Ketika Keadilan dan Integritas Menjadi Perdebatan

Foto: Ilustrasi/AI
Foto: Ilustrasi/AI

PERNAHKAH Anda berpikir mengapa sejumlah perusahaan negara, yang seharusnya bisa menguntungkan negara, malah mengalami kerugian bertubi-tubi?

PT Pertamina, PLN, dan banyak lainnya, mereka tidak memiliki kompetitor yang layak, namun tetap berada dalam kondisi merugi. Aneh, bukan?

Kita seolah melihat ada sesuatu yang tidak beres. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ini bisa terjadi?

Masalah besar yang dihadapi oleh banyak perusahaan milik negara ini bukan hanya masalah manajerial. Ini adalah masalah yang jauh lebih dalam. Masalah yang terkait dengan sistem pengelolaan dan, tentu saja, masalah korupsi.

Dalam perusahaan-perusahaan ini, tak jarang ada "biawak" yang berkeliaran, yakni orang-orang yang dengan sengaja merusak dari dalam. Bahkan, bukan hanya di tingkat perusahaan, korupsi ini merambah ke berbagai sektor, dari pejabat tinggi hingga aparat penegak hukum.

Kenapa korupsi ini bisa begitu besar dan tak terkendali? Karena, pada kenyataannya, para pelaku korupsi tahu bahwa mereka bisa membeli "mulut-mulut" penegak hukum. Polisi, jaksa, hakim, dan bahkan anggota KPK bisa "dibayar" untuk diam. Di sini, kita berbicara tentang sebuah permasalahan sistemik yang sudah begitu mendarah daging.

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu solusi yang dibuat pemerintah untuk memberantas praktek korupsi yang sudah mengakar. KPK lahir dengan tujuan mulia: menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, banyak yang merasa keberadaan KPK menjadi semacam teka-teki.

Salah satu hal yang paling banyak dipertanyakan adalah mengapa anggota KPK banyak yang berasal dari polisi atau kejaksaaan. Bukankah itu aneh? Seandainya para polisi dan jaksa mampu memberantas korupsi, maka tidak perlu ada lembaga seperti KPK. Keberadaan KPK mestinya menjadi jawaban atas ketidakmampuan lembaga penegak hukum yang ada.

DPR dan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor

Bicara soal permasalahan hukum, kita tidak bisa lepas dari peran DPR. Mengapa sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang lebih keras yang mengatur tentang perampasan aset koruptor dan hukuman mati bagi koruptor?

Banyak yang merasa bahwa DPR tidak serius dalam menghadapi masalah ini. Bahkan, ada anggapan bahwa banyak anggota DPR yang terlibat dalam permainan ini, permainan yang melindungi para koruptor.

Coba kita lihat lebih jauh. Mengapa pasal-pasal yang dituntutkan kepada koruptor selalu pasal-pasal ringan? Bukankah sangat ironis jika seseorang yang merugikan negara hingga triliunan, hanya dijatuhi hukuman yang sangat ringan?

Ada yang berpendapat, ini terjadi karena banyak pihak yang sudah sepakat untuk menyelamatkan mereka. Para penegak hukum sudah saling "menutupi" satu sama lain. Mereka sudah bermain dalam satu "lingkaran setan" yang sulit untuk diputus.

Pikiran kita langsung menuju sebuah gambaran: korupsi besar yang bisa dilakukan begitu saja, karena para penegak hukum sudah bisa "dibayar" untuk menutupinya. Koruptor yang menggelapkan uang negara dalam jumlah yang sangat besar, bisa selamat hanya dengan membagikan sedikit bagian dari hasil kejahatannya.

Sangat mustahil seorang penegak hukum akan menjatuhkan hukuman berat jika tidak ada apa-apa dengan mereka, jika tidak ada "kesepakatan" yang terselubung di balik layar.

Bagaimana Negara Ini Bisa Berubah?

Sekarang kita sampai pada pertanyaan besar: apakah kita akan membiarkan sistem ini terus berjalan? Apakah kita sebagai rakyat Indonesia akan terus diam, menerima begitu saja keadaan yang bobrok ini?

Jawabannya harus jelas: Tidak. Negara ini membutuhkan perubahan. Kita tidak bisa membiarkan sistem yang sudah terlanjur rusak untuk terus berlanjut. Perubahan harus datang dari kesadaran kita semua, rakyat Indonesia, untuk tidak lagi menjadi penonton dalam "pertunjukan" yang merugikan bangsa ini. Kita harus berani bersuara, berani menuntut keadilan, dan berani berperan dalam mengubah sistem yang ada.

Rakyat Menjadi Penggerak Perubahan

Rakyatlah yang harus menjadi pendorong perubahan. Karena hanya dengan kekuatan rakyatlah sistem ini bisa diperbaiki. Tugas kita sebagai warga negara adalah mendidik diri sendiri dan sesama, untuk tidak menoleransi korupsi, dan mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sistem.

Sekarang adalah saat yang tepat untuk meruntuhkan tembok kebobrokan ini dan membangun negara yang benar-benar adil. Negara yang berdiri tegak di atas kejujuran dan integritas. Untuk itu, mari kita lakukan perubahan, mulai dari diri kita, keluarga kita, dan komunitas kita.

Bangsa yang maju adalah bangsa yang tidak takut untuk menghadapi kebenaran, bangsa yang berani untuk membersihkan dirinya dari korupsi.

Tentu saja, artikel ini tidak bermaksud menyudutkan satu pihak atau mencap seluruh sistem sebagai korup. Namun, realitas yang kita hadapi hari ini adalah realitas yang penuh tantangan. Oleh karena itu, mari kita fokus pada bagaimana kita bisa bersama-sama membawa perubahan.

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

 

Editor : Alim Perdana