Polemik Pajak SPBU: PAD Surabaya Terancam, DPRD Minta Solusi Cepat

Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, mendesak penyelesaian cepat polemik tagihan pajak reklame SPBU di Surabaya. Foto/Ayojatim
Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, mendesak penyelesaian cepat polemik tagihan pajak reklame SPBU di Surabaya. Foto/Ayojatim

SURABAYA - Polemik tagihan pajak reklame SPBU di Surabaya mencapai titik krusial. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tunggakan pajak reklame senilai Rp 26 miliar dari 97 totem SPBU.

Pertemuan mediasi antara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya dan Hiswana Migas Surabaya yang difasilitasi Komisi B DPRD Surabaya pada 4 Agustus 2025, belum menghasilkan kesepakatan.

Perbedaan pendapat terkait dasar hukum dan penafsiran reklame, khususnya pada kanopi SPBU, menjadi akar masalah. Komisi B menyayangkan sikap Bapenda yang langsung menerbitkan tagihan tanpa sosialisasi.

Untuk sementara, Komisi B menyarankan pengusaha SPBU untuk tidak membayar hingga ada kejelasan hukum dan surat resmi dari BPK.

Dasar hukum perhitungan pajak reklame mengacu pada Perda Nomor 7 Tahun 2023, Perda Nomor 5 Tahun 2019, dan Perwali Nomor 33 Tahun 2024, Nomor 53 Tahun 2023, dan Nomor 70 Tahun 2010. Pajak dihitung berdasarkan ukuran dan luasan reklame, sebagian besar berasal dari kanopi SPBU.

Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, mendesak penyelesaian cepat polemik ini.

"Pemkot Surabaya harus menagih tunggakan Rp 26 miliar karena pertanggungjawaban kepada publik, negara, BPK, KPK, dan Kejari," tegas Adi.

Ia menyarankan agar pihak terkait meminta kebijakan keringanan pajak kepada Pemkot Surabaya, khususnya Bapenda.

"Jika tunggakan ini tak terselesaikan, akan terus menjadi pertanyaan BPK," tambahnya.

Adi menjelaskan pentingnya PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk pembiayaan pembangunan di Surabaya.
"Sumber terbesar PAD adalah pajak dan retribusi daerah. Jika wajib pajak tak membayar, ini masalah besar," katanya.

Ia juga menjelaskan proses mediasi yang biasanya dilakukan di komisi-komisi DPRD, serta kemungkinan sanksi sesuai Perda Nomor 7 Tahun 2023, termasuk pembongkaran.

"Pemkot harus responsif menagih tunggakan pajak agar PAD terpenuhi," tandasnya. Adi menambahkan bahwa keringanan pajak merupakan kewenangan Pemkot, bukan legislatif.

Ketua Umum Ranggah Rajasa Indonesia, Eko Muhammad Ridwan, mendesak pengusaha SPBU taat pajak.

"Hiswana Migas telah mendapatkan keuntungan besar dari masyarakat Surabaya," katanya.

Ia menduga tagihan reklame SPBU Pertamina untuk 2024 dan 2025 juga belum dibayar. Eko bahkan menyarankan pembongkaran totem SPBU yang menunggak pajak sebagai langkah tegas.

"Anggaran Rp 26 miliar bisa digunakan untuk bantuan sosial, pendidikan, dan pembangunan lainnya," tambahnya.

 

Editor : Alim Perdana