SURABAYA – Guru Besar Ilmu Hematologi Molekular dan Hemostasis Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Yetti Hernaningsih, dr., Sp.PK., Subsp.HK(K), menyoroti peningkatan kasus kanker darah di Indonesia dalam orasi ilmiahnya di Kampus MERR-C UNAIR. Ia menekankan pentingnya inovasi dalam diagnosis dan terapi untuk mengatasi masalah kesehatan yang semakin mendesak ini.
Prof. Yetti mengungkapkan data global yang mengkhawatirkan: kanker darah menyumbang lebih dari 6% kasus kanker dan lebih dari 7% kematian akibat kanker pada tahun 2022.
Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2022, limfoma non-Hodgkin dan leukemia masih masuk dalam sepuluh besar jenis kanker dengan insiden dan angka kematian tertinggi.
"Tanpa perubahan strategi, beban kasus dan kematian kanker di Indonesia diproyeksikan meningkat 63% antara 2025 dan 2040," tegasnya.
Salah satu solusi yang diangkat Prof. Yetti adalah terapi target, yang didahului dengan pemeriksaan molekuler genetik. Pemeriksaan ini menargetkan mutasi genetik spesifik dan bersifat personal.
Ia menjelaskan bahwa banyak rumah sakit di Indonesia telah mampu melakukan pemeriksaan fusi gen BCR-ABL pada leukemia mieloid kronik (CML) menggunakan metode PCR.
"Tes cepat molekuler berbasis PCR telah memudahkan dan mempraktiskan pemeriksaan di rumah sakit," jelasnya.
Pasien CML dengan fusi gen BCR-ABL dapat menerima pengobatan Inhibitor Tyrosine Kinase (TKI), yang merupakan terapi target.
"Obat TKI telah masuk dalam program BPJS Kesehatan, sehingga pasien BPJS dapat mengakses pengobatan target yang memberikan hasil lebih baik daripada pengobatan sebelumnya," ujar Prof. Yetti.
Prof. Yetti juga menekankan pentingnya pendekatan molekuler genetik dalam keganasan hematologi, yang selaras dengan konsep precision medicine.
"Precision medicine mengoptimalkan terapi secara personal, memaksimalkan manfaat dan membatasi toksisitas," jelasnya.
Ia merekomendasikan pemusatan layanan kesehatan untuk diagnosis keganasan hematologi agar pemeriksaan lebih efektif, efisien, terjangkau, dan terintegrasi dengan sistem jaminan kesehatan nasional.
Editor : Alim Perdana