Tragedi Selat Bali, Pakar UNAIR Ungkap Kegagalan Sistemik Keselamatan Laut

ayojatim.com
Penampakan KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Foto/Tangkapan Layar

SURABAYA – Tenggelamnya kapal feri KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali bukan semata kecelakaan akibat cuaca buruk.

Neffrety Nilamsari SKM MKes, pakar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas Airlangga (UNAIR), mengungkapkan kegagalan sistemik dalam keselamatan transportasi laut Indonesia sebagai penyebab utama tragedi tersebut.

Baca juga: Pencarian Korban KMP Tunu Pratama Jaya Masuki Hari Kedelapan, Cuaca Buruk Jadi Kendala Utama

"Cuaca memang faktor alam yang tak terkendali," kata Neffrety. Namun, kata dia, sistem keselamatan dan teknologi prediksi cuaca seharusnya memberikan peringatan dini.

"Kecelakaan ini terjadi karena sistem tersebut tidak berfungsi atau diabaikan."

Neffrety menyoroti minimnya pemanfaatan teknologi yang seharusnya menjadi standar di kapal penumpang, seperti radar cuaca, sistem komunikasi, dan early detection system.

"Seringkali sistem ini luput dari pengujian fungsi sebelum kapal berangkat," jelasnya.

"Ada kemungkinan kegagalan sistem sehingga prediksi cuaca tak terpantau, mengakibatkan penerapan keselamatan bagi penumpang dan awak kapal menjadi minimal," tambahnya.

Akibatnya, penanganan darurat terhambat karena kurangnya pelatihan dan kedisiplinan operasional. "Tidak semua kru memahami prosedur evakuasi dengan baik," tambahnya.

Baca juga: Tim SAR Gabungan Temukan Dua Jenazah Korban Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya

Kondisi Kapal dan Beban Berlebih

Neffrety juga menyoroti kondisi fisik kapal yang diduga tak layak laut. "Korosi pada dinding atau dek kapal bisa membuatnya mudah robek jika terseret jangkar. Pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya formalitas," tegasnya.

Lebih memprihatinkan, banyak kapal yang tidak diperiksa oleh tenaga ahli bersertifikasi. Awak kapal seringkali ditugaskan untuk menguji mesin, radar, dan indikator angin – tugas yang seharusnya dilakukan teknisi profesional.

"Kesalahan teknis kecil bisa berujung bencana jika ditangani orang yang tidak kompeten," tandasnya.

Baca juga: Operasi SAR KMP Tunu Pratama Jaya Diperpanjang, Berharap Temukan Korban Meninggal Tetap Hidup

Jumlah penumpang yang melebihi kapasitas juga memperparah risiko. Kekurangan pelampung dan sekoci, serta adanya penumpang non-manifest, membuat evakuasi menjadi kacau dan menghambat identifikasi korban.

Neffrety menekankan pentingnya kesadaran publik. "Jika kapal penuh, jangan nekat. Keselamatan harus diprioritaskan," ujarnya.

Ia menyarankan audit menyeluruh dan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat oleh perusahaan pelayaran.

"Jangan tunggu tragedi berikutnya. Disiplin keselamatan tidak boleh dinegosiasikan," pungkas Neffrety.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru