Panji Sosrokartono, Kakak Kartini yang Menyala dalam Diam

Reporter : Ayo Jatim

Oleh: Mochammad Fuad Nadjib

SETIAP 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini momen bersejarah yang mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini sebagai pelopor emansipasi dan pendidikan perempuan di masa penjajahan. Kartini bukan hanya simbol keberanian perempuan dalam menghadapi sistem yang membatasi, tetapi juga inspirasi lintas zaman yang melampaui gender dan batas geografis.

Baca juga: Refleksi 2024 untuk Kehidupan Lebih Bermakna di 2025

Namun, di balik keharuman nama Kartini, terdapat sosok lain yang jarang disorot, tetapi memiliki kontribusi nyata dalam membentuk dan menginspirasi pemikiran Kartini. Sosok itu adalah kakaknya sendiri, Raden Mas Panji Sosrokartono seorang intelektual, diplomat, dan spiritualis yang hidupnya mencerminkan pengabdian dalam kesunyian.

Lahir di Jepara pada tahun 1877, Sosrokartono adalah anak dari R.M. Adipati Ario Sosroningrat dan saudara kandung dari Kartini. Ia tumbuh dalam lingkungan priyayi yang mendorong pendidikan tinggi, dan seperti adiknya, ia juga berkesempatan mengenyam pendidikan di Belanda. Di Universitas Leiden, ia menekuni linguistik dan kebudayaan Timur, serta dikenal sebagai mahasiswa pribumi yang brilian.

Kemampuannya dalam menguasai bahasa asing (lebih dari 20 bahasa) membawanya bekerja sebagai penerjemah resmi untuk Palang Merah Internasional selama Perang Dunia I. Ia juga pernah menjadi jurnalis untuk surat kabar besar New York Herald Tribune. Meski sempat bersentuhan dengan dunia Barat dan memiliki karier internasional yang cemerlang, Sosrokartono tidak memilih untuk terus berada di sana.

Ia pulang ke Indonesia dan menjalani hidup sederhana di Bandung. Menolak berbagai tawaran jabatan dan penghargaan, ia membuka layanan pengobatan dengan air putih, yang diiringi pendekatan spiritual dan filosofi Jawa.

Rumahnya menjadi tempat orang-orang mencari pertolongan, bukan hanya untuk fisik, tetapi juga batin. Ia lebih memilih menjadi “orang biasa” yang bermanfaat langsung bagi masyarakat daripada menjadi simbol formal perjuangan.

Yang menarik, Sosrokartono bukan hanya pejuang dalam diam, tapi juga sosok penting di balik pemikiran Kartini. Beberapa surat Kartini menunjukkan kedekatannya dengan sang kakak.

Ia menjadi tempat Kartini berbagi kegelisahan intelektual, dan sering mendorong adiknya untuk menulis serta berpikir melampaui batas-batas budaya patriarki. Pemikiran kritis Kartini tidak muncul begitu saja; ia tumbuh dalam atmosfer keluarga yang mencintai ilmu dan keadilan—dan Sosrokartono adalah salah satu pilar utamanya.

Baca juga: Membangun Ekosistem Pendidikan yang Kolaboratif Melalui Penilaian dengan Pendekatan Holistik

Mengingat Sosrokartono dalam konteks Hari Kartini bukanlah upaya mengalihkan perhatian dari tokoh utama, tetapi justru memperkaya pemahaman kita tentang ekosistem intelektual dan moral yang membentuk perjuangan Kartini. Ia adalah cerminan nilai-nilai luhur yang selaras dengan perjuangan Kartini: pendidikan, kesetaraan, pengabdian, dan kebijaksanaan.

Sayangnya, nama besar Sosrokartono tidak sepopuler adiknya. Ia nyaris luput dari buku-buku sejarah pelajaran sekolah. Padahal, kiprahnya mencerminkan wajah lain dari perjuangan bangsa: perjuangan yang tidak mencari sorotan, tetapi berdampak nyata; perjuangan yang tidak mengangkat senjata, tetapi menyebar pengetahuan dan welas asih.

Di era digital yang serba cepat ini, kisah Sosrokartono menawarkan refleksi mendalam. Bahwa dalam dunia yang semakin riuh dengan pencitraan dan eksistensi digital, masih relevan untuk mengingat nilai-nilai perjuangan dalam keheningan. Ia adalah pelita dalam gelap yang tak bersuara, namun tetap menyala untuk menerangi sekelilingnya.

Memperingati Hari Kartini bukan hanya tentang mengenang satu sosok perempuan hebat, tetapi juga tentang menggali lebih dalam ekosistem yang membentuknya. Dalam hal ini, Sosrokartono adalah bagian penting dari ekosistem itu.

Ia menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemajuan tidak selalu harus dilakukan dengan berdiri di atas panggung. Terkadang, justru perjuangan yang paling murni dilakukan dalam diam dengan ketekunan, kesederhanaan, dan dedikasi penuh.

Baca juga: Lebih Sekadar Kekuatan, Belajar Kepemimpinan dari Film Journey To The West Kera Sakti

Sudah saatnya Raden Mas Panji Sosrokartono mendapat tempat yang layak dalam narasi sejarah bangsa. Ia adalah contoh nyata bahwa keberanian tidak selalu identik dengan perlawanan terbuka, dan kecintaan terhadap tanah air tidak selalu diwujudkan melalui gelar dan jabatan. Melainkan lewat laku hidup, keteladanan moral, dan dedikasi dalam bidang ilmu pengetahuan serta kemanusiaan.

Di Hari Kartini ini, mari kita perluas makna perjuangan, kita mengenang bukan hanya sosok yang bersinar terang, tetapi juga mereka yang menjadi pelita dalam keheningan.

Penulis adalah Kepala SMA Islam Sidoarjo
Kepala Madrasah Diniyah al-Maidah Durungbedug

 

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru