Kematian Massal Ikan di Kali Surabaya, Alarm Krisis Ekologis dan Tata Kelola Sungai

Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di Kali Surabaya, Desa Wringinanom, Kabupaten Gresik, sejak Senin pagi. Foto/Ecoton
Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di Kali Surabaya, Desa Wringinanom, Kabupaten Gresik, sejak Senin pagi. Foto/Ecoton

GRESIK – Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di Kali Surabaya, Desa Wringinanom, Kabupaten Gresik, sejak Senin pagi. Kejadian ini mengungkap krisis ekologis serius di hilir Sungai Brantas, sumber air baku jutaan warga Surabaya.

Tim Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) menemukan kadar oksigen terlarut (DO) hanya 0,1 mg/L, jauh di bawah ambang batas 4 mg/L untuk air sungai Kelas 2 (PP 22 Tahun 2021).

Spesies lokal seperti Rengkik, Keting, Bader putih, dan Bader Merah – indikator kesehatan ekosistem sungai – menjadi korban. Matinya ikan-ikan ini menunjukkan pencemaran parah yang mengancam kehidupan akuatik.

"Kematian ikan dalam skala besar adalah alarm keras. Ini bukan hanya fenomena ekologis, tapi juga krisis kesehatan masyarakat dan degradasi sumber daya air," tegas Alaika Rahmatullah, Peneliti ECOTON.

Kualitas Air Memburuk, Ancaman Kesehatan Masyarakat

Kadar DO 0,1 mg/L menunjukkan air nyaris tak mendukung respirasi biota air. Kondisi ini disebabkan beban pencemaran organik tinggi, limbah industri, dan pengurangan vegetasi. Penelitian ECOTON sebelumnya juga menemukan kontaminasi mikroplastik dan logam berat di air dan biota sungai.

Manuel Sidabutar, mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Brawijaya, menambahkan bahwa kondisi ini menunjukkan sungai telah menjadi zona abu-abu yang tidak terpantau secara efektif, sementara pencemaran berlangsung terus-menerus dan sistematis.

"Apalagi kondisi saat ini menjelang musim kemarau, dimana debit air sungai menurun, dan industri banyak yang membuang limbah cair ke sungai tanpa ada pengawasan yang ketat," ucapnya.

Kali Surabaya merupakan sumber air baku utama PDAM Surya Sembada Surabaya, melayani lebih dari 2 juta jiwa. Penurunan kualitas air berdampak langsung pada keamanan air minum.

ECOTON menyoroti lemahnya tata kelola sungai: minimnya penegakan hukum terhadap industri pencemar, kurangnya transparansi data kualitas air, pengawasan terfragmentasi antar lembaga (pemerintah daerah, DLH, BBWS), dan minimnya pemantauan partisipatif.

Untuk itu ECOTON menuntut investigasi menyeluruh, penegakan hukum tegas, penguatan pemantauan partisipatif, transparansi data kualitas air, dan moratorium izin pembuangan limbah cair.

Kejadian ikan mati massal bukan fenomena musiman, melainkan akibat kegagalan tata kelola sungai. Perbaikan sistemik mendesak untuk mencegah kejadian serupa dan melindungi lingkungan serta masyarakat.

ECOTON menyerukan pemerintah, industri, dan masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan Kali Surabaya.

Editor : Alim Perdana