Menyatukan Teknologi dan Kemanusiaan dalam Pendidikan Tinggi di Era AI

ayojatim.com

Oleh: Ulul Albab
Akademisi Universitas Dr. Soetomo, Ketua ICMI Jawa Timur

"Teknologi tanpa nilai adalah senjata tanpa kendali. Teknologi dengan nilai bisa menjadi cahaya bagi peradaban." Refleksi ini ditujukan bagi penyelenggara pendidikan tinggi, agar visi, kurikulum, dan pelayanan pendidikan mereka selaras dengan revolusi kecerdasan buatan (AI).

Baca juga: Menguatkan Peran Jurusan Administrasi Publik di Era AI

Revolusi AI tidak hanya menghadirkan mesin cerdas, tetapi juga menantang peran manusia di berbagai bidang. Jika tidak diantisipasi, pendidikan tinggi berisiko kehilangan relevansinya. Pertanyaannya bukan hanya apa yang diajarkan, tetapi bagaimana mendidik manusia untuk berkolaborasi dengan teknologi tanpa kehilangan nurani.

AI telah memasuki hampir semua aspek kehidupan. Namun, kita perlu mempertanyakan: apakah manusia tetap menjadi subjek utama inovasi ini, atau terpinggirkan? UNCTAD memprediksi nilai pasar global AI akan melonjak drastis dari Rp 3 triliun (2023) menjadi Rp 79 triliun (2033). Pertumbuhan ini, tanpa penguatan nilai kemanusiaan, berisiko meminggirkan manusia.

Apa yang Harus Dilakukan Perguruan Tinggi?

Ohio State University mewajibkan pelatihan etika AI bagi seluruh mahasiswa. Ini menunjukkan pentingnya pemahaman dampak teknologi. Perguruan tinggi perlu menyelaraskan AI dengan nilai-nilai kemanusiaan, menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan AI agar tetap manusiawi.

Konsep Human-Centered AI dan Value-Sensitive Design (VSD) menempatkan manusia sebagai subjek utama, bukan data atau algoritma. Konsep ini memastikan teknologi berpihak pada manusia, baik secara praktis maupun etis-sosial.

Menancapkan Nilai: Sebuah Keharusan

Baca juga: Mengakhiri Monopoli, Membangun Pelayanan Haji yang Prima

Perkembangan pesat AI menuntut penanaman nilai. Tanpa nilai seperti keadilan, privasi, dan transparansi, teknologi bisa menjadi alat dominasi. Konsep Embedded Ethics dalam rekayasa perangkat lunak mulai dikembangkan, melibatkan refleksi moral di setiap tahap desain.

Riset Abu Rayhan (2023) menunjukkan integrasi nilai kemanusiaan dalam AI meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menurunkan risiko bias algoritmik. Lembaga seperti IEEE dan ISO telah mengembangkan standar desain etis untuk teknologi.

Kurikulum Baru untuk Era Baru

Literasi teknologi saja tidak cukup; kita butuh literasi etis. Pendidikan tinggi perlu merancang kurikulum yang menggabungkan kecerdasan digital dengan kebijaksanaan insani dan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk agama.

Baca juga: Mengantisipasi Penyelenggaraan Haji 2026, Peluang dan Tanggung Jawab Strategis Indonesia

Sal Khan dari Khan Academy menyatakan pendidikan berbasis AI bisa luar biasa jika memanusiakan pembelajaran, tetapi tanpa arah nilai, AI bisa memperlebar jurang sosial. Kita butuh AI yang bijaksana (Artificial Wisdom), yang tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan, tetapi juga mengapa itu penting bagi kebaikan bersama.

Kesimpulan

Tantangan terbesar di era AI bukanlah menciptakan teknologi cerdas, tetapi membangun teknologi yang memanusiakan. Nilai harus menjadi perangkat lunak utama dari semua inovasi. Dengan menyatukan teknologi dan kemanusiaan, kita menciptakan masa depan yang lebih canggih dan beradab.
Para pengelola pendidikan tinggi harus bekerja keras dan berpikir cerdas untuk menjawab tantangan zaman.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru