KABAR menarik hari ini dari Tempodotco menyebutkan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika, Meutya Hafid, mengaku tidak mengetahui bahwa Rudi Sutanto adalah Rudi Valinka.
Meutya Hafid melantik Rudi Sutanto sebagai Staf Khusus Menteri Bidang Strategis Komunikasi.
Menurut berita Tempodotco, “Rudi Valinka merupakan buzzer atau pendengung pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rudi ditengarai mempunyai akun Twitter dengan nama Kurawa.” (Tempo, 13 Januari 2025).
Pengangkatan Rudi Sutanto sebagai staf khusus Menteri Komunikasi dan Informatika langsung menimbulkan reaksi ramai di publik.
Nama Rudi tiba-tiba menjadi buah bibir karena keterkaitannya dengan buzzer dan posisinya yang kini strategis di pemerintahan. Jika benar seperti yang diberitakan media, bukankah ini agak mengherankan?
Dalam penjelasannya, Meutya Hafid menanggapi dengan tenang, “Saya tidak tahu ya, yang saya kenal ya Rudi Sutanto.”
Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa keputusan pengangkatan tersebut murni didasarkan pada keahlian komunikasi Rudi. "Jadi, kami memilih beliau karena keahliannya dalam komunikasi," tambah Meutya.
Tampaknya, kita menyaksikan sebuah perputaran takdir yang unik. Dari buzzer, kini menjadi staf khusus di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ini bukanlah hal yang biasa.
Mengapa Tiba-tiba Jadi Staf Khusus?
Inilah pertanyaan yang menggantung. Dalam pemerintahan, staf khusus bukan sekadar posisi yang diisi begitu saja. Mereka memiliki pengaruh besar dalam komunikasi kebijakan dan strategi, merumuskan arah narasi, dan menjaga citra publik.
Keputusan mereka berpengaruh luas. Bukankah seharusnya mereka yang dipilih memiliki rekam jejak profesional yang jelas dan tidak menimbulkan pertanyaan tentang latar belakang?
Meutya Hafid berusaha meredakan kekhawatiran dengan menegaskan bahwa Rudi Sutanto diangkat karena keahlian komunikasinya. Benar, ia mungkin berpengalaman dalam komunikasi.
Namun, bagaimana jika latar belakang politiknya menjadi penghalang untuk menilai objektivitasnya? Tidakkah kehadirannya akan memicu keraguan masyarakat tentang netralitas pemerintah?
Transparansi: Mengapa Harus Dilakukan?
Saat pejabat publik diangkat, publik berhak tahu alasan dan proses pengangkatannya. Ini bukan sekadar urusan administratif, tetapi soal kepercayaan. Transparansi dalam pemerintahan adalah keharusan.
Jika pemerintah menginginkan kepercayaan publik, setiap keputusan harus dipertanggungjawabkan secara jelas.
Di sinilah letak masalahnya. Meutya Hafid mengaku tidak mengetahui kaitan Rudi Sutanto dengan akun @kurawa, tetapi publik telah mencatat bahwa akun tersebut kerap terlibat perdebatan politik yang sengit.
Pengangkatan tanpa penjelasan yang memadai menimbulkan kesan adanya sesuatu yang tidak beres.
Ketidaktahuan Meutya, bisa jadi mencerminkan ketidakhati-hatian dalam memilih staf yang memengaruhi citra pemerintah. Bukankah itu seharusnya menjadi pertimbangan utama?
Masyarakat Tidak Bisa Diam
Kita, sebagai masyarakat, tidak boleh hanya menjadi penonton. Kritik adalah bagian dari partisipasi bernegara. Pengangkatan ini seharusnya menyadarkan kita bahwa setiap keputusan pemerintah harus diawasi ketat.
Jangan sampai kepentingan segelintir orang atau kelompok politik diprioritaskan di atas kepentingan publik.
Masyarakat berhak menuntut penjelasan yang lebih masuk akal. Keputusan ini, meskipun mungkin dilatarbelakangi kompetensi, harus dievaluasi untuk memastikan tidak ada bias politik.
Jika negara ingin membangun kepercayaan publik, setiap langkah pemerintahan harus lebih transparan, bukan sekadar penjelasan retoris yang menambah kebingungan.
Kita Butuh Pemerintahan yang Tidak Mengandalkan Politik Saja
Kita tidak bisa hanya mengandalkan politik untuk pemerintahan yang baik. Dalam dunia komunikasi dan digital, profesionalisme harus diprioritaskan.
Staf khusus yang menjaga komunikasi publik harus memiliki kapasitas dan integritas yang tak diragukan. Jangan sampai, seperti kasus ini, latar belakang politik mengaburkan penilaian keahlian seseorang.
Memiliki pandangan politik bukanlah masalah, tetapi yang lebih penting adalah menjaga agar pandangan politik tersebut tidak memengaruhi kebijakan untuk kepentingan rakyat banyak.
Kita membutuhkan kebijakan yang adil dan tidak berpihak. Jika keputusan ini hanya pencitraan politik, maka kita harus bertanya: siapa yang sebenarnya diuntungkan?
Waspadai Potensi Konflik Kepentingan
Kementerian Komunikasi dan Informatika memegang peran strategis dalam menjaga hubungan pemerintah dan masyarakat.
Oleh karena itu, setiap keputusan, terutama penunjukan pejabat atau staf khusus, harus melalui proses seleksi yang ketat dan transparan.
Jangan sampai pengangkatan ini menciptakan persepsi bahwa kebijakan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan politik lebih dari profesionalisme.
Sebagai masyarakat, kita harus terus mengawasi pemerintah, memastikan setiap kebijakan mengutamakan kepentingan publik, dan tidak terjebak dalam permainan politik yang merugikan.
Hanya dengan begitu, keputusan-keputusan penting tidak hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok, tetapi untuk kemaslahatan bersama.
Penulis: Ulul Albab
Akademisi Universitas Dr. Soetomo, Ketua ICMI Jawa Timur
Editor : Alim Perdana