BANGIL - Nahdlatul Ulama sebagai ormas terbesar di Nusantara memiliki sejarah panjang diawal pendiriannya hingga hari ini, yang memasuki abad ke dua. Salah satu saksi sejarah perjalanan peradaban NU ada di Pondok Pesantren Canga'an.
Sejumlah pendiri NU menjalani pendidikan di Pesantren Canga'an yang terletak di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Sejumlah nama besar yang pernah nyantri di sini, diantaranya Syaikhona Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy'ari Jombang dan KH. Chasbullah Jombang.
Baca juga: KH. Syafi' Misbah Ahmad, Ulama Visioner Wafat di Tanah Suci
Sampai saat ini, bilik Syaihona Kholil, KH. Chasbullah dan KH. Hasyim Asy'ari masih kokoh berdiri dan digunakan belajar dan tinggal para santri.
"Kalau bilik tempat belajar KH. Hasyim Asy'ari malah Gus Dur sendiri yang menunjukkan. Keluarga Canga'an sendiri malah tidak tahu, atau Abah saya yang memang selama ini sengaja tidak memberi tahu," terang KH. Achmad Ridlo'i Kholili, pengasuh (Khadim Ma'had) Pondok Pesantren Canga'an, Sabtu (2/8/2025).
KH. Ridlo'i mengatakan, jejak sejarah Syaikhona Kholil sampai saat ini masih bisa ditemui di lingkungan Pondok Pesantren Canga'an. Diantaranya, sumur yang beliau buat di dalam masjid yang dulunya masih musala.
Ia menjelaskan, sumur buatan Syaikhona Kholil itu, selain airnya jernih juga tidak pernah kering. Sekali pun sumur-sumur lain kering saat musim kemarau. Sampai saat ini pun masih digunakan oleh santri untuk wudhu mau pun mandi.
"Sumur itu tak pernah kering, meski musim kemarau ekstrem sekali pun. Kami meyakini itu sebagai karomah Syaikhona Kholil," terang Kiai Rido'i.
Pondok Pesantren Cangaan, Bangil adalah pesantren tertua di Pasuruan, dan salah satu pesantren tertua di Nusantara. Usianya pun sudah mecapai tiga abad lebih.
Pesantren ini Didirikan pada tahun 1711 Masehi oleh Syekh Jalaluddin atau Syekh Abdul Qodir yang akrab dengan julukan Mbah Lowo Ijo yang makamnya di Diwet, Pogar.
Catatan Dianugerah Satu Abad NU menyebutnya sebagai salah satu pesantren tertua di Nusantara. Bukan hanya tua, Canga’an juga menyimpan sejarah yang begitu berharga.
Baca juga: Khofifah Mengajak Para Guru TK Muslimat NU untuk Terus Produktif Mencerdaskan Generasi Bangsa
"Soal usia pondok itu kami ketahui saat Batsul Massail di gelar menjelang peringatan satu abad NU. Meski kami meyakini usianya jauh lebih tua lagi" ujar Kiai Ridlo'i.
Bicara Ponpes Canga'an, di sini lah ensiklopedia NU. Di dinding-dinding dan halamannya terukir kisah perjalanan panjang Indonesia, kisah para pejuang kemerdekaan, dan kisah para ulama yang telah membentuk karakter bangsa. Setiap sudutnya menyimpan kenangan dan menjadi saksi bisu perjalanan panjang para santri yang telah mengabdi untuk negeri.
Konon tongkat Syaikhona Kholil yang diserahkan ke KH. Hasyim Asy'ari melalui KH. As'ad Syamsul Arifin berasal dari kayu pohon sawo di area Pesantren Canga'an.
Penyerahan tongkat dan tasbih itu adalah bentuk restu Syaikhona Kholil kepada KH. Hasyim Asy'ari untuk memimpin Nahdlatul Ulama.
"Sampai saat ini, pohon sawo itu masih berdiri kokoh. Belum lama saya kepras batang yang menjorok ke atap masjid," tutur Kiai Ridlo'i.
Baca juga: Haflah Akhirussanah SMA Islam Sidoarjo 2025: Wisuda oleh Orang Tua, Simbol Perjuangan dan Doa
Saat ini Pesantren Canga'an bersaing dengan globalisasi zaman. Dari jumlah santri yang mondok memang tidak banyak. Tapi masyarakat sekitar yang mengaji di pondok ini masih cukup banyak.
Semangat para pengasuh pondok ini mempertahankan keberlanjutan pendidikan di salah satu pondok tertua ini patut diapresiasi. Dari pondok ini pun muncul intelektual muda Islam, diantaranya KH. Hasyim Asy'ari (Gus Ayik), KH. Achmad Kholili Kholil (Gus Kholili). Keduanya juga pengasuh pondok ini.
Tokoh-tokoh lain yang pernah nyantri di Canga'an diantaranya politisi PKB, Sudiono Fauzan atau Mas Dion. Almarhum KH. Masykur Hasyim, ayah dari Senator Jatim, Lia Istifhama juga pernah menimba ilmu di sini.
Gus Kholili yang saat ini menjadi pengasuh Pondok Pesantren Canga'an dikenal sebagai intelektual muda. Meski muda, keilmuannya sangat mumpuni. Ia adalah anak muda yang mendapat tempat di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, khususnya Lembaga Batsul Massail (LBM) PBNU.
"Merawat Pesantren Canga’an berarti merawat sejarah, bukan hanya sejarah keilmuan, tetapi juga sejarah bangsa," tutur Gus Kholili.
Editor : Diday Rosadi