SURABAYA - Sebelum menjadi tokoh akademisi sebagai dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, Jawa Timur, nama Harley Prayudha sudah cukup tenar di dunia media, khususnya radio.
Sosok ini menjadi salah satu tokoh penting di balik nama-nama media radio besar di era 80-90an.
Sebagai orang yang lama berkutat di radio, Harley menyebut bahwa industri tersebut dapat bertahan lama. Bahkan semakin berkembang apabila diintegrasikan dengan internet.
“Industri radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lain. Karena mampu menjangkau kelompok masyarakat dengan sasaran yang spesifik," ungkapnnya seperti dilansir dari beberapa sumber.
Berbeda dengan radio masa lalu yang terbatas pada medium frekuensi, radio masa kini banyak betebaran di dunia maya. Dalam bentuk aplikasi-aplikasi yang menarik.
"Artinya, radio mampu menjangkau pendengar atau penggemar potensial di manapun dan kapanpun," tambahnya.
Sebagai seorang praktisi dan atas nama cintanya pada profesinya sebagai insan radio, dia akhirnya juga menjadikan Raio sebagai materi disertasinya ketika menempuh studi doktoral, jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung.
Judulnya, Integration Of Conventional And Internet Media In Private Radio Broadcasting Institutions. Ia berhasil mempertahankannya pada sidang promosi doktor. Tepatnya pada 12 November 2014 lalu.
"Saya orang beruntung yang bisa menikmati empat dekade media. Dari era 80-an sampai sekarang. Kini, saatnya mentransfer ilmu untuk banyak orang," ucapnya
Ketika terjun sebagai pengajar Ilmu Komunikasi, langkah akdemisi nyentrik itupun jadi makin mudah. Selain karena ia memiliki basic keilmuan pendidikan, Harley juga berkecimpung dalam dunia media serta praktisi selama puluhan tahun.
Menjadi praktisi sekaligus akademisi tentu membuat metode mengajarnya pun lebih mudah dipahami oleh anak didiknya.
Bahkan saat ini, salah satu legenda radio kaum muda Surabaya, Istara FM sudah diboyong secara serius ke kampus dirinya mengabdi saat ini.
Ia memberikan ruang terbuka untuk para mahasiswanya untuk belajar radio secara konvensional, dengan integrasi digital mengikuti perkembangan zaman.
Karier di bidang broadcasting seorang Harley sudah dimulai sejak kuliah. Tepatnya pada 1985, dengan menjadi pekerja paro waktu di radio OZ FM, Bandung, sambil menyelesaikan studi program sarjanya, yaitu S1 Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, IKIP, Bandung.
Dari sini perjalanan karier seorang Harley yang pada akhirnya menjadi salah satu tokoh yang cukup diperhitungkan dalam perkembangan media selanjutnya. Tentu ia memiliki perjalanan panjang sebagai praktisi media, sebelum terjun secara penuh dalam dunia akademik.
Setelah lulus pun, ia akhirnya terus melanjutkan dan menekuni profesi penyiar. Hingga pada akhirnya dirinya memilih vakum pada 1990-1991.
Alasan vakum dirinya dari dunia Broadcasting yang dicintainya adalah karena melanjutkan jenjang pendidikannya, yaitu Diploma Managerial Principles di Stamford College, Singapura.
Bahkan, sepulang dari Singapura, Harley justru kembali memilih terjun kembali ke dunia broadcasting dengan bergabung dengan Trijaya FM di Jakarta.
Perjalanan selanjutnya adalah Surabaya untuk mengelola RRI Pro 2 FM, juga Radio SCFM, pada tahun 1997 silam.
Selama mengelola Radio SCFM, Harley terus menekuni dunia radio secara serius dan professional. Hingga atas undangan Pemerintah Amerika Serikat, melalui Departemen Penerangan negara, melalui sebuah program dari Internasional Visitor Program Broadcasting Management, dirinya berkesempatan untuk mendalami dunia kepenyiaran dan berkeliling ke 8 kota di Amerika Serikat untuk studi.
Tahun berikutnya, pada April 1998, untuk kedua kalinya Harley ditunjuk menjadi perwakilan Indonesia untuk mengikuti The International Broadcaster Conferences di Washington DC. Saat itu ia banyak membahas masalah child survival.
Setelah kembali dari AS, Harley memilih mengundurkan diri dari SCFM untuk berpetualang ke berbagai radio. Mulai dari Suzana Radionet, Station Manager EBS FM.
Tak hanya radio, beberapa media lainnya juga pernah dicicipinya. Pernah aktif sebagai program manager JTV saat awal berdiri, lalu juga sempat dibajak Spacetoon untuk dijadikan direktur.
Editor : Alim Perdana