Oleh: Dr. Harliantara, M.Si.
Dekan Fikom Unitomo Surabaya
DI ERA digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak dan remaja, memberikan banyak manfaat, seperti konektivitas global, akses informasi yang luas, dan platform untuk mengekspresikan diri.
Namun, di tengah kenyamanan dan kegembiraan yang diberikannya, media sosial menyimpan potensi untuk memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan psikologis, emosional, dan sosial individu-individu muda.
Penggunaan media sosial yang bermasalah dapat menimbulkan berbagai masalah, termasuk kecemasan, depresi, perundungan di dunia maya, dan isolasi sosial, yang secara kolektif dapat menghambat perkembangan optimal anak-anak dan remaja.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang dampak buruk media sosial dan strategi mitigasi yang efektif sangat penting untuk menjaga kesejahteraan anak muda.
Selain dampak positif tersebut, media sosial telah terbukti memiliki konsekuensi negatif, termasuk kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial secara fisik dan lebih memilih untuk berinteraksi secara online, peningkatan aktivitas penipuan dan kejahatan siber, perundungan siber, proliferasi konten negatif, fitnah dan pencemaran nama baik yang meluas, memburuknya hubungan dengan orang-orang terdekat, pengabaian tugas dan kewajiban profesional, membuang-buang waktu untuk kegiatan yang tidak penting, serta menurunnya prestasi akademis dan kemampuan kerja.
Efek buruk yang signifikan dan membingungkan dari media sosial terhadap kesehatan mental remaja adalah dampaknya terhadap kesehatan mental. Paparan konstan terhadap konten yang tidak sesuai dengan kenyataan, perbandingan sosial yang tiada henti, dan tekanan untuk mendapatkan validasi secara online dapat menimbulkan perasaan tidak mampu, cemas, dan depresi.
Sejumlah besar penelitian telah menunjukkan bahwa remaja yang mengalokasikan waktu secara berlebihan untuk platform media sosial sering kali mengalami ketidakpuasan terhadap diri mereka sendiri dan kehidupan mereka. Fenomena ini berpotensi menghambat perkembangan emosional dan psikologis individu-individu ini.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa remaja yang aktif di platform media sosial lebih rentan terhadap tantangan kesehatan mental daripada mereka yang tidak terlibat secara ekstensif dengan platform ini.
Selain itu, media sosial juga berpotensi meningkatkan perasaan kesepian dan terisolasi, meskipun tujuan desain awalnya adalah untuk membina hubungan di antara para pengguna.
Remaja yang mengalami keterputusan hubungan dengan teman sebayanya di dunia nyata sering kali mencari validasi dan penerimaan dari platform media sosial. Namun, jika mereka tidak menerima respons yang diantisipasi, mereka mungkin menemukan diri mereka dalam keadaan terisolasi yang lebih dalam.
Selain itu, platform media sosial dapat menjadi tempat berkembang biak bagi cyberbullying, sebuah bentuk penindasan online yang dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat besar dan menghancurkan bagi para korban.
Bentuk penindasan ini dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk penyebaran rumor palsu, penghinaan, ancaman, dan pelecehan seksual. Khususnya, anonimitas yang diberikan oleh platform media sosial memungkinkan para pelaku untuk melakukan pelecehan tanpa henti.
Dampak dari cyberbullying dapat sangat merusak kesehatan mental para korban, yang sering kali membuat mereka merasa tidak berdaya dan malu. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius, termasuk depresi, kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri.
Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan cyberbullying dan memberikan dukungan kepada para korban dan pelaku untuk mencegah tragedi yang dapat dicegah.
Untuk itu, sangat penting untuk meningkatkan penekanan pada etika berinternet, memberdayakan orang tua untuk memainkan peran yang lebih aktif, dan memfasilitasi integrasi kegiatan sosialisasi dan konseling anti-penindasan oleh penegak hukum dan organisasi sosial.
Selain dampak psikologisnya, media sosial juga berpotensi mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak dan remaja. Kecenderungan untuk mendedikasikan waktu yang berlebihan untuk media sosial dapat menyebabkan berkurangnya interaksi sosial tatap muka, yang sangat penting untuk pengembangan keterampilan sosial dan pembentukan hubungan yang sehat.
Remaja yang memprioritaskan komunikasi media sosial daripada interaksi langsung dengan teman sebaya dapat menghadapi tantangan dalam mengembangkan keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal yang penting untuk sukses dalam konteks sosial dan profesional.
Selain itu, paparan terhadap konten media sosial yang tidak sesuai dapat menghambat perkembangan moral dan etika anak-anak dan remaja. Media sosial menciptakan lingkungan di mana individu bebas mengartikulasikan perspektif dan pendapat mereka tanpa batasan norma sosial tradisional atau kecaman profesional.
Untuk mengatasi dampak buruk media sosial terhadap anak-anak dan remaja, diperlukan pendekatan dari berbagai sisi yang melibatkan orang tua, sekolah, pemerintah, dan industri media sosial.
Orang tua harus berperan aktif dalam memantau penggunaan media sosial anak-anak mereka, memberikan pendidikan tentang penggunaan yang bertanggung jawab, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan fisik di dunia nyata.
Institusi pendidikan dapat memasukkan program literasi media ke dalam kurikulum untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mengevaluasi informasi yang mereka temui di media sosial.
Selain itu, pemerintah dapat menerapkan peraturan yang lebih ketat mengenai konten yang diizinkan di platform media sosial, memastikan bahwa perusahaan media sosial bertanggung jawab atas konten berbahaya atau melanggar hukum yang disebarkan di platform mereka.
Editor : Alim Perdana