jalan para pahlawan Republik Indonesia.
Lahumul Ftihah.
Penulis : AM Lukman - Surabaya
Editor : Amal Jaelani