DI ERA DIGITAL saat ini, Indonesia menikmati kemajuan luar biasa dalam penggunaan platform media sosial, yang kini telah menjadi sarana komunikasi utama bagi masyarakat. Dengan jumlah pengguna media sosial yang mencapai 167 juta, potensi platform ini untuk membentuk opini publik dan menyebarkan informasi sangat besar.
Namun, seiring dengan meningkatnya popularitas ini, muncul tantangan yang tidak kalah signifikan, termasuk penyebaran informasi hoax, ujaran kebencian, dan berbagai konten berbahaya lainnya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen yang bertugas mengatur penyiaran di Indonesia, perlu memperluas jangkauannya untuk mencakup pengawasan konten media sosial. Saat ini, banyak konten yang disiarkan melalui televisi dan radio telah bertransformasi menjadi konten digital yang lebih luas di media sosial.
Oleh karena itu, sangat penting bagi KPI untuk tidak hanya fokus pada program televisi dan radio, tetapi juga untuk memastikan bahwa konten yang beredar di platform media sosial mengikuti standar etika dan tidak menyesatkan publik. Tanpa pengawasan yang memadai, berbagai konten negatif dapat dengan mudah menyebar, dan ini dapat berkontribusi pada ketidakpastian informasi di masyarakat.
Munculnya fenomena berita bohong dan misinformasi, terutama selama Pemilu, menunjukkan perlunya regulasi yang lebih ketat terhadap media sosial. Di platform-platform ini, informasi dapat dengan mudah dibagikan dan disebarluaskan tanpa verifikasi yang memadai. Selain itu, maraknya cyberbullying dan pelecehan online juga menyoroti dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konten tidak terawasi.
Dalam banyak kasus, individu yang rentan, terutama anak-anak dan remaja, dapat menjadi korban eksploitasi dan dampak buruk dari konten berbahaya. Dengan begitu banyaknya informasi yang beredar, masyarakat sering kali kesulitan untuk membedakan antara fakta dan fiksi, sehingga memicu kebingungan dan ketidakpercayaan terhadap informasi yang disampaikan.
Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat peran KPI dalam mengawasi konten media sosial. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tidak memberikan kewenangan yang cukup bagi KPI untuk mengatur media sosial secara efektif. Dengan berkembangnya teknologi dan cara konsumsi informasi, revisi terhadap undang-undang ini sangat diperlukan.
KPI harus memiliki wewenang untuk mengawasi konten yang dibagikan di media sosial, memastikan bahwa platform ini tidak hanya berfungsi sebagai saluran komunikasi, tetapi juga sebagai entitas yang bertanggung jawab. Ini termasuk memberikan sanksi kepada konten yang melanggar pedoman dan kebijakan yang ditetapkan.
Regulasi yang ketat dan jelas mengenai media sosial bukan hanya melindungi jurnalis dan publik dari informasi yang menyesatkan, tetapi juga mendorong tanggung jawab dari penyedia platform.
KPI perlu bekerja sama dengan perusahaan media sosial dan organisasi masyarakat sipil untuk menciptakan standar yang dapat menjamin keselamatan pengguna tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi. Dengan kolaborasi ini, diharapkan dapat dibangun sistem pemantauan yang efektif, di mana konten yang merugikan dapat segera diidentifikasi dan dihapus.
KPI juga harus meningkatkan edukasi masyarakat tentang literasi media agar masyarakat dapat lebih kritis terhadap informasi yang mereka konsumsi. Dengan meningkatkan kemampuan analisis masyarakat terhadap konten yang beredar, kita dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku yang lebih baik dalam konsumsi informasi.
Dalam menghadapi tantangan ini, keterlibatan KPI dalam pengawasan konten media sosial merupakan langkah penting untuk menciptakan ruang informasi yang aman dan dapat dipercaya. Pengawasan yang baik dari KPI akan menjadi filter untuk konten negatif, sekaligus memberikan ruang bagi konten positif untuk berkembang.
Dengan demikian, Indonesia dapat bergerak menuju ekosistem media yang lebih sehat, di mana masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi yang tepat, tetapi juga merasa dilindungi dari konten yang merugikan. Keterlibatan aktif KPI dalam pengawasan media sosial menjadi suatu keharusan untuk memastikan bahwa ruang informasi yang ada tidak hanya bermanfaat, tetapi juga aman bagi seluruh masyarakat.
Penulis : Mochammad Fuad Nadjib
Kepala SMA Islam Sidoarjo
Kepala Madrasah Diniyah Takmiliyah al-Maidah Durungbedug
Editor : Alim Perdana