ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Perguruan Tinggi dan Tambang

DI TENGAH hiruk-pikuk perbincangan mengenai sektor pertambangan, sebuah wacana menarik mengemuka, yaitu: untuk memberikan izin kelola tambang kepada perguruan tinggi. Usulan ini datang dari Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko, yang mengungkapkan bahwa hal ini sudah pernah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 2016.

Kini, dengan adanya revisi RUU Minerba yang diusung Badan Legislasi (Baleg) DPR, isu ini kembali mencuat ke permukaan. Apakah ini sekadar wacana atau mungkin jalan baru bagi perguruan tinggi untuk merambah dunia bisnis tambang? Di balik topik yang terkesan sektoral ini, muncul pertanyaan besar: seharusnya perguruan tinggi bersikap seperti apa?

Antara Misi Akademik dan Keuntungan Ekonomi

Perdebatan yang muncul di kalangan akademisi dan pengelola perguruan tinggi menunjukkan adanya perbedaan sikap. Sebagian kampus menyambut baik usulan ini. Universitas Airlangga (Unair), misalnya, mengungkapkan kesiapan mereka untuk mendukung rencana pemberian izin kelola tambang, asalkan dengan berbagai syarat yang jelas dan regulasi yang transparan.

Dalam pandangan mereka, pengelolaan tambang bisa menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan kampus dan memperkuat posisi perguruan tinggi dalam ranah riset dan pengabdian masyarakat.

Namun, di sisi lain, sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Islam Indonesia (UII) justru menolak wacana ini. Mereka menganggap bahwa kampus seharusnya fokus pada tiga pilar utama: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Terlibat dalam bisnis tambang, menurut mereka, berpotensi mengaburkan esensi misi perguruan tinggi sebagai lembaga yang berfungsi untuk mencerdaskan bangsa dan menghasilkan inovasi sosial, bukan semata-mata mencari keuntungan.

Tentu saja, ada argumen yang dapat diterima dari kedua sisi. Di satu sisi, ide untuk mengelola tambang bisa memberi peluang bagi perguruan tinggi untuk menciptakan sumber pendanaan alternatif yang lebih mandiri, apalagi di tengah situasi finansial yang sering kali tidak menentu.

Namun, di sisi lain, pengelolaan tambang merupakan aktivitas jangka panjang dengan risiko besar, yang memerlukan komitmen besar dalam hal modal dan sumber daya manusia. Tambang bukanlah lahan yang langsung menguntungkan, apalagi jika lahan yang dikelola sudah bekas atau dalam keadaan kurang produktif.

Moralitas Perguruan Tinggi

Permasalahan lebih mendalam muncul ketika kita mempertimbangkan aspek moralitas. Pengelolaan tambang, seperti kita ketahui, berdampak langsung pada lingkungan hidup. Proses eksploitasi sumber daya alam, terutama dalam sektor pertambangan, sering kali menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar.

Erosi, pencemaran air, kerusakan hutan, hingga dampak sosial terhadap masyarakat sekitar sering kali menjadi korban dari aktivitas pertambangan.

Ini yang menjadi titik kritis dari keberatan banyak pihak, termasuk Fathul Wahid, Rektor UII, yang menyoroti potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan moralitas kampus.

“Saya khawatir ketika kampus masuk di sana, itu bisa kehilangan sensitifitas terhadap isu lingkungan karena logika bisnis yang dominan,” ujar Fathul. Inilah yang patut menjadi perhatian serius.

Perguruan tinggi seharusnya tidak hanya berfokus pada keuntungan finansial semata. Jika kampus terlibat dalam pengelolaan tambang, maka nilai-nilai keberlanjutan, tanggung jawab sosial, dan etika lingkungan harus dijunjung tinggi.

Setiap aktivitas bisnis harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainability), bukan hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga ekologi dan sosial.

Kampus harus memegang teguh prinsip-prinsip akademik yang mengedepankan integritas moral, di mana pengetahuan dan keilmuan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk meraup keuntungan secara sepihak.

Solusi dan Rekomendasi

Jika wacana pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi tetap berjalan, maka harus ada regulasi yang jelas dan tegas. Pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi, apabila benar-benar dilaksanakan, seharusnya tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan keuntungan finansial, tetapi harus diarahkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkelanjutan.

Perguruan tinggi bisa berkolaborasi dengan industri pertambangan, mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan, dan berfokus pada rehabilitasi lingkungan pascatambang.

Lebih dari itu, perguruan tinggi dapat berperan sebagai pusat riset untuk menemukan metode-metode baru dalam mengelola sumber daya alam yang lebih efisien dan minim dampak negatif. Tidak bisa dipungkiri, sektor tambang adalah salah satu yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian negara, tetapi keberlanjutannya harus menjadi perhatian utama.

Oleh karena itu, riset-riset dalam bidang pertambangan berkelanjutan, konservasi alam, dan penggunaan teknologi ramah lingkungan perlu didorong.

Pengelolaan Tambang: Kolaborasi Bukan Kompetisi

Tidak ada salahnya jika perguruan tinggi terlibat dalam sektor pertambangan, tetapi harus ada kolaborasi dengan pihak lain yang lebih berkompeten dalam mengelola industri ini.

Perguruan tinggi, dengan keunggulan dalam bidang riset dan pengembangan teknologi, bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan pertambangan dalam menciptakan praktik-praktik pertambangan yang ramah lingkungan dan mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar.

Bagi perguruan tinggi, berinvestasi dalam sumber daya alam juga berarti berinvestasi dalam pengembangan SDM yang berkualitas. Kampus-kampus bisa memanfaatkan izin kelola tambang untuk melatih mahasiswa dalam industri yang berisiko tinggi ini, memperkenalkan mereka pada praktik-praktik pertambangan yang modern, berkelanjutan, dan berbasis pada keahlian ilmiah.

Tapi, yang lebih penting lagi adalah memastikan bahwa perguruan tinggi tidak tergelincir dalam godaan bisnis yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Jangan sampai kampus yang seharusnya menjadi benteng pengetahuan dan pencerahan justru menjadi alat bagi kepentingan ekonomi yang merusak lingkungan.

Menimbang Kembali, Mengutamakan Kebaikan Bersama

Wacana perguruan tinggi mengelola tambang adalah topik yang kompleks dan penuh dengan pertimbangan. Perguruan tinggi, sebagai lembaga yang didirikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, harus memegang teguh nilai-nilai keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.

Keputusan apakah perguruan tinggi akan terlibat dalam bisnis tambang atau tidak, harus dipikirkan dengan matang, dan diambil dengan pendekatan yang bijak.

Jika dilaksanakan, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi seharusnya tidak hanya menguntungkan dari sisi finansial, tetapi harus menciptakan solusi yang berpihak pada keberlanjutan sosial dan lingkungan.

Dalam hal ini, kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan masyarakat akan menjadi jalan terbaik.

Jika ini tercapai, maka wacana perguruan tinggi mengelola tambang bukan lagi sekadar topik diskusi yang hangat, tetapi menjadi langkah nyata menuju pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dan lebih berkelanjutan.

Penulis: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

Editor : Alim Perdana