ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Prabowo Janji Birokrasi Lebih Efisien, Sebuah Refleksi dan Harapan

Ulul Albab Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia(ICMI) Orwil Jawa Timur. Foto/Dokumentasi Pribadi
Ulul Albab Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia(ICMI) Orwil Jawa Timur. Foto/Dokumentasi Pribadi

KETIKA Presiden Prabowo Subianto berdiri di hadapan pengurus Kadin pada 16 Januari 2025, ia mengungkapkan janji yang sudah lama ditunggu-tunggu banyak kalangan: birokrasi Indonesia harus lebih efisien.

“Praktik-praktik tidak efisien dan pemborosan harus dihentikan,” katanya, dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan. Tapi, seperti biasa, pertanyaan besar yang muncul bukan hanya soal janji, tetapi soal bagaimana mewujudkannya.

Prabowo memang sudah berbicara tentang pentingnya efisiensi birokrasi berulang kali, bahkan sejak awal masa pemerintahannya. Ia menyadari betul bahwa, di balik setiap pengeluaran negara, ada kemungkinan besar pemborosan yang tersembunyi di balik rutinitas birokratik yang sudah terlalu lama berjalan.

Di sinilah tantangannya: mewujudkan janji tersebut tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.

Prabowo mengutip analogi dunia bisnis, suatu hal yang cukup menarik dan seharusnya menjadi pijakan dalam pembahasan ini. Ia membandingkan pengelolaan negara dengan sebuah perusahaan.

Bila sebuah perusahaan terus-menerus mengeluarkan uang lebih besar daripada pendapatannya, maka perusahaan tersebut lambat laun akan gulung tikar.

Demikian pula negara, yang jika birokrasinya terus dibelit oleh pemborosan, maka akan berisiko memperburuk keadaan ekonomi yang semakin rapuh.

Nah, di balik analogi yang menarik ini, ada satu hal yang harus kita perhatikan dengan saksama, yaitu: bahwa efisiensi dalam birokrasi bukan hanya soal pengurangan anggaran atau memangkas sejumlah program.

Efisiensi dalam birokrasi juga berarti memastikan bahwa setiap langkah dan kebijakan yang diambil memberikan manfaat yang nyata bagi rakyat.

Perspektif Administrasi Publik

Dari sudut pandang ilmu administrasi publik, janji Prabowo untuk menciptakan birokrasi yang lebih efisien dapat dilihat melalui sejumlah teori klasik dan modern yang sering dibahas dalam kajian ini. Mari kita lihat sebentar.

Pertama, teori birokrasi Max Weber. Weber menyebutkan bahwa sebuah birokrasi yang efisien harus berdasar pada aturan yang rasional dan prosedur yang jelas.

Birokrasi yang terlalu berbelit dan tidak transparan sering kali hanya menciptakan ruang bagi penyimpangan yang tidak perlu. Sebagaimana Weber tegaskan, aturan dan struktur yang jelas adalah pondasi dari birokrasi yang efektif.

Kemudian, ada New Public Management (NPM) yang menjadi teori favorit di banyak negara yang berusaha meningkatkan efisiensi birokrasi mereka. NPM menekankan pentingnya pengelolaan yang berbasis pada hasil dan akuntabilitas, serta mengadopsi praktik-praktik manajerial sektor swasta untuk meningkatkan kinerja sektor publik.

Teori ini juga mengingatkan kita bahwa perubahan besar dalam birokrasi tidak akan mudah. Ada tantangan yang tidak bisa dihindari, termasuk resistensi terhadap perubahan. Dan seperti yang sering kita dengar, "Inovasi itu mahal dan perubahan itu sulit."

Birokrasi yang Efisien

Tantangan terbesar Prabowo bukan hanya soal membuat birokrasi lebih efisien dalam arti penghematan, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang lebih terbuka, lebih transparan, dan lebih akuntabel. Di sini, teori good governance menjadi relevan. Prinsip good governance menekankan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan efektivitas dalam pengelolaan negara.

Namun, seperti yang sering terjadi di negara besar dengan birokrasi yang sudah kompleks, perubahan dalam pengelolaan administrasi publik membutuhkan waktu. Reformasi birokrasi bukanlah sebuah proyek jangka pendek. Ia memerlukan perencanaan yang matang, komitmen yang kuat, dan tentu saja, dukungan yang luas dari seluruh elemen masyarakat.

Untuk mewujudkan janjinya tersebut, kiranya ada beberapa catatan yang bisa diajukan kepada Presiden Prabowo, sebagai berikut:

Pertama; Bahwa prinsip-prinsip manajerial sektor swasta, memang harus mulai diterapkan di birokrasi pemerintah. Tapi perlu ditegaskan bahwa ini bukan hanya soal memangkas anggaran, tetapi juga soal memastikan setiap dana yang dikeluarkan memberikan manfaat maksimal bagi rakyat.

Kedua; bahwa reformasi tidak bisa parsial. Semua lini birokrasi perlu disentuh, dari tingkat pusat hingga daerah. Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan menyederhanakan proses administrasi dan menghapuskan tumpang tindih kewenangan antar lembaga.

Ketiga; Bahwa birokrasi yang efisien adalah birokrasi yang terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Sistem audit yang lebih transparan dan pengawasan yang lebih ketat harus menjadi bagian dari sistem yang baru. Teknologi informasi bisa menjadi alat yang sangat membantu dalam menciptakan transparansi ini.

Keempat; Bahwa untuk mengubah cara kerja birokrasi juga berarti meningkatkan kualitas SDM-nya. Pelatihan bagi aparatur negara harus menjadi prioritas. Bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga tentang membangun kesadaran akan pentingnya integritas dan akuntabilitas.

Penulis: Ulul Albab
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia(ICMI) Orwil Jawa Timur

Editor : Alim Perdana