SURABAYA – Dalam rangka memperingati Tahun Baru Jawa 1 Suro 1959 Saka, gabungan komunitas budaya yang tergabung dalam Suroboyo Wani Bebudaya menggelar peringatan spiritual dan budaya bertajuk Sangkan Paran Dumadi atau Asal Usul Kelahiran Manusia, di Pesarehan Eyang Mbah Kapiludin, Kelurahan Putat Jaya, Surabaya, Sabtu (26/7/2025).
Acara ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh budaya, penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta perwakilan dari komunitas-komunitas lokal seperti Perserikatan Seni Nasional, KOJAR, Komunitas Njarak Ndoli, SPS Satrio Pendowo Sejati, Perguruan Pencak Silat Kera Sakti, Bonek Sawahan, Pandepokan Sukmo Limo, dan Arek-Arek Nusantara.
“Peringatan ini merupakan bentuk nyata semangat kami menjaga warisan budaya leluhur. Tradisi ini bukan sekadar ritual, melainkan bentuk penyucian diri secara spiritual agar kita senantiasa ingat dan dekat dengan Hyang Maha Kuasa,” ungkap Juru Bicara Suroboyo Wani Bebudaya, Ki Ageng Kinco.
Dalam ajaran masyarakat Jawa, khususnya para penghayat kepercayaan yang berakar pada nilai-nilai Kapitayan, bulan Suro dipercaya sebagai waktu yang sakral untuk melakukan ritual penyucian diri. Tradisi ini diwujudkan dalam bentuk meditasi, semedi, tirakat, hingga merawat pusaka-pusaka leluhur seperti keris dan gamelan, sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah.
“Inti dari Sangkan Paran Dumadi adalah mengingat asal-usul kita sebagai manusia, sekaligus menjaga keselarasan dengan alam semesta. Ini sejalan dengan prinsip Memayu Hayuning Bawana, yaitu memperindah kehidupan dunia,” tambah Ki Ageng Kinco.
Meski berada di kawasan yang sempat mendapat stigma negatif, yakni Jarak-Dolly, kegiatan ini menunjukkan bahwa warga setempat tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan spiritualitas. Mereka membuktikan bahwa stigma tidak melemahkan tekad untuk melestarikan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang.
“Warga Putat Jaya ingin menunjukkan bahwa mereka masih memiliki harga diri, martabat, dan kepribadian bangsa yang kuat. Kami menolak tunduk pada arus budaya asing yang mengikis jati diri,” tegas Ki Ageng.
Aliansi Suroboyo Wani Bebudaya menegaskan komitmennya untuk terus merawat dan mempertahankan ajaran leluhur sebagai pondasi kebangsaan. Mereka berharap siapa pun yang menjaga warisan budaya akan mendapat keberkahan, ketenangan, dan kesejahteraan dalam hidupnya.
“Bangsa yang kuat adalah bangsa yang tidak meninggalkan ajaran leluhurnya. Semoga sinar kebaikan selalu menyertai langkah kita,” tutupnya.
Editor : Amal Jaelani