SURABAYA – Rumah Literasi Digital (RLD) memperkenalkan program “Kampung Gengster Digital” sebagai upaya memperkuat literasi dan keterampilan digital warga kampung di Surabaya.
Melalui program ini, warga didampingi memanfaatkan TikTok untuk berjualan, menjadi affiliate, hingga membuat konten berbasis kecerdasan buatan (AI).
Koordinator program Rumah Literasi Digital Surabaya, Ahmad Rizky, menjelaskan istilah “gengster” sengaja digunakan sebagai simbol solidaritas warga, termasuk juga untuk menarik minat para gen Z untuk produktif dan kreatif memanfaatkan peluang usaha tanpa butuh modal yang besar.
“Kami ingin menggeser makna gengster menjadi positif. Di sini gengster artinya kompak, saling dukung, dan bergerak bareng agar warga kampung punya daya saing di era digital,” ujarnya, Minggu (14/12/2025).
Peluncuran program ditandai dengan Workshop Seller & Affiliate TikTok pada Jumat, 12 Desember 2025. Belasan peserta dari berbagai kampung di Surabaya belajar dasar live, sistem kerja affiliate, teknik closing, dan branding produk lokal. Dua praktisi TikTok, Makin (affiliate TikTok) dan Isnan (seller TikTok), berbagi pengalaman langsung.
Menurut Makin, antusiasme warga tinggi, tetapi masih banyak yang terbentur fasilitas.
“Minat teman-teman kampung buat coba affiliate dan live itu besar, tapi alat mereka terbatas. Ada yang cuma punya satu HP, tidak punya tripod, bahkan masih pakai mic bawaan HP,” kata Makin.
Untuk menjawab kendala tersebut, RLD menyiapkan skema peminjaman alat konten dan live streaming, mulai tripod hingga microphone wireless. Warga juga didorong menerapkan sistem gotong royong tukar-pinjam produk untuk kebutuhan konten dan live bersama.
“Tidak semua orang punya modal beli alat atau stok barang. Karena itu kami sediakan peminjaman dan mendorong kolaborasi. Misalnya, satu warga punya produk makanan, yang lain punya fesyen, mereka bisa live bareng dan saling bantu promosi,” jelas Rizky.
RLD juga membuka pelatihan pembuatan video berbasis AI. Warga diperkenalkan pada alat-alat yang bisa membantu mengedit video, membuat visual, hingga menyusun skrip konten.
“AI sering terdengar rumit buat warga kampung. Kami ingin tunjukkan bahwa AI bisa jadi asisten kreatif, bukan ancaman. Justru bisa bantu konten mereka lebih rapi tanpa kursus mahal,” tambahnya.
Dampak program mulai terasa dari cerita para peserta. Grup WhatsApp “Kampung Gengster Digital” sempat heboh ketika Deni, salah satu peserta, membagikan tangkapan layar GMV TikTok sebagai bukti ada penonton yang checkout lewat link affiliate miliknya. Padahal, live yang ia lakukan masih sangat sederhana.
“Live pertama saya cuma pakai gambar produk, musik biasa, durasinya sebentar. HP-nya juga sering bermasalah karena baterai suka copot. Tapi tetap ada yang checkout dari link affiliate saya,” ungkap Deni.
Akun TikTok Deni sebelumnya berisi konten game dengan mayoritas pengikut dari luar negeri. Menariknya, pada percobaan pertama sebagai affiliate, justru pembeli lokal yang melakukan transaksi.
“Saya jadi yakin, yang penting berani mulai dan mau belajar. Program ini bikin orang kampung seperti saya merasa mungkin untuk masuk ke ekonomi kreator,” ujarnya.
Deni sebelumnya bekerja sekitar sembilan tahun di perusahaan multi-brand retail global dengan posisi terakhir asisten supervisor. Setelah berhenti pada 2023, ia mencari jalan baru dan kini melihat peluang lewat pendampingan Kampung Gengster Digital.
“Prinsip melayani dan mengerti produk masih sama, hanya mediumnya yang pindah ke layar,” katanya.
Mulai Januari 2026, Kampung Gengster Digital akan diperluas ke 12 titik kampung di Surabaya, masing-masing dua titik di kawasan Utara, Timur, Barat, Selatan, dan Pusat.
Warga, komunitas, dan pengurus kampung yang berminat dapat mendaftarkan wilayahnya melalui admin Instagram resmi Rumah Literasi Digital.
Editor : Amal Jaelani