SURABAYA - Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, mendesak Pertamina, pemerintah, dan Kejaksaan Agung untuk melakukan audit menyeluruh dan transparan terhadap proses pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92.
Desakan ini muncul di tengah krisis kepercayaan publik terhadap Pertamina, menyusul kasus mega korupsi senilai Rp 193,7 triliun yang ditangani Kejaksaan Agung.
"Kerugian negara Rp 193,7 triliun itu baru perhitungan satu tahun, bukan untuk periode 2018-2023," ujar Sadarestuwati.
"Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya, yaitu menyediakan BBM murah dan berkualitas untuk kesejahteraan rakyat. Justru sebaliknya, kasus ini memperlihatkan Pertamina hadir untuk penderitaan rakyat," sambungnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menyoroti isu yang beredar di masyarakat mengenai Pertamax yang dianggap sebagai Pertalite "yang tidak perlu antre". Ia menegaskan bahwa ketidakpercayaan dan kemarahan publik terhadap Pertamina adalah hal yang wajar.
"Jangan disalahkan rakyat merasa ada trust issue dan marah," tegasnya.
Komisi VI DPR RI akan segera memanggil Pertamina untuk mencari solusi yang "clean and clear" atas permasalahan ini.
Sadarestuwati menduga kasus ini hanyalah puncak gunung es, mengingat banyaknya aduan konsumen ke Komisi VI terkait kualitas Pertamax. Ia bahkan meminta Badan Perlindungan Konsumen untuk ikut terlibat dalam penyelidikan.
"Coba dihitung, ada berapa konsumen di pabrikan mobil dan bengkel mobil yang mengadu ke Komisi VI terkait urusan 'Pertalite yang nggak antre' ini. Korbannya itu masyarakat lho, jangan dianggap enteng," jelasnya.
Sadarestuwati menuturkan pentingnya transparansi dan objektivitas dalam proses audit dan penyelidikan. Ia menyoroti dugaan konflik kepentingan dan nepotisme di internal Pertamina yang turut menjadi penyebab masalah ini.
"Rakyat tahu itu masih ada kaitannya dengan nepotisme. Benar itu, rakyat tahu tapi mereka diam tak berani bersuara," tegasnya.
Lebih lanjut, Sadarestuwati meminta Pertamina memberikan penjelasan yang jelas kepada publik, mengingat banyaknya keluhan yang disampaikan melalui media sosial.
Ia mencontohkan, beberapa konsumen Pertamax mengeluhkan kendala pada mesin kendaraan mereka, seperti tarikan gas yang kurang lancar. Hal ini, menurutnya, menyebabkan konsumen beralih ke SPBU lain.
"Kan kecewa rakyat sudah beli BBM Non Subsidi ternyata diperlakukan seperti ini," ungkap Sadarestuwati.
Ia berharap audit dan penyelidikan ini akan menghasilkan solusi yang adil dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap Pertamina.
Editor : Alim Perdana