PENGHUJUNG tahun 2024 diwarnai dengan diskusi hangat tentang Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2). Sebuah kawasan yang dirancang megah di atas tanah reklamasi, dengan harapan menjadi ikon baru gaya hidup urban di Indonesia.
Namun, seiring dengan gemerlap pembangunan, hadir pula berbagai dilema yang menggugah kita untuk merenungkan esensi sejati pembangunan yang berkelanjutan.
Mimpi Kota Masa Depan
PIK 2 digagas sebagai kota modern dengan segudang fasilitas: kawasan bisnis, hunian premium, hingga destinasi wisata ikonis seperti Indonesia Design District dan Lands End. Dengan nilai investasi yang fantastis, proyek ini digadang-gadang mampu mendongkrak perekonomian lokal dan nasional. Tidak heran, pemerintah memberikan status Proyek Strategis Nasional (PSN) kepada PIK 2.
Namun, apakah megahnya infrastruktur mampu menjawab kebutuhan mendasar masyarakat di sekitarnya? Apakah keuntungan yang dihasilkan dari pembangunan kawasan ini benar-benar terdistribusi secara adil?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi relevan di tengah perdebatan tentang dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari proyek ambisius ini.
Dilema Lingkungan dan Sosial
PIK 2 berdiri di atas lahan reklamasi yang telah menuai kritik sejak awal. Reklamasi pantai, meskipun menjanjikan keuntungan ekonomi, sering kali dilakukan dengan mengorbankan ekosistem alami. Kawasan pesisir, yang sebelumnya menjadi habitat bagi beragam flora dan fauna, kini berubah menjadi beton dan aspal.
Selain itu, penggusuran dan perubahan tata guna lahan telah memengaruhi komunitas lokal. Nelayan, yang sebelumnya menggantungkan hidup pada laut, menghadapi tantangan besar. Perubahan ini bukan hanya soal kehilangan mata pencaharian, tetapi juga pergeseran budaya dan identitas komunitas yang telah bertahan selama berabad-abad.
Antara Harapan dan Kekhawatiran
Tidak dapat disangkal, PIK 2 membawa peluang besar. Lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan daerah, hingga daya tarik investasi adalah beberapa dampak positif yang dirasakan.
Namun, di sisi lain, masyarakat Banten, tempat proyek ini berada, mempertanyakan manfaat langsung yang mereka terima. Apakah pembangunan sebesar ini hanya menjadi "oase urban" bagi segelintir kalangan, sementara masyarakat sekitar hanya menjadi penonton?
Selain itu, penetapan PIK 2 sebagai PSN juga dipertanyakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengusulkan pencabutan status ini, mengingat kontroversi yang muncul terkait manfaat dan mudaratnya. Sementara itu, demonstrasi dari berbagai kelompok masyarakat menandakan adanya kegelisahan yang belum terjawab.
Refleksi dan Harapan untuk Masa Depan
Sebagai cendekiawan Muslim, kita diajak untuk memandang pembangunan bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga spiritual dan sosial. Dalam Islam, pembangunan harus membawa maslahat bagi seluruh makhluk, tidak hanya manusia, tetapi juga alam semesta. Dalam konteks PIK 2, refleksi ini menjadi sangat penting.
Untuk itu, beberapa langkah dapat diambil:
1. Evaluasi Kebijakan Secara Komprehensif: Pemerintah perlu mengevaluasi dampak sosial dan lingkungan dari proyek ini secara transparan dan menyeluruh.
2. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Masyarakat sekitar harus dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan, baik sebagai tenaga kerja maupun penerima manfaat langsung.
3. Pembangunan Berkelanjutan: Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap tahap proyek, memastikan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan sosial.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: Semua pihak, dari pemerintah hingga pengembang, harus bersikap transparan dalam menjelaskan tujuan dan dampak dari proyek ini.
PIK 2 adalah cerminan ambisi besar bangsa ini untuk maju. Namun, kemajuan sejati tidak hanya diukur dari megahnya gedung atau panjangnya jalan, tetapi dari sejauh mana pembangunan itu mampu memberikan manfaat yang adil dan berkelanjutan.
Semoga PIK 2 dapat menjadi contoh bagaimana sebuah proyek besar dapat dijalankan dengan bijak, mengutamakan keadilan sosial, dan tetap berpihak pada kelestarian alam.
Sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Mari kita wujudkan pembangunan yang membawa rahmat bagi semua.
Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur
Editor : Alim Perdana