PEMERINTAH dan DPR akan segera membahas Revisi Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Revisi ini berdampak langsung pada jutaan calon jamaah dan ribuan pelaku usaha penyelenggara ibadah Haji dan Umroh.
Dalam Media Gathering AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) di Jakarta pada 1 Agustus 2025, ditekankan pentingnya regulasi yang adil, proporsional, dan berpihak pada jamaah.
AMPHURI mengingatkan agar regulasi tidak hanya dibuat dari sudut pandang birokrasi, tetapi juga mempertimbangkan masukan dari pelaku lapangan dan harapan jamaah. Tiga isu krusial disorot:
1. Kuota Haji Khusus: Hati-hati dengan Pasal Karet
Pasal 8 ayat (4) yang berbunyi “Kuota haji khusus paling tinggi 8%” menimbulkan masalah karena frasa "paling tinggi" membuka ruang manipulasi dan penafsiran bebas.
AMPHURI mengusulkan perubahan menjadi “sekurang-kurangnya 8%” untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah ketidakpastian bagi pelaku usaha (PIHK) dan jamaah Haji Khusus.
2. Umrah Mandiri: Niat Baik yang Bisa Disalahgunakan
Pasal 86 yang memperkenalkan “umrah mandiri” berpotensi meningkatkan praktik percaloan dan penyelenggaraan umrah ilegal tanpa jaminan perlindungan bagi jamaah.
AMPHURI mendesak penghapusan istilah “mandiri” dari RUU atau penerapan regulasi ketat untuk mencegah praktik ilegal dan melindungi jamaah.
PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) yang resmi dan terdaftar menjadi jaminan profesionalisme dan akuntabilitas.
3. Hilangnya Pengakuan Formal terhadap Asosiasi
Draf RUU menghilangkan pengakuan terhadap asosiasi penyelenggara haji dan umrah, seperti AMPHURI, yang berperan penting dalam pengawasan internal, penyusunan standar layanan, dan dialog antara pelaku usaha dan pemerintah.
AMPHURI mengusulkan pasal baru yang mewajibkan pemerintah dan badan penyelenggara melibatkan asosiasi dalam proses kebijakan, pengawasan, dan evaluasi layanan.
Jangan Padamkan Suara Jamaah dan Suara Publik
RUU ini menyangkut ibadah yang melibatkan emosi, spiritualitas, dan kepercayaan publik. Pendekatan regulatif tidak boleh hanya administratif dan sentralistik; dimensi kemanusiaan dan hak sipil harus dijaga.
AMPHURI menekankan pentingnya regulasi yang berpihak pada jamaah, bukan pada dominasi birokrasi atau skema komersial yang tak bertanggung jawab.
Publik dan media diajak mengawal pembahasan RUU ini secara kritis dan objektif.
Jakarta, 2 Agustus 2025
Penulis: Ulul Albab
Ketua Bidang Litbang DPP Amphuri
(Catatan: Naskah ini ditulis untuk melengkapi pemberitaan tentang media gathering Amphuri tanggal 2 Agustus 2025.)
Editor : Alim Perdana