DALAM kehidupan umat Islam, solat berjamaah adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Tak hanya menjadi simbol kebersamaan, solat berjamaah juga merupakan ajang untuk memperkuat ikatan antara umat.
Namun di balik kemuliaannya, ada perdebatan pandangan yang harus disikapi secara bijak: apakah makmum harus membaca bacaan solatnya sendiri ketika solat berjamaah, atau cukup mengikuti bacaan imam saja? Untuk memahami ini lebih dalam, kita perlu menyelami pandangan empat mazhab besar: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.
Mazhab Hanafi: Ikut Pergerakan Imam, Bacaan Tidak Wajib
Bagi pengikut mazhab Hanafi, makmum tidak diwajibkan membaca Al-Fatihah dalam solat berjamaah. Ini adalah pandangan yang cukup kontras dengan beberapa mazhab lainnya. Menurut mereka, cukup bagi makmum untuk mengikuti pergerakan imam, tanpa perlu membaca bacaan sendiri.
Imam al-Kasani, dalam karya Badai’ al-Sana'i (2003), menguatkan pendapat ini dengan menegaskan bahwa bacaan Al-Fatihah dan surah lainnya hanya menjadi kewajiban bagi makmum jika mereka melakukan solat sendirian (solat sunnah). Jadi, bagi mazhab Hanafi, cukup mengikuti imam dalam gerakan solatnya, tanpa melafalkan bacaan tersebut.
Mazhab Maliki: Bacaan Al-Fatihah Hanya Wajib Saat Imam Membaca Lirih
Berbeda dengan Hanafi, mazhab Maliki mengharuskan makmum untuk membaca Al-Fatihah, namun hanya pada solat yang imam membacanya dengan suara lirih. Dalam hal ini, solat Dzuhur dan Ashar menjadi contoh nyata, di mana imam Sholat biasanya membaca dengan suara yang tidak terdengar jelas oleh makmum. Di sinilah pentingnya bacaan Al-Fatihah dari makmum, untuk menggantikan bacaan imam yang tidak terdengar.
Namun, pada solat-solat seperti Subuh, Maghrib, dan Isya, di mana imam membaca dengan keras, makmum cukup mengikuti imam tanpa membaca Al-Fatihah sendiri. Imam al-Qarafi, dalam al-Furu’ (1997), menyarankan makmum untuk membaca Al-Fatihah di solat yang imamnya tidak membaca dengan keras, karena ini berhubungan langsung dengan sahnya solat mereka.
Mazhab Syafi'i: Bacaan Al-Fatihah Wajib pada Solat Imam Membaca Lirih
Mazhab Syafii memberikan pandangan yang lebih tegas lagi: makmum wajib membaca Al-Fatihah dalam setiap solat berjamaah, kecuali pada solat di mana imam membaca dengan suara keras seperti pada Subuh, Maghrib, dan Isya. Pada solat ini, makmum cukup mendengarkan bacaan imam.
Namun pada solat Dzuhur dan Ashar, di mana imam tidak membaca dengan keras, makmum harus membaca Al-Fatihah secara mandiri. Imam an-Nawawi, dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab (1998), menegaskan bahwa bacaan Al-Fatihah adalah bagian penting dari solat, dan setiap makmum harus membacanya dengan khusyuk, terlebih pada solat di mana imam tidak membacanya dengan keras.
Mazhab Hanbali: Wajib Membaca Al-Fatihah di Setiap Solat Berjamaah
Pada mazhab Hanbali, pendapat yang lebih tegas lagi muncul: makmum wajib membaca Al-Fatihah dalam setiap solat berjamaah, tanpa memandang apakah imam membaca dengan keras atau lirih. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika kamu solat di belakang imam, maka hendaknya kamu membaca Al-Fatihah dalam hati pada solat yang imam membaca lirih." (HR. Muslim).
Pendapat ini memberikan penekanan yang kuat pada kewajiban bacaan Al-Fatihah oleh makmum, tidak tergantung pada suara imam, meskipun pada solat yang imamnya membaca keras. Imam Ibn Qudamah, dalam al-Mughni (1999), juga menjelaskan bahwa membaca Al-Fatihah adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh makmum, baik dalam solat berjamaah dengan imam yang membaca lirih maupun keras.
Rukuk, I'tidal, dan Sujud: Ikut Imam, Tak Perlu Bacaan Sendiri
Dalam ketiga gerakan ini, yaitu dari rukuk, hingga sujud, makmum hanya perlu mengikuti imam. Bacaan seperti Subhana Rabbiyal Adzim saat rukuk, atau Subhana Rabbiyal A'la dalam sujud, cukup dibacakan oleh imam. Makmum, dengan khusyuk, cukup mengikuti setiap gerakan yang dilakukan imam. Tak perlu menambah, tak perlu menyela. Yang terpenting adalah satu kesatuan gerakan yang mendalam. Ini adalah prinsip utama yang disepakati semua mazhab.
Duduk di Antara Dua Sujud: Hanya Ikuti Imam
Begitu pula dengan duduk di antara dua sujud. Tak ada bacaan tambahan di sini. Makmum kembali mengikuti imam, membaca Rabbighfir li, tanpa perlu menambah apapun. Mengapa? Karena, dalam berjamaah, seluruh tindakan ibadah ini adalah kesatuan yang lebih besar, mewakili umat yang sedang beribadah bersama.
Tahiyat Awal dan Akhir: Berbeda Berdasarkan Mazhab
Pada mazhab Hanafi, bacaan At-Tahiyyat, baik yang awal maupun akhir, cukup dilakukan oleh imam. Makmum tidak diwajibkan membaca sendiri. Sebab, mereka berpendapat bahwa imam sudah mewakili bacaan tersebut. Ini berdasar pada pemahaman bahwa solat berjamaah adalah bentuk ibadah kolektif yang tidak mengharuskan setiap individu menambah bacaan secara terpisah.
Mazhab Maliki. Mazhab ini menyatakan, makmum diwajibkan membaca At-Tahiyyat ketika imam membaca solat dengan suara lirih (yaitu pada solat Dzuhur dan Asar). Tapi jika imam membaca dengan keras (yaitu pada Subuh, Maghrib dan Isya’) makmum cukup mengikuti imam tanpa perlu membaca tahiyat sendiri.
Mazhab Syafi'i dan Hanbali: Bagi para pengikut mazhab Syafi'i dan Hanbali, makmum wajib membaca tahiyat (baik pada tahiyat awal maupun akhir) terlepas dari apakah imam membaca dengan suara keras (Maghrib, Isya’, dan Subuh) atau lirih (Dhuhur, dan Ashar). Kedua mazhab ini berpendapat bahwa bacaan At-Tahiyyat adalah inti dari ibadah solat yang tidak bisa digantikan oleh orang lain, meskipun kita sedang mengikuti imam.
Dengan memahami perbedaan ini, kita bisa lebih bijak dalam memilih tata cara sholat yang sesuai dengan mazhab yang kita anut. Lebih penting lagi, meskipun ada perbedaan pendapat, yang harus dijaga adalah keabsahan solat dan kemurnian niat kita dalam beribadah.
Penulis: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
Editor : Alim Perdana