SURABAYA – Era digitalisasi yang sarat disrupsi informasi dan pergeseran nilai jurnalistik mendapat perhatian Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama.
Senator cantik yang akrab disapa Ning Lia itu menegaskan pentingnya keberpihakan pers kepada kebenaran dan kepentingan publik di tengah banjirnya informasi yang sering kali tidak terverifikasi.
Baca juga: Senator Cantik ini Minta Ada Sanksi Tegas Pada Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi
“Pers sehat ibarat makanan sehat. Mungkin tidak selalu viral, tapi mampu menyehatkan masyarakat secara jangka panjang. Sebaliknya, pers yang hanya mengejar sensasi layaknya junk food menggoda, viral sesaat, namun membawa risiko tinggi terhadap kesehatan sosial,” kata Ning Lia dalam keterangannya, Rabu (6/8/2025).
Lia yang baru saja mendapat penghargaan Radar Surabaya Award 2025 mengatakan analogi tersebut bukan tanpa alasan.
Sebab di era algoritma yang mendorong kecepatan klik daripada kedalaman narasi, Ning Lia mengajak publik untuk kembali mengapresiasi pers yang berkomitmen pada prinsip-prinsip jurnalistik, informatif, terpercaya, dan membangun.
Baca juga: Cozy, Senator Cantik ini Nilai RS Delta Surya Serasa Rumah Sehat
“Saya berharap pers tidak hanya menjadi penonton dalam transformasi sosial, tetapi juga aktor strategis dalam membentuk opini publik yang sehat,” harap Ning Lia.
Penghargaan yang diterima Ning Lia diserahkan langsung oleh Direktur Utama Jawa Pos Leak Kustiya. Menurutnya, RSA bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan bentuk konkret penghargaan terhadap kontribusi nyata berbagai elemen masyarakat dalam membangun Jawa Timur, khususnya kawasan Surabaya Raya.
Baca juga: 18 Agustus Libur Nasional, Senator Cantik Lia Istifhama Beri Apresiasi Tertinggi Presiden Prabowo
Selama menjabat sebagai senator, Ning Lia dikenal membawa pendekatan politik yang lebih humanis dan spiritualis.
"Gaya komunikasinya yang hangat dan reflektif kerap menjembatani isu-isu kompleks seperti inklusi sosial, keadilan gender, hingga pemberdayaan akar rumput ke ruang-ruang kebijakan formal," pungkasnya.
Editor : Diday Rosadi