Siapa Wapres Ideal, Gibran atau Anies? Sebuah Diskursus untuk Masa Depan

Gibran Rakabuming Raka vs Anies Baswedan, dua figur muda, tetapi dengan latar belakang dan kapasitas yang sangat berbeda. Foto kolase/Ayojatim
Gibran Rakabuming Raka vs Anies Baswedan, dua figur muda, tetapi dengan latar belakang dan kapasitas yang sangat berbeda. Foto kolase/Ayojatim

DI tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo saat ini, muncul wacana menarik dari sejumlah tokoh bangsa, termasuk kalangan purnawirawan jenderal, yang mengusulkan agar Presiden terpilih Prabowo Subianto mempertimbangkan pergantian wakil presiden.

Meski belum berlandaskan mekanisme hukum formal, gagasan ini mengandung satu pesan: bahwa posisi Wakil Presiden tidak boleh dianggap sebagai formalitas politik belaka.

Artikel ini ingin membuka ruang berpikir tentang sosok seperti apa yang idealnya mendampingi seorang presiden dalam menakhodai Indonesia ke depan, khususnya menghadapi tantangan global, transformasi digital, krisis moral, dan ketimpangan ekonomi yang masih menjadi PR nasional.

Salah satu nama yang kini ramai disebut dalam spekulasi publik adalah Anies Rasyid Baswedan. Perbandingan pun tak terhindarkan: Gibran Rakabuming Raka vs Anies Baswedan, dua figur muda, tetapi dengan latar belakang dan kapasitas yang sangat berbeda.

Apple to Apple: Menimbang Secara Objektif

Mari kita lakukan perbandingan "apple to apple" antara keduanya secara jernih dan konstruktif, bukan untuk menilai siapa lebih unggul sebagai individu, tetapi siapa lebih cocok, relevan, dan potensial sebagai Wakil Presiden Indonesia mendampingi Prabowo Subianto.

1. Pengalaman dan Kapasitas

Gibran datang dari dunia usaha dan baru menjabat sebagai Wali Kota Solo dalam periode yang relatif singkat. Ia mewakili semangat generasi muda, pragmatis, dan cepat belajar. Namun, belum banyak kebijakan berskala nasional yang bisa dijadikan tolok ukur efektivitas kepemimpinannya.

Anies, sebaliknya, adalah akademisi dan birokrat berpengalaman. Ia pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Gubernur DKI Jakarta, serta dikenal memiliki pemikiran kebangsaan yang matang dan agenda sosial yang kuat.

2. Gagasan dan Kebijakan

Gibran dikenal dengan program-program lokal berbasis UMKM, digitalisasi event, dan tata kelola kota. Anies punya portofolio yang lebih luas: transformasi transportasi publik (MRT & JakLingko), pendidikan gratis (KJP Plus), serta pendekatan kolaboratif dalam tata kota dan penanganan krisis.

3. Etika Politik dan Persepsi Publik

Gibran masih dibayangi oleh kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi yang memuluskan jalannya ke posisi cawapres. Isu ini menimbulkan persepsi negatif terkait etika politik dan potensi politik dinasti. Di sisi lain, Anies kerap tampil sebagai pencetus gagasan, membawa semangat reformasi dan integritas demokrasi.

4. Diplomasi dan Reputasi Internasional

Di era global, Wapres juga mewakili Indonesia di dunia luar. Anies punya rekam jejak pidato-pidato berkelas dunia dan jejaring internasional yang luas, baik dari latar pendidikannya di Amerika maupun peran-perannya di forum global. Gibran, sejauh ini, belum terlihat berperan aktif dalam arena diplomasi internasional.

Siapa yang Membawa Nilai Tambah?

Kita perlu bertanya jujur: apa yang dibutuhkan Presiden Prabowo dalam lima tahun mendatang? Seorang pendamping yang patuh, atau mitra strategis yang bisa menyeimbangkan energi, memberi masukan kritis, dan melengkapi titik-titik lemah kebijakan?

Jika yang dicari adalah stabilitas internal tanpa friksi, Gibran bisa jadi figur yang tepat. Namun jika tujuan jangka panjangnya adalah mendorong percepatan reformasi, diplomasi global yang cerdas, dan pembangunan berwawasan keumatan dan kebangsaan, maka Anies bisa menjadi sosok yang mengisi ruang itu dengan gagasan dan keberanian moral.

Penegasan: Ini Bukan Evaluasi Personal

Artikel ini bukan dimaksudkan untuk mengevaluasi siapapun secara personal. Tulisan ini adalah bentuk ikhtiar untuk menghadirkan diskursus sehat dan konstruktif mengenai kepemimpinan nasional.

Kita tidak sedang membandingkan siapa yang lebih populer atau dekat dengan elite, melainkan siapa yang secara kapasitas, integritas, dan kepemimpinan bisa lebih menjanjikan untuk kemajuan Indonesia.

Tulisan ini juga mencoba mendengar dan mewakili suara public, suara mereka yang merindukan sosok wakil presiden yang: Cerdas dan intelektual; Kuat dalam diplomasi internasional; Berwibawa dalam forum kenegaraan; Kreatif, inovatif, tapi tetap merakyat; Punya gagasan kuat dan daya dorong positif bagi presiden.

Menutup dengan Harapan

Secara pribadi penulis percaya bahwa bangsa ini harus terus bergerak menuju politik yang berkualitas, bukan sekadar transaksional. Kepemimpinan nasional harus dibangun di atas nilai, gagasan, dan kemauan memperbaiki sistem. Karena Indonesia yang kita cintai tidak cukup dipimpin oleh orang baik, tapi perlu didampingi oleh orang tepat di waktu yang tepat.

Semoga diskusi ini menjadi ikhtiar kecil untuk membuka jalan ke arah kepemimpinan nasional yang lebih menjanjikan bagi umat dan bangsa.

Oleh: Ulul Albab
Akademisi Unitomo Surabaya
Pemerhati dan Peduli Persoalan Kebangsaan dan Keumatan

Editor : Alim Perdana