BELUM GENAP setahun pemilu serentak, Presiden Prabowo Subianto dicalonkan kembali sebagai calon presiden periode kedua.
Partai Gerindra pada Kongres Luar Biasa, Kamis, 13 Februari 2025, memutuskan untuk mencalonkan kembali sang presiden pada Pilpres 2029.
Sebagai presiden petahana, pencalonan Prabowo periode kedua tercepat dibandingkan dengan Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo. Tiga presiden tersebut rerata dideklarasikan oleh partainya kurang dari dua tahun sebelum Pilpres.
PDIP secara resmi mendeklarasikan Mega berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi pada 6 Mei 2004. Pada waktu itu, Pilpres dilaksanakan pada Rabu, 5 Juli 2004.
Sehingga, proses pencalonan Mega dalam rentang waktu tak kurang 2 bulan dari perhelatan Pilpres secara langsung oleh rakyat.
Partai Demokrat mengumumkan SBY maju periode kedua pada 16 Oktober 2007. Ketua Umum Demokrat Hadi Utomo menyiarkan pencalonan SBY kembali pada sebuah even di Palu Sulawesi Tengah.
Pada waktu itu, Pilpres dilaksanakan pada Rabu, 8 Juli 2009. Sehingga, proses pencalonan SBY dalam rentang waktu tak kurang dari 22 bulan sampai Pilpres digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
PDIP mendeklarasikan kembali Jokowi sebagai capres periode kedua pada Jumat, 23 Maret 2018. Waktu itu, Pilpres dilaksanakan pada Rabu, 17 April 2019. Sehingga, proses pencalonan Jokowi dalam rentang waktu tak kurang dari 14 bulan sampai Pilpres periode kedua digelar serentak dengan Pileg 2019.
Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa pencalonan kedua Prabowo paling dini dilakukan oleh Partai Gerindra. Ia disiapkan oleh partai tak kurang dari 48 bulan.
Jauh lebih lama dari Mega yang hanya 2 bulan, atau SBY yang 22 bulan, atau Jokowi yang 14 bulan. Padahal, Pilpres 2029, Gerindra tanpa berkoalisi dengan partai manapun, bisa langsung mencalonkan sendiri. Sebab, MK telah menghapus ketentuan presidential threshold (PT).
Beda halnya dengan Pilpres 2004, 2009, 2014, 2019, dan 2024, diberlakukan PT yang acapkali mengunci peluang calon untuk maju sebagai capres atau cawapres. Ketentuan PT selama 5 kali pilpres beragam sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI.
Pertama, ketentuan PT pada Pilpres 2004 sebesar 15 persen kursi DPR RI atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional. Ini diatur dalam UU Nomor 23/2003 tentang Pilpres. Khususnya pada pada Pasal 5 ayat (4).
Kedua, ketentuan PT pada Pilpres 2009 sebesar 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional. Ini diatur dalam UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Khususnya pada Pasal 9.
Ketiga, ketentuan PT pada Pilpres 2014 sebesar 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional. Ini diatur dalam UU Pilpres yang sama dengan Pilpres 2009. Begitu pula dengan pasalnya.
Keempat, ketentuan PT pada Pilpres 2019 sebesar 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional pada Pileg sebelumnya. Ini diatur pada UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Khususnya pada Pasal 222.
Kelima, ketentuan PT pada Pilpres 2024 sebesar 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen perolehan suara sah secara nasional pada Pilpres sebelumnya. Ini diatur pada UU Pemilu Serentak 2019. Begitu pula ketentuan pasalnya.
Semestinya, setelah penghapusan ketentuan PT oleh MK, Prabowo pasti bisa maju sebagai capres pada periode kedua, dengan atau tanpa koalisi. Namun, Prabowo justru mengajak partai-partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus untuk menjalin koalisi permanen.
Pasti di balik ajakan sang presiden pada para ketua partai, agar mereka mendukung pencalonan kedua Prabowo, dan partai yang berkoalisi tak mengajukan calon lain kendati secara konstitusional dan yuridis mereka punya peluang untuk mengajukan calon sendiri.
