Ojo Dibandingke, KDM Gubernur Konten, Khofifah Gubernur Rakyat

avatar ayojatim.com
Ramadhan Isa, Kornas Poros Muda NU. foto: pmnu/ayojatim
Ramadhan Isa, Kornas Poros Muda NU. foto: pmnu/ayojatim

OJO DIBANDINGKE, kalimat itu yang dilontarkan saat jurnalis di Gedung Negara Grahadi menanyakan apakah Khofifah Indar Parawansa akan melakukan kebijakan serupa dengan Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM.

Diantaranya, penghapusan tunggakkan kendaraan bermotor dan sekolah barak untuk anak nakal ala KDM. Sementara Khofifah lebih memilih pemutihan denda, dan mengembangkan sejumlah sekolah taruna. Khofifah pun menolak penggunaan istilah anak nakal.

Kalau dilihat secara faktual, saat ini memang hanya ada dua gubernur yang tingkat popularitasnya tertinggi, KDM dan Khofifah. Namun, bukan berarti harus selalu membandingkan kebijakkan diantara keduanya. Sebab, karakteristik figur pemimpin mau pun wilayah antara Jawa Barat dan Jawa Timur jelas berbeda.

KDM Gubernur Konten, istilah ini secara terbuka disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud. Sebutan Gubernur Konten itu disampaikan Rudy saat Raker Komisi II DPR RI dengan Kemendagri yang juga dihadiri oleh sejumlah gubernur, termasuk KDM.

Saat itu, KDM tidak membantah apalagi marah. Ia justru membanggakan dengan konten yang ia buat bisa membuat efisiensi anggaran. KDM mencontohkan, sebelumnya anggaran iklan publikasi mencapai Rp50 Miliar.

Namun di era Gubernur KDM, anggaran publikasi bisa ditekan hingga tinggal Rp3 Miliar. Menurut KDM, efisiensi itu berkat konten yang ia buat. Katanya, meski anggaran kecil tapi berita tetap viral. Semua itu berkat popularitas KDM yang tinggi saat ini.

Bila mengibaratkan kinerja KDM ini mirip pasukan Artileri. Pergerakannya ditopang oleh "serangan udara" yang maksimal. Apa pun yang ia lakukan selalu disupport "tim udara". Sejumlah kameraman pribadinya selalu siap mengabadikan setiap gerak KDM menjadi konten. Selanjutnya diupload ke sejumlah akun medsos KDM yang memiliki banyak follower.

Penggunaan medsos oleh pejabat publik adalah sesuatu yang lumrah untuk melakukan pencitraan atau sosialisasi. Joko Widodo adalah Pioneer-nya. Saat ini, KDM yang melanjutkan. Namun banyak yang menilai KDM sudah tahap over dosis menggunakan medsos. Hingga akhirnya muncul istilah Gubernur Konten.

Sesungguhnya penggunaan medsos memang lebih efisien dan efektif. Karena tanpa diliput oleh banyak media, kegiatannya tetap viral. Namun sentuhan langsung ke masyarakat menjadi minim dan terkesan one man show. Potensi blunder pun menjadi tinggi, karena semua serba spontan tanpa ditopang data serta riset yang cukup.

Hal itu terbukti dari kebijakan pemberian bansos dengan syarat vasektomi dan penanganan anak yang dianggap nakal dikirim ke barak militer. Dua kebijakkan ini sontak menimbulkan kontroversi di publik. Sebab, masuk ke wilayah private.

Berbeda dengan KDM, Khofifah lebih memilih bergerak simultan menemui dan menyapa masyarakat Jawa Timur yang ia pimpin. Bak seorang pasukan infanteri yang kuat berjalan berkilo meter, naik-turun gunung dan keluar-masuk hutan. Khofifah blusukan bertemu masyarakat.

Seringkali daerah yang ia sambangi tak mudah untuk dijangkau. Namun itu tak membuat dirinya urung menemui masyarakat. Di setiap pertemuannya dengan masyarakat selalu diwarnai haru bahagia, karena tak menyangka pemimpinnya blusukan ke daerah yang sulit dijangkau karena kontur alamnya. Ini menegaskan Khofifah adalah Gubernur Rakyat.

Namun, Khofifah tidak menjadikan jejak perjalanannya ke dalam konten. Ia hanya mengandalkan tim humas Pemprov Jatim dan jurnalis yang bersedia berjibaku mengikuti perjalanan berat. Kalau pun ada acara seremoni, biasanya itu di awal atau pun di akhir kegiatan yang disiapkan kepala daerah setempat, baik Bupati atau Walikota.

Dalam kegiatan blusukannya, Khofifah juga selalu membawa kepala dinas terkait. Hal ini tepat, agar para pejabat teknis itu bisa memahami lebih dekat permasalahan di lapangan. Ia pun juga bisa mendapat masukan dari Kepala OPD yang lebih memahami masalah secara teknis.

Sejatinya Khofifah punya akun medsos dengan jumlah follower yang besar. Namun yang agak aktif hanya Instagram, dengan pengikut mencapai satu jutaan. Itu pun digunakan seperlunya saja. Tampaknya Khofifah lebih memilih "serangan darat" dari pada "serangan udara". Selebihnya publikasi diserahkan kepada Tim Humas Pemprov Jatim. Meski tanpa dukungan maksimal media sosial, ketokohan Khofifah tetap punya nilai jual untuk diberitakan.

Soal stamina Khofifah tak perlu diragukan, sangat luar biasa. Tampaknya itu tak lepas dari semangat silaturahminya yang tinggi, yang merupakan tradisi warga NU. Memang tradisi NU sangat kental di era Khofifah. Gedung negara Grahadi seringkali menjadi tempat istigosah dan selawatan Akbar. Kekentalannya dengan Nahdliyin ini yang mengantarkannya ke kursi Gubernur. Mafhum, Jawa Timur basis pesantren dan mayoritas Nahdliyin yang merupakan massa Nahdlatul Ulama.

Meski tokoh NU tulen yang punya jutaan massa, terutama jamaah Muslimat NU. Tapi Khofifah juga dekat dengan ormas keagamaan lain, seperti Muhammadiyah, sampai LDII. Ia paham menjaga keseimbangan Jawa Timur yang majemuk agar tetap sejuk. Tak heran di bawah kepemimpinan Khofifah, Jawa Timur kondusif. Investor pun menjadikan Jatim sebagai tempat investasi.

Khofifah belakangan sering mendapat serangan dan hujatan dari netizen dengan membandingkan dirinya dengan KDM, tapi Khofifah tak goyah apalagi membalas. Ia tetap bekerja dan terus berjalan.

Kecintaannya pada Jawa Timur dan rakyatnya sangat luar biasa, hal itu sebagaimana yang disampaikan ekonomi senior, almarhum Dr. Rizal Ramli. Hal itu lah yang membuat ia seperti tak pernah lelah. Bahkan tetap enerjik di usianya yang pada hari ini, 19 Mei 2025 genap berusia 60 tahun. Nenek dari Aila itu tetap enerjik.


Ramadhan Isa
Koordinator Nasional Poros Muda NU/Alumni PMII Ciputat

Editor : Diday Rosadi