Klik Sebelum Tabayyun, Atau Tabayyun Baru Klik?

ayojatim.com
Foto Ilustrasi/Gemini

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

BEBERAPA hari lalu, seorang mahasiswa menulis pesan pribadi: “Pak, saya sempat ikut menyebarkan video tentang seorang ustaz yang katanya menghina jamaahnya. Setelah saya cek versi lengkapnya, ternyata potongan videonya diambil tanpa konteks. Saya menyesal, Pak…”

Baca juga: Kisah Omar Yaghi, dari Pengungsi Palestina ke Panggung Nobel

Saya diam sejenak membaca pesannya. Di zaman serba cepat ini, penyesalan sering datang setelah unggahan sudah viral. Dan sayangnya, jejak digital tak mengenal tombol ‘hapus dosa’.

Fenomena seperti ini bukan hal baru. Setiap kali muncul isu, kasus, atau gosip baru, kita tergoda untuk langsung menekan tombol share. Seolah takut tertinggal dalam percakapan publik. Padahal Islam sudah memberi resep moral sejak 14 abad lalu, sebuah prinsip yang kini terdengar sangat modern: tabayyun.

Tabayyun: Kecerdasan Spiritual di Era Digital

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-ujurt [49]: 6)

Ayat ini lahir dari konteks sosial. Tapi relevansinya sangat kuat dengan dunia digital. Kita hidup di zaman di mana siapa pun bisa menjadi sumber berita, dan setiap jari bisa menjadi media massa. Masalahnya, tidak semua yang kita baca adalah kebenaran. Sebagian adalah emosi, sebagian lagi manipulasi.

Kita Butuh Rem, Bukan Hanya Kecepatan

Media sosial dirancang untuk mempercepat reaksi, bukan memperdalam refleksi. Semakin cepat kita menanggapi, semakin besar “engagement”-nya.

Algoritma mencintai kehebohan, bukan kebenaran. Di sinilah pentingnya tabayyun. Sebuah spiritual pause button, jeda yang membuat kita berpikir sebelum bereaksi.

Kata bijak: “Jangan biarkan emosimu jadi mesin penyebar fitnah.” Tabayyun bukan hanya soal memeriksa fakta, tetapi juga menata niat: apakah kita menyebarkan karena ingin mencari kebenaran, atau hanya ingin terlihat tahu lebih dulu?

Hoaks, Dosa yang Berantai

Baca juga: Dunia Maya, Cermin Dunia Nyata

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila ia menyampaikan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim). Betapa seringnya kita menjadi bagian dari rantai dosa hanya karena satu forward. Satu klik bisa memicu luka batin seseorang, bahkan merusak nama baik yang dibangun seumur hidup.

Dan sayangnya, meski kita sudah menyesal, unggahan kita sudah menembus batas waktu dan ruang. Tak bisa ditarik kembali.

Tabayyun adalah cara Islam mengajarkan literasi digital jauh sebelum istilah digital itu sendiri lahir. Bukan sekadar keterampilan, tapi bentuk kecerdasan iman: berpikir, menimbang, lalu bertanggung jawab.

Dari “Cepat” ke “Cermat”

Generasi Z hidup dalam ekosistem informasi yang massif. Setiap detik, jutaan konten lahir di ponsel mereka. Mereka dibesarkan dalam budaya “cepat tanggap”. Namun, Islam justru mengajarkan “cermat sebelum cepat.” Karena kebenaran tidak selalu hadir dalam kecepatan, tetapi dalam kejujuran dan kesabaran.

Imam Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata: “Orang beriman menimbang dengan hati sebelum berbicara; orang munafik berbicara sebelum menimbang.”

Baca juga: Magang 20.000 Lulusan: Saatnya Dunia Industri dan Kampus Bertemu di Jalan Tengah

Di dunia digital, barangkali bisa kita ubah sedikit: “Orang beriman menimbang sebelum menekan ‘send’; orang lalai menekan ‘share’ sebelum berpikir.”

Refleksi

Tabayyun adalah seni menunda. Menunda reaksi, menunda komentar, menunda kemarahan. Agar yang muncul bukan kepanikan, tapi kebenaran. Karena kadang, langkah paling bijak di dunia digital bukan menulis sesuatu yang viral, tetapi menahan diri agar tidak menjadi bagian dari kesalahan kolektif yang fatal.

Karena di balik setiap kabar, selalu ada sisi yang belum kita tahu. Dan di balik setiap “klik”, ada tanggung jawab yang kelak akan ditanya di hadapan Allah. “Maka bertakwalah kamu kepada Allah, dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” Begitu bunyinya ayat (QS. Al-ujurt [49]: 10).

 

 

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru