JAKARTA - Forum Diskusi Radio (FDR) kembali menyelenggarakan FDR Summit ke-18 di Jakarta, yang dihadiri lebih dari 150 anggota dari komunitas radio nasional. Momentum ini menjadi panggung strategis untuk membahas visi masa depan radio di era digital.
Presiden FDR Indonesia, Dr. Drs. Harliantara, M.Si, yang lebih dikenal sebagai Harley Prayudha, membuka sambutannya dengan rasa terima kasih yang mendalam.
“Kami sangat mengapresiasi partisipasi seluruh anggota, pembicara, sponsor, dan panitia atas kerja kerasnya. Kehadiran 150 anggota adalah bukti nyata semangat dan solidaritas komunitas radio di tengah tantangan disrupsi digital,” ungkapnya.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) itu, salah satu pesan kunci dari Summit ini adalah bahwa radio tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai media passion atau layanan publik semata.
“Vibe saja tidak cukup,” katanya tegas. “Kita harus bertransformasi menjadi profesional bisnis media, dengan orientasi profit dan keberlanjutan,” lanjutnya.
Dalam konteks ini, FDR menyerukan anggota stasiun radio untuk memperkuat model bisnis mereka melalui pengukuran metrik bisnis yang ketat.
Harley Prayudha menegaskan pentingnya analisis data pendengar dan penghitungan Return on Investment (ROI) untuk klien pengiklan, sehingga stasiun radio dapat membuktikan nilai bisnisnya dan tetap kompetitif di tengah platform streaming dan media sosial.
FDR mengajukan sejumlah strategi konkret yang dibahas dan dicanangkan selama Summit:
1. Kolaborasi Lintas Platform
Radio didorong untuk tidak takut bermitra dengan platform digital seperti YouTube, podcast, dan media sosial. Menurut Harley Prayudha, Kolaborasi lintas platform membuka kesempatan pendapatan baru dan memperluas jangkauan audiens.
2. Peningkatan Kualitas Konten
“Konten harus menjadi raja,” kata Presiden FDR. Untuk bertahan, stasiun radio perlu menghadirkan konten yang relevan, lokal, dan unik yang tidak mudah ditiru oleh media digital global.
3. Advokasi Industri
FDR akan terus menjadi jembatan komunikasi antara pelaku radio dan regulator, guna menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif. “Kami butuh regulasi yang memahami tantangan radio tradisional sekaligus mendukung inovasi digital," tegas Harley Prayudha
Meski menghadapi arus digital yang kuat, Harley Prayudha menyatakan keyakinannya bahwa radio masih punya masa depan.
Menurutnya, keunggulan inheren radio terletak pada kedekatan emosional dengan pendengar lokal serta kredibilitas sebagai media lama. “Dengan adaptasi yang tepat, radio akan terus berkembang,” ujarnya.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab ini bukan hanya milik satu pihak. “Mari kita bersinergi,” ajaknya kepada seluruh anggota FDR.
“Kita pulang dari Summit ini dengan semangat baru, membawa visi bisnis radio yang inovatif, profitabel, dan berkelanjutan,” tuturnya
Mengapa Momentum FDR Summit 18 Penting
Untuk memahami urgensi pesan-pesan ini, penting melihat data industri radio nasional. Menurut data Infradigital Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada tahun 2022 tercatat adanya 2.980 izin stasiun radio di Indonesia, suatu indikasi bahwa ekosistem radio konvensional masih sangat luas.
Baca juga: Unitomo Bersama Wuhu Institute Gelar Pembelajaran Online Teknologi Pangan Bertaraf Internasional
Namun, riset menyoroti tantangan. Dalam Jurnal Pustaka Komunikasi (Maret 2025), disebutkan bahwa rata-rata waktu mendengarkan radio masyarakat Indonesia menurun, hanya sekitar 32 menit per hari menurut survei We Are Social.
Jurnal Moestopo
Di sisi lain, survei GoodStats pada 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 50% anak muda (usia 18–25) masih mendengarkan radio setidaknya sekali dalam sebulan, dan hampir setengah dari mereka menggunakan perangkat digital seperti ponsel untuk mendengarkan radio.
Kondisi tersebut memperlihatkan dualitas: ekosistem radio tradisional masih masif, tetapi perubahan perilaku pendengar menuntut inovasi.
FDR Summit ke-18 di Jakarta menjadi titik balik strategis bagi komunitas radio Indonesia. Dengan dorongan dari Presiden FDR Dr. Harliantara (Harley Prayudha), radio nasional diajak untuk bertransformasi menjadi bisnis media modern yang berkelanjutan.
Kemudian mengadopsi strategi digital dan analitik pendengar untuk memperkuat relevansi. Berkarya lintas platform dan memperjuangkan dukungan regulasi melalui advokasi.
Visi masa depan yang diusung adalah radio yang tetap relevan, kreatif, dan menguntungkan, bukan sekadar “vibe”, tetapi sebuah entitas bisnis yang profesional dan tangguh di era digital.
Editor : Alim Perdana