Oleh: Ulul Albab
Ketua Bidang Litbang DPP Amphuri
Ketua ICMI Jawa Timur
ADA kabar yang patut kita sambut dengan penuh apresiasi. Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf—akrab disapa Gus Irfan—datang ke Gedung Merah Putih KPK pada awal Oktober ini. Kehadirannya bukan karena panggilan kasus, tetapi justru dalam rangka koordinasi pencegahan korupsi pada sektor penyelenggaraan haji.
Baca juga: Sistem Antrean Baru Haji, Terobosan Keadilan bagi Umat
Langkah ini tentu merupakan langkah luar biasa dan pastinya memiliki makna besar. Penyelenggaraan haji, yang setiap tahun melibatkan ratusan ribu jamaah dan anggaran triliunan rupiah, memang menjadi lahan subur bagi potensi kebocoran dan penyimpangan. KPK sendiri bahkan menyebut bahwa dugaan kebocoran anggaran haji bisa mencapai Rp 5 triliun setiap tahunnya—angka yang amat fantastis.
Penting untuk dicatat, bahwa apa yang dilakukan Gus Irfan kali ini bukanlah sikap defensif, tetapi justru langkah proaktif. Ia hadir bukan karena dipanggil sebagai terperiksa, tetapi sebagai mitra dialog dalam ikhtiar mencegah praktik rasuah. Inilah yang patut diteladani: menghadirkan tata kelola haji yang bersih, transparan, dan akuntabel sejak dari hulunya.
Atas nama Ketua Litbang DPP Amphuri, sekaligus ketua ICMI Jawa Timur, saya sungguh angkat topi dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Gus Irfan. Langkah ini bisa menjadi pesan penting buat birokrasi Kementerian Haji dan Umroh, serta tim penyelenggara haji tahun 2026, sebagai pesan kuat agar jangan pernah punya niat main-main dalam tatakelola haji kali ini.
Sebagaimana juga telah diwarningkan oleh wakil Menteri haji dan umroh dalam berbagai kesempatan bahwa kata kunci tatakelola haji kali ini adalah “Integritas”.
Haji sebagai Ibadah dan Amanah
Haji adalah ibadah yang disamping berdimensi spiritual, juga menyentuh aspek sosial dan ekonomi. Setiap rupiah yang dikelola berasal dari keringat jamaah, dari tabungan bertahun-tahun, dari niat suci untuk menyempurnakan rukun Islam. Karena itu, setiap kebocoran, sekecil apa pun, sesungguhnya bukan hanya terkait dengan kerugian negara, tetapi lebih dalam dari itu, yaitu pengkhianatan terhadap niat suci jamaah sekaligus penghianatan kemanusiaan.
Bayangkan, jika dana sebesar Rp 5 triliun benar-benar “hilang” setiap tahun, maka itu sama saja dengan merampas hak puluhan ribu jamaah yang seharusnya bisa terbantu dalam hal biaya, untuk memperoleh pelayanan yang lebih layak, atau menikmati fasilitas yang lebih manusiawi di tanah suci.
KPK dan Preventif yang Perlu Diperluas
KPK melalui Deputi Pencegahan dan Monitoring, kali ini berperan untuk “memotret” titik-titik rawan kebocoran. Upaya ini merupakan angin segar, karena selama ini kita rakyat Indonesia lebih sering melihat KPK dari sisi penindakan. Padahal, pencegahan jauh lebih penting, sebab ia menjaga agar kejahatan tak sempat terjadi, bahkan jika adapun akan menjadi “takut”.
Baca juga: Meilanie Buitenzorgy
Sinergi seperti ini seharusnya tidak berhenti pada haji saja, perlu diperluas ke sektor lain yang juga padat anggaran dan sarat kepentingan, misalnya pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial. Bahkan juga kepada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang gaduh itu. KPK perlu juga manalisik ke dalamnya. Perlu “memotret” ada apa di balik “keracunan” yang terus menerus viral itu.
Harapan Menuju Haji 2026 Yang Lebih Berkualitas
Tahun 2026 akan menjadi momentum pembuktian apakah sinergi ini mampu menutup rapat celah-celah kebocoran. Gus Irfan dan tim Kementerian Haji ditantang bukan hanya oleh rumit dan kompleknya teknis penyelenggaraan hani, tetapi juga ditantang oleh ekspektasi publik yang kian tinggi terhadap integritas birokrasi.
Di sinilah pentingnya kehadiran KPK. Sebagai mitra birokrasi dalam menjalankan Good Governance. KPK jangan terlalu fokus pada fungsi sebagai “polisi antikorupsi” saja. KPK juga harus turun gunung sebagai sahabat reformasi tata kelola. Dengan begitu, jamaah dapat berangkat ke tanah suci dengan tenang, tanpa rasa waswas bahwa ongkos ibadahnya dinodai oleh ulah segelintir orang.
Lebih dari itu, dengan sinergi seperti ini maka kepercayaan publik terhadap tatakelola pemerintahan akan semakin positip, yang pada giliranya akan mewujudkan mimpi besar yaitu “Indonesia Bebas Korupsi”.
Baca juga: Gus Irfan, Kementerian Baru dan Masa Depan Tata Kelola Haji
Menjaga Kesucian Ibadah
Kita semua berharap agar haji benar-benar kembali ke fitrahnya: suci, murni, dan penuh keikhlasan. Untuk itu, integritas para pengelola menjadi kunci. Sinergi KPK dan Menteri Haji adalah sebuah ikhtiar yang patut kita dukung bersama. Karena sesungguhnya, menjaga penyelenggaraan haji dari praktik korupsi bukan hanya urusan teknis pemerintahan, tetapi juga urusan kita semua umat Islam.
Selamat buat Gus Irfan. Salam Anti Korupsi.
Editor : Alim Perdana