BUSAN - Aeshnina Azzahra Aqilani, aktivis muda Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia, mengungkapkan kekecewaan atas hasil negosiasi internasional kelima untuk perjanjian mengatasi polusi plastik (INC 5) yang berlangsung di Busan, Korea Selatan.
Nina, sapaan akrabnya, menilai bahwa negosiasi tersebut gagal mencapai kesepakatan yang kuat untuk menghentikan polusi plastik global dengan pengurangan produksi plastik.
"Negosiasi berjalan tidak sesuai yang kami harapkan," ungkap Nina.
"Delegasi negara-negara produsen petrokimia dan kimia, seperti Arab Saudi dan Rusia, berusaha mencegah perjanjian yang kuat untuk pembatasan produksi dan pengaturan bahan kimia tertentu dalam plastik," lanjutnya.
Negara-negara penghasil minyak ini, kata Nina, menolak pembatasan produksi karena dianggap bisa menggangu kepentingan ekonomi mereka.
"Pembatasan produksi plastik dinilai bisa mengganggu produksi minyak dan gas karena bahan baku plastik terutama dari bahan bakar fosil," jelas Nina.
Nina juga menyoroti upaya negara-negara produsen plastik untuk mengalihkan fokus ke sektor hilir, seperti pengelolaan sampah dan daur ulang.
"Padahal daur ulang adalah solusi yang menimbulkan masalah baru berupa pencemaran beracun, selain itu di Eropa banyak industri daur ulang yang kolaps karena mahalnya biaya produksi dan produk daur ulang yang tidak diminati pasar," tegas Nina.
Sejak INC-1 hingga INC-5, Arab Saudi dan negara-negara lain penghasil minyak dan gas berupaya mencegah perjanjian yang membatasi produksi plastik. Padahal, produksi plastik yang tinggi berarti juga emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi, selain dampaknya yang sudah diketahui terhadap pencemaran lingkungan dan kesehatan manusia.
"Delegasi Indonesia juga sepertinya lebih condong pada kemauan negara produsen minyak karena usulan delegasi Indonesia tidak menunjukkan upaya untuk mengurangi produksi minyak," ujar Nina.
Sikap negara-negara produsen plastik ini kontras dengan negara-negara Afrika, Kepulauan Pasifik, dan Amerika Latin, yang sangat terdampak oleh polusi dan mengadvokasi tindakan tegas, termasuk dengan membatasi produksi plastik dan penggunaan bahan kimia berbahaya.
Kekecewaan ini diungkapkan Nina saat bertemu dengan Inger Andersen, Direktur Eksekutif the United Nations Environment Programme (UNEP), dalam jamuan makan malam yang diadakan Kamis malam di Busan.
Nina meminta agar Perjanjian global untuk mengatasi polusi plastik global ini mengakomodasi suara anak muda dan dampak polusi yang kini mengancam mereka di seluruh dunia.
Nina menunjukkan replika bayi-bayi terkontaminasi mikroplastik dalam toples. Replika ini menunjukkan bahwa mikroplastik telah mengancam keselamatan bayi-bayi yang belum lahir.
Nina kemudian mengajak foto bareng sambil membawa bayi dalam toples, namun Inger Andersen menjauh sambil berkata "it is too much!(ini berlebihan)" sambil menjauh dari replika bayi dalam toples.
Untuk menyakinkan Inger Andersen tentang dampak buruk plastik di Indonesia, Nina kemudian menunjukkan kondisi industri daur ulang kertas yang menggunakan bahan baku kertas impor dari negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Belanda, Kanada dan Australia.
"Daur ulang sampah Impor di Indonesia mencemari lingkungan," ungkap Nina.
Inger merespon bahwa fakta yang Nina ungkap harus disampaikan kepada Pemerintah Indonesia. "Ini (fakta-fakta) harus ditunjukkan pada negaramu, saya tahu fakta-fakta yang menakutkan (tentang daur ulang) di negaramu (Indonesia)," ujar Inger Andersen.
Nina pun menimpali dengan meminta kepada Inger Andersen untuk mewujudkan strong treaty untuk melindungi lingkungan dan manusia dari ancaman mikroplastik.
"We need strong treaty!" ungkap Nina, dan Inger mengiyakan.
Nina juga melakukan aksi promosi ancaman mikroplastik dengan membawa replika bayi dalam toples yang tercemar mikroplastik, sepanjang jalan dan di dalam kereta api bawah tanah di Busan.
"Saya membawa toples dan replikasi bayi terlilit plastik untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa saat ini bayi-bayi sedang terancam mikroplastik," ungkap Nina.
Pada momen INC 5 di Busan, Aeshnina Azzahara Aqilani, Captain River Warrior Indonesia membawa 12 replika bayi yang ditempatkan dalam toples.
Instalasi seni ini akan dipamerkan di stand Pameran Aliansi Zerowaste Indonesia Busan Exhibition and Convention Center (BEXCO) 2, Hall 321 – 322, 25 November hingga 1 Desember 2024.
Replika toples bayi ini menggambarkan kondisi bayi yang terkontaminasi mikroplastik, tidak ada lagi tempat yang aman untuk bayi kotoran bayi dikaitkan dengan paparan lingkungan setelah lahir, seperti melalui ASI, susu formula, botol susu plastik, atau plastik.
Editor : Alim Perdana