SURABAYA – Di balik gemerlap panggung wisuda Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, tersimpan kisah perjuangan luar biasa seorang perempuan muda bernama Siti Nur Khotijah. Anak dari seorang tukang becak ini membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang untuk meraih mimpi setinggi langit.
Dengan tekad baja dan semangat pantang menyerah, Siti berhasil menuntaskan pendidikan Magister Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai wisudawan terbaik Fakultas Ilmu Pendidikan & Keguruan (FKIP).
Lahir dari keluarga sederhana di mana kedua orang tuanya hanya lulusan SD dan merantau ke Surabaya sejak kecil, Siti mengaku awalnya tak pernah membayangkan bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang magister.
“Sejak SMP saya sudah berpikir, rasanya tidak mungkin saya bisa menempuh pendidikan formal, apalagi sampai S2. Lulus SMK saja sudah bersyukur,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca saat prosesi wisuda di Dyandra Convention Center.
Perjalanan akademiknya penuh tantangan berat terutama soal biaya kuliah yang menjadi beban besar bagi keluarganya. Namun doa dan kerja kerasnya berbuah manis ketika ia mendapatkan beasiswa KIP untuk program sarjana di Unitomo serta beasiswa magister langsung dari Rektor Unitomo Prof Siti Marwiyah.
Namun ujian terberat datang saat semester tiga magisternya ketika ia didiagnosa mengidap Febrodenoma — tumor jinak yang memaksanya menjalani operasi besar.
“Allah sayang sama saya dengan memberikan penyakit itu,” ujar Siti penuh keyakinan.
Setelah operasi, rutinitasnya berubah drastis, ia harus naik becak setiap hari menuju kampus dengan ayahnya sebagai tukang becak sekaligus sopir setia menemani perjalanan panjang itu.
“Sempat ada orang yang melihat kami lalu mengira saya adalah penumpang tetap bapak setiap hari bekerja sebagai tukang becak,” kenangnya sambil meneteskan air mata haru.
Sebelum resmi menyandang gelar Magister Hukum pada Sabtu itu juga, Siti memberikan kado istimewa berupa buku berjudul Mahir Berpidato yang diterbitkan oleh Ruang Karya, sebuah karya nyata hasil jerih payah dan dedikasinya dalam dunia pendidikan bahasa Indonesia.
Kisah hidupnya kini menjadi inspirasi bagi banyak kalangan bahwa latar belakang ekonomi tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti bermimpi atau belajar lebih tinggi lagi.
“Saya ingin membuktikan bahwa anak tukang becak juga bisa meraih mimpi,” tegas perempuan tangguh ini penuh semangat.
Editor : Alim Perdana