JAKARTA – Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan peningkatan signifikan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung.
Dalam podcast Suara Angka, tiga peneliti senior Adjie Alfarabie, Ardian Sopa, dan Ade Bhondon membahas temuan mengejutkan ini. Survei nasional Juni 2025 menempatkan Kejaksaan Agung di puncak kepercayaan lembaga penegak hukum dengan angka 61%, mengungguli KPK (60%) dan Polri (54,3%).
"Ini bukan sekadar statistik, tetapi pergeseran psikologis publik," ujar Adjie Alfarabie. Ia menambahkan bahwa kepercayaan ini merupakan yang pertama kalinya dalam dekade terakhir.
Keberhasilan Kejaksaan Agung mengungkap kasus korupsi besar seperti BTS Kominfo (Rp 8 triliun), Duta Palma (Rp 78 triliun), dan tambang timah Bangka Belitung (hingga Rp 271 triliun) dinilai sebagai faktor kunci peningkatan kepercayaan. Ardian Sopa menyebutnya sebagai "rehabilitasi moral" bagi institusi tersebut.
"Kejaksaan menunjukkan bahwa institusi hukum bisa bangkit dengan kemauan, perlindungan politik, dan konsistensi," katanya. Dukungan struktural dari Presiden Prabowo juga dianggap berperan penting.
Ironi "No Viral, No Justice"
Namun, podcast juga menyoroti fenomena "No Viral, No Justice," di mana penegakan hukum terkesan bergantung pada viralitas kasus di media sosial.
Ade Bhondon, host podcast, mengatakan, "Jika kasus tidak trending, penanganannya sering lambat atau mandek." Fenomena ini, menurut LSI Denny JA, mengancam keadilan substansial karena hukum hanya bereaksi pada sensasi, bukan esensi.
LSI Denny JA merekomendasikan peningkatan akuntabilitas lembaga penegak hukum melalui penguatan kanal resmi, keterlibatan jurnalis investigatif, dan komunikasi publik yang responsif dan transparan.
Kesenjangan Kepercayaan dan Kekuatan Presiden
Podcast juga menyoroti kontras antara kepercayaan tinggi terhadap Presiden Prabowo dan kepercayaan yang masih rendah terhadap lembaga hukum.
Adjie Alfarabie bilang, "Presiden boleh karismatik, tetapi jika lembaga hukum tidak dipercaya, visi hanya tinggal janji." LSI Denny JA merekomendasikan reformasi sistem rekrutmen, pengawasan independen, dan kurikulum etika hukum untuk mengatasi hal ini.
Ardian Sopa mengingatkan Kejaksaan Agung untuk terus berbenah dan membongkar pola sistemik korupsi, bukan hanya menangkap pelaku di permukaan. "Kasus-kasus besar hanyalah puncak gunung es," tegasnya.
Kesimpulannya, Kejaksaan Agung memiliki momentum untuk menjadi simbol harapan baru dalam penegakan hukum. Namun, keberhasilan ini harus dijaga dengan reformasi berkelanjutan dan komitmen pada keadilan yang merata.
Editor : Alim Perdana