Partai non parlemen sekalipun yang menjadi peserta pemilu, aturan membuka lebar untuk mencalonkan capres tersendiri, sehingga tak ada sumbatan politik yang diskenario untuk menggagalkan calon tertentu melalui ketentuan PT yang tinggi tersebut.
Tetapi rupanya, beberapa partai dalam KIM Plus sudah menyatakan dukungan pada pencalonan kedua Prabowo. Ini bisa dilihat dari berbagai pernyataan ketum partai atau petinggi berikut koalisi tersebut:
Pertama, Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan, "Kami tentu ingin mendukung Pak Prabowo untuk terus memimpin dan kita berharap dengan itu semua, Demokrat, Koalisi Indonesia Maju juga bisa terus diperankan dengan baik".
Kedua, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan menyatakan, "Sebagai teman setia dan sahabat seperjuangan, PAN pasti mendukung penuh usulan partai Gerindra terkait Pak Prabowo maju kembali Pilpres 2029".
Ketiga, Sekretaris Jenderal PKS, Aboe Bakar Alhabsyi menyatakan, "PKS sudah kenal baik dengan beliau, tak ada alasan untuk tidak berikan dukungan" .
Keempat, Ketua Umum PKB, A Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyatakan, "Dengan senang hati (dukung Prabowo tahun 2029)".
Kelima, Ketua Koordinator Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPP Partai NasDem, Willy Aditya menyatakan, "Terlalu dini-lah. Politik ini kan, jangankan yang belum kita bicarakan 2029, yang kadang-kadang dalam mulut sana bisa loncat dia keluar. Pak Surya pesan kepada kami, dari cangkir ke bibir itu dinamikanya tinggi sekali, tetapi setidak-tidaknya komitmen (kami mendukung, red) bagaimana pemerintahan Pak Prabowo-Gibran ini berhasil".
Keenam, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia menyatakan, "Kado spesialnya kami dukung sampai akhir. Sampai 2029. Bila perlu lanjut lagi".
Alhasil, dari berbagai pernyataan partai KIM Plus di atas, hanya Partai NasDem belum tegas menyatakan dukungan pencalonan kedua Prabowo. Selebihnya, secara dini sudah menyatakan dukungan untuk maju kembali.
Ini berarti, Demokrat, PAN, PKS, PKB dan Golkar sudah bisa dipastikan tak bakal mencalonkan capres sendiri. Meski mereka punya hak dan peluang mengajukan kadernya nyapres, mereka tak berani dan merasa nyaman dalam koalisi yang sudah ada.
Prabowo justru lebih hati-hati merespon pencalonan keduanya. Tak seperti para ketua partai yang langsung mengiyakannya. Ia menyatakan, "Saudara minta saya bersedia dicalonkan lagi tahun 2029. Saya katakan, kalau program-program saya tidak berhasil, tidak perlu saudara calonkan saya terus. Kalau saya mengecewakan kepentingan rakyat, saya malu untuk maju lagi".
Dengan demikian, sudah hampir bisa dipastikan Prabowo maju pada periode kedua dengan dukungan partai parlemen yang lebih besar. Capres penantangnya justru berpotensi lahir dari rahim pengkaderan PDIP. NasDem juga punya celah untuk mencapreskan kandidat lain. Meski peluang ini sekecil lubang jarum.
Capres dari partai peserta pemilu malah berpeluang untuk menantang Prabowo sambil berharap berkat coattail effect dari pencapresan yang sudah teruji mempunyai daya ungkit bagi perolehan suara pileg, baik kecil maupun besar.
Prabowo punya waktu 4 tahun, untuk memenuhi janji kampanyenya pada Pilpres 2024 lalu. Bila berhasil melaksanakan program yang dijanjikan pada rakyat, maka peluang dikalahkan kecil. Bila sebaliknya, maka masih terbuka untuk mengalahkan Prabowo sebagai capres petahana.
Fakta menyatakan bahwa calon petahana memang berpeluang menang lebih besar. Tapi angkanya selama ini, cuma berkisar 50 persen. Selebihnya bergantung kepada Prabowo sendiri, bagaimana setiap program yang dilakukan menjadi "ladang kampanye' tiada henti dari kerja-kerja pemerintaan Prabowo.
Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute
Editor : Diday Rosadi