Oleh: Ulul Albab
Akademisi, Ketua ICMI Jawa Timur, Ketua Litbang DPP AMPHURI
SAYA tidak sedang bicara soal politik atau rebutan bisnis. Melalui artikel ini, saya sedang bicara soal ibadah. Tepatnya, ibadah yang menjadi mimpi puluhan juta orang Indonesia: haji dan umrah.
Dalam sebulan terakhir, saya membaca banyak narasi tentang rencana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pemerintah dan DPR sedang menggodok perubahan besar. Sebagian orang menyambutnya sebagai langkah pembaruan. Sebagian lagi, termasuk saya, justru merasa cemas. Karena saya menjumpai ada banyak hal yang tidak sederhana.
Salah satunya adalah wacana membuka layanan “umrah mandiri”. Kedengarannya keren. Apalagi jika dibungkus jargon digitalisasi, efisiensi, kebebasan memilih, dan modernisasi.
Tapi, berdasarkan pengalaman membersamai jamaah selama puluhan tahun, saya tahu bahwa urusan ibadah itu tidak sesederhana membeli tiket dan pesan hotel lewat aplikasi.
Ibadah Itu Tidak Netral
Kalau haji dan umrah cukup dikelola seperti mengurus pesawat dan penginapan, maka biarlah biro perjalanan biasa saja yang mengurus. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Ada bimbingan manasik, ada tuntunan niat, ada prosedur syar’i yang tidak bisa semuanya secara detail diajarkan lewat brosur atau YouTube. Ada tanggung jawab moral yang tak bisa diukur dengan rating bintang lima.
Saya sering menemui jamaah yang baru sadar saat di Mekkah bahwa mereka tidak tahu cara thawaf yang benar. Ada yang kebingungan karena tidak tahu perbedaan antara sa’i dan tawaf ifadah.
Di situ kami sadar, betapa pentingnya peran pembimbing dan penyelenggara ibadah yang memang paham agama, paham medan, dan paham manusia.
Maka ketika saya membaca bahwa ibadah ini akan dibuka bebas tanpa pengaturan ketat, saya gelisah.
Bukan Anti-Kemajuan, Tapi Jangan Asal Buka
Saya tidak anti-teknologi. Justru saya pendukung digitalisasi. Saya juga bukan pembela status quo. Banyak hal yang harus dibenahi dalam tata kelola ibadah haji dan umrah kita. Tapi jangan salah arah.
Jangan sampai semangat modernisasi justru membuka jalan bagi pihak-pihak yang tak memahami hakikat ibadah untuk ikut ambil peran, hanya karena mereka punya modal dan teknologi.
Saya percaya, kita bisa memodernisasi sistem tanpa menghilangkan ruh ibadah. Kita bisa membuat layanan makin transparan dan profesional tanpa melepaskan tanggung jawab syar’i. Kita bisa membuka peluang tanpa harus mengorbankan kualitas.
Yang penting adalah niatnya: apakah mau memperbaiki tatakelola menjadi lebih profesional? atau mau mengambil alih dengan dalih reformasi dan transformasi?
Jangan Anggap Semua Salah
Hari ini, ratusan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) telah bekerja siang malam, selama puluhan tahun.
Mereka melayani umat tanpa fasilitas negara. Mereka membangun sistem dengan segala keterbatasan. Tentu ada yang jatuh dan salah langkah. Tapi tidak adil jika satu-dua kesalahan dijadikan alasan untuk menggusur semuanya.
Saya percaya, pemerintah tidak sedang ingin menggusur. Tapi kita, bahkan publik tahu, bahwa regulasi bisa saja disusupi banyak kepentingan. Maka kewaspadaan adalah bagian dari ikhtiar. Bukan curiga, tapi menjaga.
Kami Tidak Diam
Karena itulah kami terus menulis. Bukan untuk menyerang, tapi untuk mengingatkan. Agar arah perubahan tidak melenceng. Agar ibadah tetap ibadah. Agar layanan tetap di tangan orang yang paham tanggung jawabnya, bukan yang sekadar paham algoritma dan pemasaran.
Kami percaya, negara punya niat baik. Tapi niat baik butuh masukan. Butuh suara dari lapangan. Butuh pendapat dari mereka yang selama ini berkhidmat menjadi ujung tombak.
Kami tidak ingin menyaksikan hari di mana jamaah umrah kelelahan di bandara asing karena salah informasi.
Kami tidak ingin mendengar kabar jamaah tersesat di Mekkah karena pesan layanannya dibatalkan sepihak oleh sistem. Kami tidak ingin ibadah ini kehilangan makna hanya karena dikelola oleh pihak yang tak paham makna ibadah.
Tolong Dengarkan Kami
Kami tidak menolak perubahan. Kami hanya ingin ikut serta menyempurnakan. Kami ingin menjadi bagian dari sistem yang lebih baik. Tapi jangan jadikan kami penonton, apalagi korban, dari sistem yang hendak dibangun ulang tanpa pemahaman mendalam tentang ibadah.
Tolong jangan salah atur ibadah kami. Buat para PPIU, PIHK dan Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umroh: Selamat Berjihad.
Bersambung...
Editor : Amal Jaelani