Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur
ADA satu perubahan besar dalam struktur sosial Indonesia yang sering luput dari perhatian organisasi-organisasi keumatan, termasuk ICMI, yaitu: munculnya Generasi Z Muslim terpelajar sebagai kelompok sosial baru yang berpengaruh.
Baca juga: ICMI dan Pemerintahan Prabowo, Mitra Kritis Konstruktif
Mereka lahir setelah tahun 1997, tumbuh bersama internet, terpapar globalisasi sejak dini, melek teknologi, berpikir kritis, akrab dengan kolaborasi, dan terbiasa menyampaikan pandangan secara terbuka melalui ruang digital.
Mereka adalah mahasiswa, profesional muda, peneliti pemula, teknolog, aktivis sosial, kreator konten, dan pelaku ekonomi kreatif. Mereka inilah yang dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan akan menjadi penentu arah umat, arah kebijakan publik, dan arah masa depan bangsa.
Pertanyaan yang ingin saya bagi kepada seluruh jajaran dan aktivis ICMI adalah: apakah ICMI relevan bagi mereka? Pertanyaan ini sederhana namun strategis. Jika jawabannya “belum”, maka ICMI harus berbenah. Jika jawabannya “iya”, maka relevansi itu harus dibuktikan. Jika jawabannya “tidak tahu”, maka ini waktunya menjelaskan.
Bagi Generasi Z Muslim terpelajar, relevansi organisasi tidak ditentukan oleh usia atau sejarahnya, tetapi oleh tiga hal utama:
1. Apakah organisasi itu memberi nilai nyata?
Gen Z tidak tertarik pada struktur, seremonial, dan formalitas. Mereka tertarik pada learning, exposure, opportunity, dan impact. Jika ICMI mampu menawarkan ruang peningkatan kapasitas, beasiswa, riset kolaboratif, inkubasi gagasan, mentoring intelektual, atau jejaring professional, maka mereka akan datang bukan karena diminta, tetapi karena merasa mendapatkan manfaat.
2. Apakah organisasi itu terbuka bagi gagasan baru?
Gen Z tidak akan betah dalam kultur “senioritas menentukan kebenaran”. Mereka tumbuh dalam logika: argument wins, not age. Karena itu, ICMI harus memberikan ruang dialog yang egaliter, menghargai perspektif, dan tidak alergi pada pertanyaan kritis. Bila ICMI mampu menjadi ruang intelektual yang aman, inklusif, dan bebas dari intimidasi pikiran, maka mereka akan merasa memiliki.
3. Apakah organisasi itu memiliki misi masa depan?
Baca juga: ICMI 35 Tahun, Saatnya Cendekiawan Muslim Kembali ke Panggung Strategis Bangsa
Gen Z hidup dalam isu-isu global, yaitu: AI, perubahan iklim, keadilan digital, ekonomi kreatif, teknologi edukasi, keberlanjutan, bioetika, data governance, dan geopolitik. Bila ICMI masih terjebak pada wacana masa lalu, mereka tidak akan bergabung. Tetapi jika ICMI mampu membawa Islam ke wilayah sains, inovasi, teknologi, dan peradaban modern, maka relevansi itu akan hadir dengan sendirinya.
Dalam konteks pemerintahan Presiden Prabowo, relevansi ini semakin penting. Pemerintahan baru membutuhkan talenta muda strategis dalam bidang: riset dan inovasi, pangan dan agro–tech, bioteknologi, hilirisasi dan industri halal, pertahanan berbasis teknologi, kecerdasan buatan dan keamanan siber, energi baru dan keberlanjutan, serta pendidikan berbasis kompetensi.
ICMI dapat menjadi penghubung antara Gen Z Muslim terpelajar dengan kebutuhan negara. Bukan melalui pidato, tetapi melalui program nyata. Bayangkan bila ICMI:
a. membuka platform digital knowledge-sharing nasional
b. mengadakan fellowship cendekia muda
c. membuat laboratorium gagasan kebijakan publik
d. membentuk komunitas riset tematik berbasis daerah
e. menghubungkan pemuda Muslim dengan industri, kampus, dan birokrasi
f. menyediakan mentor lintas disiplin dari tokoh ICMI senior
g. membangun ekosistem intelektual yang ramah, modern, dan kolaboratif
Inilah yang akan membuat Gen Z bukan hanya bergabung, tetapi memimpin, menggerakkan, dan menghidupkan ulang energi ICMI untuk 30 tahun ke depan.
Baca juga: Membongkar Modus Korupsi Dana TASPEN
Milad ke-35 dan SILAKNAS ICMI di Bali pada 5–7 Desember 2025 menjadi momentum emas untuk menyatakan babak baru, yaitu: ICMI bukan organisasi nostalgia, tetapi organisasi regenerasi.
Bali sebagai lokasi membawa pesan penting: keterbukaan, toleransi, peradaban, dan Islam yang ramah serta percaya diri dalam keberagaman Nusantara.
Relevansi ICMI bagi Gen Z pada akhirnya bukan soal gaya komunikasi saja, tetapi soal masa depan. Bila ICMI tidak hadir, ada kekosongan narasi Islam berkeilmuan di kalangan muda. Bila ICMI hadir, maka umat memiliki jembatan menuju peradaban modern.
Dan akhirnya, pertanyaannya bukan apakah Generasi Z membutuhkan ICMI. Tapi Pertanyaannya adalah: Apakah ICMI siap menjadi rumah bagi generasi yang akan mewarisi masa depan bangsa?
Editor : Alim Perdana