Warung dan Rumah Makan yang Buka di Siang Hari Selama Ramadhan

Tangkapan layar massa merazia dan mengobrak abrik warung yang buka di bulan Ramadhan. Sumber X
Tangkapan layar massa merazia dan mengobrak abrik warung yang buka di bulan Ramadhan. Sumber X

Oleh : Ulul Albab

Ketua ICMI Orwil Jawa Timur

RAMADHAN adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Momen yang sangat ditunggu-tunggu untuk memperbaiki diri, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sekaligus untuk menghapuskan segala dosa dan memperbaiki kesalahan selama 11 bulan di luar ramadhan. Karena itu bulan Ramadhan selalu menjadi fenomena yang menarik untuk dicermati.

Salah satu fenomena yang kesat mata adalah berbondong-bondongnya dan beramai-ramainya ummat islam menunaikan ibadah tarawih, meramaikan masjid-masjid dan musolla-musolla dengan berbagai kegiatan positif, produktif, konstruktif dan inspiratif, baik dalam bentuk kajian, maupun aksi nyata seperti takjil dan buka bersama serta bantuan-bantuan sosial lainnya. Bahkan di bulan Ramadhan pula animo umat untuk menjalankan ibadah umroh sangat tinggi.

Semangat Ramadhan, Juga Semangat Toleransi

Ini semua menunjukkan betapa pedulinya ummat islam dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ibadah secara sungguh-sungguh. Tidak hanya dalam ukuran jumlah atau kuantitas, tetapi juga dalam hal kualitas ibadahnya.

Bahkan saking semangatnya, ada diantara mereka yang terlalu sensitif dan merasa terganggu jika ada pihak-pihak yang melakukan hal-hal yang bertentangan atau berbeda dari yang mereka lakukan.

Misalnya ada yang sampai melakukan razia terhadap warung dan rumah makan yang buka di siang hari, mereka memaksa pemilik warung dan rumah makan untuk tutup di siang hari selama bulan puasa.

Tentu saja tindakan ini bisa mencederai keharmonisan system sosial yang ada, dan sudah terbangun dengan baik selama ini.

Tulisan ini akan membahas bagaimana seharusnya sikap yang dikembangkan oleh ummat islam dalam rangka memanfaatkan bulan Ramadhan tanpa harus melukai keharmonisan hubungan antar sesama warga bangsa, sesama manusia makhluk Allah, yang kebetulan berbeda agama dan keyakinan.

Boleh Buka Tapi Tetap Hormati dan Jangan Ganggu Puasa

Dalam perspektif Islam, puasa adalah ibadah yang tidak hanya melibatkan aspek fisik, tetapi juga mental dan spiritual. Allah SWT mengajarkan umat Islam untuk menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu lainnya.

Namun, Allah juga mengajarkan umatnya untuk bersikap bijaksana dalam menjalani kehidupan sosial, tanpa mengabaikan hak-hak orang lain.

Pada masa Rasulullah SAW, meskipun umat Islam mayoritas di Madinah, terdapat pula umat non-Muslim yang hidup berdampingan dengan mereka.

Rasulullah SAW sendiri tidak pernah memaksakan orang lain untuk mengikuti pola hidup umat Islam, tetapi beliau mengajarkan untuk saling menghormati dan menjaga kedamaian.

Dalam satu riwayat yang disampaikan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak berpuasa karena alasan yang sah, seperti orang sakit atau dalam perjalanan, maka mereka diperbolehkan makan dan minum, tetapi hendaknya mereka menghormati orang-orang yang sedang berpuasa dan tidak mengganggu mereka."

Hadis ini jika dibaca secara umum, memang seakan membolehkan untuk melakukan Razia warung dan rumah makan yang buka siang hari di bulan Ramadhan, dengan alasan perintah Rosulullah untuk menghormati dan tidak mengganggu orang yang berpuasa.

Tetapi jika dicermati secara mendalam, sebetulnya yang buka warung dan rumah makan di siang hari bulan Ramadhan itu sesungguhnya tidak berarti mengganggu dan tidak menghormati orang yang sedang puasa.

Kecuali warung dan rumah makan tersebut secara terang-terangan dan vulgar membuat promosi menarik orang untuk makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan dengan sengaja dan niat tertentu untuk mengganggu.

Teladani Sikap Toleransi dari Rasulullah SAW

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa dalam hidup bersama, kita harus senantiasa menjaga sikap saling menghormati, bukan hanya menghormati mereka yang berpuasa, tetapi juga mereka yang tidak berpuasa.

Beliau selalu mengedepankan rasa saling menghargai antar sesama, tanpa memaksakan kehendak pribadi.

Salah satu contoh teladan Rasulullah SAW adalah bagaimana beliau memandang kehidupan sosial yang plural.

Di Jaman Rosulullah, meskipun di Madinah umat Islam mayoritas, beliau tetap menjaga toleransi dengan memberikan ruang bagi yang tidak berpuasa untuk tetap hidup sesuai keyakinan mereka.

Di sisi lain, beliau bahkan mengingatkan umat Islam untuk menjaga adab dan kesucian ibadah puasa mereka, tanpa terpengaruh oleh lingkungan.

Sikap ini sangat relevan dengan kehidupan kita di Indonesia saat ini. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk, dengan berbagai suku, agama, dan budaya yang hidup berdampingan.

Maka, dalam menjalankan ajaran agama, kita harus tetap mengedepankan rasa saling menghormati dan menjaga kedamaian sosial.

Toleransi dan Keharmonisan dalam Kehidupan Beragama

Indonesia, dengan segala keberagamannya, merupakan contoh yang baik tentang bagaimana umat beragama bisa hidup berdampingan.

Ramadhan adalah bulan yang sangat sakral bagi umat Islam, tetapi itu bukan berarti kita harus memaksakan semua orang untuk ikut serta dalam ibadah puasa.

Justru, dalam suasana Ramadhan yang penuh berkah, kita dapat membangun toleransi dan saling menghormati antar sesama.

Di sisi lain, fenomena rumah makan yang buka di siang hari selama Ramadhan juga bisa menjadi momentum untuk kita merenung dan menilai sikap kita sebagai umat Muslim.

Apakah kita telah cukup sabar dalam menjalani ibadah puasa, ataukah kita terlalu mudah tersinggung dengan keadaan sekitar? Apakah kita sudah cukup menjaga adab dan kesopanan dalam menghadapi perbedaan?

 

Editor : Alim Perdana